Chapter 23 [ modus ]

47 5 0
                                    

"Kamu gimana bisa jadi kayak gini, Iqbaal? Kamu kecelakaan karena apa? Kamu galau ya waktu nyetir mobil?" tanya Vanesa.

"Enggak kok. Siapa yang galau? Panjang sih ceritanya, kalo mau cerita hari ini nggak mungkin habis." Iqbaal tersenyum kecil.

"Kamu kenapa masih nggak nikah? Soalnya teman-teman kita kan yang lain itu udah pada nikah. Ada yang sudah punya anak, anaknya ada yang semakin gede sekarang. Kamu nggak iri apa?"

"HAHAHA, Vanesa, Vanesa!! Aku itu belum nikah karena belum punya jodoh. Jodoh itu rahsia tuhan kan. Kita belum mungkin bisa tahu jodoh kita itu kayak gimana."

Tertawa kecil si Iqbaal. Dia merasa lucu dengan pertanyaan Vanesa tadi.

"Makanya kamu cari dong. Jodoh juga nggak mungkin kan jatuh dari langit. Harusnya kita itu punya kesungguhan untuk mencari jodoh kita sendiri."

"Vanesa, itu emang benar. Tapi kita juga jangan terlalu keburu-buru untuk mencari pasangan hidup kita. Kalau nanti ketemu sama orang yang tidak cocok, bisa runtuh rumahtangga seseorang itu. Kamu harus inget tuh." pesan Iqbaal.

"Iya aku bakalan inget kok. Maaf kalo pertanyaan aku tadi aneh-aneh. Aku orangnya emang gitu, suka kepo."

Vanesa tersipu malu dan tersenyum-senyum di hadapan Iqbaal. Namun dia terus menatap wajah Iqbaal yang langsung bisa mengalahkan idol Korea diluar sana.

"Woi! Kenapa bengong sih? GR ya?
GR sama aku?"

"Apaan sih. Enggak kok, cuma mikirin sesuatu aja."

"Nes. Eh, Aku boleh panggil kamu Nes kan? Gak apa-apa kan?" tanya Iqbaal.

"Boleh. Panggil Van juga boleh kok."

"Yasudah, aku panggil Nes aja. Nes, terima kasih ya kamu sudi jagain aku. Aku happy banget ada orang yang perhatian sama aku. Mama sama Papa jarang disini. Jadi perhatiannya kurang sama aku dan Natasha."

Iqbaal merasa senang hati karena ada teman lama yang masih perhatian samanya. Semenjak dia putus sama Ratu dan cewek-cewek yang sebelumnya, dia merasa sedih dan selalu down.

"Sama-sama. Aku juga happy kok bisa jaga teman yang aku sayang. Mumpung kamu tadi nyebut namanya Natasha, aku mau nanya. Nat..."

Belum sempat Vanesa menghabiskan kata-katanya, Iqbaal lalu memotong percakapannya.

"Iya, Natasha ada. Lagi diatas, istirahat. Masih sakit dia. Lemah doang tubuhnya."

"Astaga, aku simpati sama kamu. Malah kamu sakit dia juga ikutan sakit. Sekarang siapa yang ngurusinnya? Hadi atau kamu?"

"Hadi dong semestinya. Cuma dia yang sehat dan ada dirumah ini. Bik Sara lagi pulkam, sekarang udah hampir sebelas bulan. Kasian, ibunya sakit keras."

"Oke, yasudah. Sini tangan kamu. Kamu jalan normal sekarang, nggak usah pake tongkat. Jangan khuatir, kamu gak bakalan jatuh."

"Serius? Oke, aku coba ya.
Aduh, sakit! Sakit kaki aku. Ahh!!"

Iqbaal berteriak kesakitan. Kakinya masih sakit dan pegel-pegel.

"Gak apa-apa. Jalan aja. Kamu pasti bisa."

Iqbaal kepeleset batu di kakinya yang sakit itu. Dia jatuh ke tanah, dan tangannya yang masih berada di genggaman Vanesa itu turut menarik tubuh Vanesa sehingga jatuh menghimpitnya.

"Auch! Aduh!! sakit, sakit!" teriak Iqbaal lagi.

Seperti biasa mereka saling menatap. Tatapan Iqbaal lah tatapan yang paling dalam sehinggakan Vanesa leka dan masih nggak bangun dari tubuhnya Iqbaal.

A Gift For You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang