Part 3 ; Devan Si Penyelamat.

4.2K 704 19
                                    

·
·
·
·
·

Pagi hari yang cukup cerah. Hari baru dimulai.

Devan sudah rapih didepan kaca dengan setelan seragamnya beserta rambut yang ia tata se-bagus mungkin.

Entah setan apa yang membuat seorang Devan Azura berdandan sangat rapih, bak politikus-politikus diluar sana.
Biasanya, anak itu hanya akan memakai seragam yang sedikit kusut, juga rambut yang berantakan, beserta dasi yang jarang ia ketatkan dilehernya.

"Wih, ganteng juga lo Dev. Abang Lee Minho mah, kalah~" monolognya bangga, saat melihat pantulan dirinya dari kaca.

"Ah iya, gue jemput Keenan dulu. Kali-kali aja.."

Setelah puas menatap dirinya dicermin, Devan menyambar tas dan sepatunya lalu keluar dari halaman rumah, setelah sebelumnya mengambil satu lembar roti yang ia oles dengan selai kacang favoritnya.

·
·
·

Tok tok tok!

"Nan~!! Lu ada dirumah gak sih?!" Devan sangat kesal sekarang. Pasalnya, sudah lima menit ia terus-terusan mengetuk pintu rumah Keenan. Tapi tak ada sahutan apapun dari dalam sana.

Devan melirik arlojinya,

06.45.

Keenan tak mungkin masih tidur. Ia tau, kalau sahabatnya itu selalu bangun pagi. Tak pernah telat.
Tapi... Kenapa tak ada yang menyahutinya dari dalam sana?

Ah tidak.

TOK TOK TOK TOK TOK TOK!!!!

Devan mulai brutal mengetoki pintu rumah Keenan. Pikiran negatif sekarang memenuhi otaknya.

"Aksa! Buka pintu lo bisa gak sih?!" Teriak Devan.

Brak!

Brak!

Brak!

Mungkin kalian pikir Devan sudah sedikit gila.
Sekarang ia sedang mencoba untuk mendobrak pintu rumah Keenan. Persetan dengan pintunya yang mungkin nanti akan rusak. Ia bisa menggantinya. Tapi tidak dengan nyawa manusia.

BRAK!!

Berhasil, dengan langkah seribu Devan menghampiri tubuh Keenan yang terkulai lemas dilantai ruang tamu.

"Nan!! Keenan!!" Devan berusaha mengambil kesadaran si Aksa dengan menepuk-nepuk pipi tirusnya. Tapi tak ada hasil.

Dengan cepat Devan membawa tubuh Keenan ke mobilnya untuk pergi ke rumah sakit.

·
·

"Sus!" Pekik Devan saat salah satu suster lewat didepannya. Suster itu tentu terkejut, lalu dengan cepat ia menuntun Devan untuk membawa si pasien ke ruang IGD.

"Tunggu sini bentar ya Dev, suster panggil dulu ayah kamu." Ucap suster. Membuat Devan mengusap wajahnya frustasi.

Serius kah? Untuk kedua kalinya?

Lagi-lagi Devan melihat Keenan yang collapse.

Lagi-lagi ia melihat sahabatnya dengan tubuh yang sangat lemas, seperti tak ada jiwa di dalam tubuhnya itu.

Rasanya ingin berteriak pada dunia. Kenapa harus Keenan yang menerima semua ini? Bebannya terlalu berat untuk ia bawa sendirian.

·
·

Setengah jam lebih Devan dirundung dengan perasaan khawatir, akhirnya ayahnya keluar dari ruangan IGD tadi.

"Y-yah..?" Mata Devan memanas, ingin rasanya untuk memaki dunia yang kadang berlaku tak adil.

Raihan merengkuh pelan tubuh si bungsu, ia tau perasaan anaknya sekarang. Sangat tau. Ia juga merasakannya.

"K-keenan?" Devan perlahan melepaskan pelukan hangat ayahnya, lalu mendongak.

Raihan tersenyum lembut, "udah gak apa-apa kok... Tenang aja..."

Ucapan itu berhasil membuat Devan terisak keras. Ia menumpahkan semuanya setelah susah payah berpura-pura kuat.

Raihan kembali membawa tubuh Devan ke pelukannya. Devan dan Keenan memang bukan sekedar sahabat biasa, melainkan dua insan yang dikirim Tuhan untuk saling menjaga dan melengkapi kekosongan dalam diri mereka.
Devan dengan keceriaannya.
Dan Keenan dengan kedewasaannya.

Jika saja Devan perempuan, pasti Raihan sudah menjodohkannya dengan laki-laki kuat seperti Keenan.

Keenan itu bukan remaja biasa. Ia remaja yang sangat kuat. Tapi tanpa kita tau, ia juga sangat rapuh didalam. Bagaikan kaca tipis yang jika saja ditekan sedikit akan retak atau mungkin bisa pecah.

Dunia kadang terlalu kejam untuk menguji kesabaran dan kekuatan remaja bernama Aksa itu. Dunia terlalu keras mengujinya.

Raihan tau Keenan lelah. Tapi Keenan tak pernah mengeluh sama sekali.

Pemuda itu tak pernah mengeluh tentang takdirnya, tentang dunia yang kejam, dan rasa sakit yang ia terima.
Ia tak pernah mengeluh.
Kalau kata Keenan, 'tunggu saja sampai rasa sakit itu hilang. Biarkan saja. Nanti juga akan sembuh dengan sendirinya.'

"Mau liat Keenan gak? Kasian tuh, nanti pas dianya bangun gak ada kamu malah nangis." Ujar sang ayah memecah keheningan. Devan langsung tertawa ditengah-tengah isakannya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana imut dan lucunya wajah Keenan yang sedang merengek.

"Ih ayah, malah bikin Devan ketawa..— Yaudah ayok." Jawab Devan.










—————————————————————

Woy woy woyyyy, huwaaaaa, udah 150+ reader😭
Gilakkk, gak nyangka...padahal awal bikin story ini pesimis bangettt😭. Apalagi dengan alur cerita yang Sasa buat pas lagi gabut, jadi gak jelas gitu😭
Adh adh, thankyou kalian yang udah mau vote/baca cerita ini...

Part nya pendek bangett, maaf, asli dahh😭🙏🏻🙇🏻‍♀️

Okay, see you in next chapter...
Thankyouuuu💗, byee...✨

Life ; AKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang