Chapter 24 [ penyakit ]

71 3 0
                                    

"Assalamualaikum" ucap Nayla malu-malu.

"Waalaikumsalam, Nayla. Yuk kesini, nonton drakor bareng aku sama Natasha. Kerjanya nanti aja dilakuin. Sekarang kamu kesini."

"Gak mau ah, Iqbaal. Malu aku. Aku nggak biasa duduk kalo ada cowok."

"Jangan gitu dong, Nay. Disini ada Natasha juga, gak usah malu-malu."

"Benar kata bang Iqbaal, Nay. Udah duduk aja disebelah gue. Sekalian bisa ngobrol sama-sama."

"Yaudah deh, aku duduk."

Nayla akur dengan kata-kata Iqbaal dan Natasha. Dia duduk di samping Natasha, dan Iqbaal pula menukar posisi kedudukannya di sisi Nayla.

"Eh, Nay. Kamu udah lama banget ya gak dateng ke sini, kamu ngapain aja ke Bandung waktu habis SMA?"

"Gak ngapa-ngapain kok, cuman pengen cari kerja aja terus mau sambung belajar. Tapi, aku nggak dapat kerja disana. Malah aku dapat kerjanya disini. Jadi aku pulang aja ke Jakarta terus."

"Bagus dong kalo gitu, kamu nggak usah repot kerja jauh-jauh. Disini juga kan bisa kerja apa aja." bilang Iqbaal.

"Iya, Nay. Benar kata bang Iqbaal itu. Yasudah, gue mau bikin minuman dulu. Gue haus. Ntar gue bikin minuman juga kok buat Bang Iqbaal sama elu."

"Makasih banyak ya Nat." jawab Nayla.

Nayla merasa lelah secara tiba-tiba. Dia pun menjatuhkan kepalanya di pundak Iqbaal agar dia bisa menghilangkan rasa lelah itu.

"Kamu capek ya Nay? Tidur aja dulu. Nanti kalo aku mau apa-apa, aku bangunin kamu."

Natasha kembali dengan membawa air manis buatannya sendiri. Namun dia merasa aneh banget karena dengan tiba-tiba hidungnya Nayla mimisan.

"Ka Iqbaal, itu kok hidungnya Nayla mimisan?"

"Mimisan? Nay? Kamu nggak apa-apa kan? Nayla? Nggak sadar dia. Nat, kamu siapin mobil sekarang. Kita harus berangkat ke rumah sakit."

"Baik Ka."

Iqbaal segera membawa Nayla ke rumah sakit. Dia terlalu cemas dan khawatir tentang keadaan Nayla.

"Gimana keadaan Nayla dokter? Dia baik-baik aja kan?"

"Kamu siapa? Apakah kamu sebahagian dari keluarganya?"

"Mungkin saja, dok. Tapi sekarang dia cuma teman dekat saya."

"Jadi, Nayla disahkan menghidap penyakit kanker otak. Dia cuma bisa hidup hanya dalam waktu beberapa hari, karena penyakitnya itu semakin menyebar di seluruh tubuhnya."

"Ya ampun, aku tak sanggup lihat hambamu seperti ini ya Tuhanku."

Nayla sadar dari tidurnya. Dia telah mendengar perbualan diantara Iqbaal sama doktor yang merawatnya itu.

"Iqbaal, maafin aku karena sudah ngerepotin kamu. Aku nggak tahu kenapa bisa sakit seperti ini. Tapi aku ikhlas atas apa yang terjadi ini, karena ini semua takdir Tuhan."

"Enggak, Nay. Kamu nggak pernah ngerepotin aku, dan jangan kamu minta maaf sama aku lagi. Aku gak tega liat kamu kayak gini."

"Iqbaal, kamu cinta sama aku enggak?"

Iqbaal terdiam seketika. Dia tidak mau menyakiti hati Nayla, karena Nayla sedang sakit. Namun, hati dia memang tidak pernah berbohong. Sesungguhnya, Iqbaal terlalu sayang dan cinta kepada Nayla.

"Akan aku lakukan apa pun hanya untuk kamu Nay." ucap Iqbaal sambil tersenyum kecil. Hatinya rapuh setelah tahu Nayla sakit dan tidak bisa hidup lama.

"Aku enggak mahu kehilangan kamu, Iqbaal. Aku cinta banget sama kamu. Jangan pernah berhenti untuk mencintai aku."

"Aku nggak pernah berhenti untuk memperjuangkan cinta aku, Nay. Justru aku yang gak mau kehilangan kamu."

"Assalamualaikum Iqbaal. Ini aku, Vanesa. Aku disini mau jagain Nayla. Kamu nggak usah khawatir. Aku dan Jessica bisa jaga Nayla."

"Waalaikumsalam. Kalo gitu, aku cabut dulu. Mau beli makanan buat Nayla."

"Oke." jawab Vanesa.

Iqbaal keluar untuk membeli makanan buat Nayla. Jessica melirik ke arah Iqbaal dan Iqbaal hanya tersenyum.

"Jes, ayuh masuk!"

"Iya-iya. Gue masuk." kaget Jessica.

"Dokter bilang lu kena kanker otak. Kenapa bisa jadi begini Nay? Jadi karna ini, elu mau Iqbaal nerima cinta lu?" ucap Vanesa. Kata-kata Vanesa itu telah menyinggung perasaan Nayla.

"Enggak gitu Van. Sakit itu tuhan yang udah tentukan, dan gue juga nggak mau jadi kayak gini."

"Terus, rencana kita gimana? Hancur dong kalo kayak gini?"

"Udah, Jes! Gue sakit seperti ini, masih aja lu pikir soal rencana Vanesa itu. Bisa nggak sekali aja lu nggak ngebahas soal rencana itu? Gue capek tau enggak."

"Kalian merencanakan tentang apa?! Jawab gue sekarang juga!!" teriak Iqbaal marah-marah.

"Iqbaal? Kamu bukannya beli makanan buat Nayla? Ren.. rencana? Rencana apa? Aku.. aku nggak ngerti deh apa maksud kamu." terkaku Vanesa ingin menjawabnya.

"Nggak usah pura-pura! Bilang ke gue sekarang atau kalian bertiga jangan kerja di rumah gue lagi."

"Oke, aku bilang! Aku, Nayla dan Vanesa telah modus sama kamu. Cuma gara-gara duit. Kami nggak punya duit. Tapi, Vanesa punya duit yang banyak dan kami butuh itu. Jadi kami merencanakan ini semua. Kami cuma mau dicintai sama kamu. Dan langsung menerima duit terus dari Vanesa sendiri kalo kita udah bikin kamu jatuh cinta diantara kami bertiga." jelas Jessica sambil menangis.

"Unik rencana kamu. Lakuin hal konyol cuma gara-gara duit. Hebat kalian! Mulai hari ini, jangan datang lagi ke rumah aku. Termasuk Nayla!" marah Iqbaal.

Nayla bangun dari kasurnya dan jatuh ke lantai. Kemudian terus mencengkam kakinya Iqbaal.

"Iqbaal! Iqbaal, maafin aku! Aku tahu aku salah. Tapi tolong kali ini aja kamu maafin aku. Aku janji gak bakalan lakuin itu lagi ke kamu. Sumpah, aku cinta sama kamu Iqbaal."

"Nayla, aku juga cinta sama kamu. Tapi, aku nggak pantes buat kamu. Jangan pernah rasa bersalah cuma karena aku. Aku mungkin enggak mampu lakuin apa yang kamu mau." jawab Iqbaal dengan santai.

Nayla menangis dan meratapi nasib dirinya sendiri. Dia mungkin enggak bisa hidup tanpa Iqbaal. Secara tiba-tiba, Nayla jatuh pingsan di lantai rumah sakit itu.

"Nayla?! Nayla! Suster! Dokter! Tolong teman saya dokter!"

"Kalian berdua sila tunggu diluar supaya memudahkan doktor untuk mengecek keadaan pasien."

"Baik, sus." jawab mereka berdua.

Setelah tiga menit lebih berlalu, akhirnya doktor keluar dari ruang perawatan itu. Doktor mengesahkan bahwa Nayla telah pun meninggal dunia dan tidak bisa diselamatkan lagi.

"Enggak mungkin dok. Saya enggak percaya! Saya mau masuk!"

Iqbaal melangkah masuk ke dalam ruang itu, dan melihat Nayla telahpun diselimuti dengan kain oleh suster disitu.

"Nayla! Kamu enggak bisa pergi, Nay! Aku tahu aku ego. Seharusnya dari awal aku udah jatuh cinta sama kamu! Aku salah! Aku salah!! Aku salah!!!" teriak Iqbaal dengan kencang dan menangis di hadapan suster yang ada disitu.

"Udah Iqbaal. Aku tahu ini berat, dan aku juga nggak bisa menerima semua ini. Tapi kita harus ikhlas atas semua ini."

A Gift For You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang