·
·
·
·
·Pagi hari yang cerah.
Sang Surya sudah mulai naik.
Sinarnya yang menyusup tanpa izin lewat jendela kamar Keenan yang membuat si empu terganggu dan bangun dari lelapnya.
Perlahan ia mendudukkan tubuhnya.
Mengucek mata agar pandangannya kembali normal.
Lalu mengumpulkan nyawa yang setengahnya masih tertinggal di alam mimpi sana."Wah... Hari ini kayaknya bakal panas deh.." gumamnya si Aksa terdengar sedikit serak. Khas seperti orang yang baru bangun tidur.
Dengan langkah cepat Keenan mengambil handuknya, lalu pergi ke kamar mandi agar tak terlambat berangkat sekolah.
25 menit berlalu.
Sekarang Keenan sudah siap memakai seragamnya.
Hari Jumat. Hari terakhirnya ke sekolah Minggu ini.
Setelah berkaca sebentar, Keenan turun dari kamarnya. Beruntung tak ada Bagas di meja makan, jadi ia bisa memakan roti walau hanya selembar. Lalu meminum satu tablet yang biasa ia minum.
Kemudian tungkainya melangkah pergi meninggalkan rumah.
Dan seperti biasa, ia menunggu bus di halte. Sambil sesekali menepuk pelan pahanya dan membuat nada-nada yang menurut Keenan sendiri, aneh.
·
·
·
·Pulang sekolah. Akhir dari semua penjelasan guru yang membuat otak hampir pecah.
Setelah 6 jam menghabiskan waktu untuk menatap papan tulis, akhirnya waktu pulang datang juga.
Tapi, saat hendak berjalan ke gerbang sekolah untuk menunggu Devan, tiba-tiba para antek-anteknya Gilang— Nathan dan Adrian, menarik paksa tangan Keenan untuk ikut bersama mereka.
Keenan pasrah, tak ada perlawanan sama sekali. Ia lelah. Ia juga sudah siap jika harus dipukuli lagi.
·
BRAK!!!
Nathan menghempaskan tubuh Keenan sampai berbenturan dengan kerasnya dinding rooftop.
"Heuh... Kemarin lo beruntung banget ya... Gue nya gak berangkat..." Ujar Gilang.
"Tapi sekarang kita mulai lagi. Pasti seru.." bisiknya di telinga Keenan. Keenan merinding. Sungguh, ia sangat takut sekarang.
BRUK!
Benar, bukan? Gilang lagi-lagi berulah.
Tubuh Keenan yang memang sedang lemas, dengan mudahnya terbanting hingga terantuk salah satu meja di rooftop.
SRET!
DUAGH!
BUGH!
BUGH!
Hanya dua kata. Keenan pasrah.
BUGH!
BUGH!
BUGH!
BUGH!
"A-khh..."
"Cih! Baru segitu aja udah sakit?! Ah... Masa sih? Mau nyoba lagi gak?" Ucap Gilang sambil tersenyum miring.
DUGH!
DUGH!
DUGH!
"Woy! Berhenti!!!" Teriak seseorang dari arah pintu rooftop.
Keenan tak tau siapa, ia pun tak mau tau. Tubuh dan dadanya sekarang sangat nyeri."PERGI LU AN*ING! JANGAN GANGGU SAHABAT GUE!!!!!!!" Teriakan Devan kedua kalinya berhasil membuat Gilang dan para antek-anteknya sontak pergi menjauh.
Tersisa Keenan sendirian yang sedang fokus menetralkan rasa sakitnya.
"Sa! B-bangun dulu!" Devan membantu Keenan untuk mendudukkan badannya.
"Mana yang sakit? Hm? Bilang ke gue.." demi apapun, Devan sangat panik sekarang. Tapi ia berusaha tenang. Jika ia panik, maka semuanya juga akan kacau.
"D-dada gue sa-kit, Dev.." lirih Keenan. Dengan cepat Devan memijat pelan dada sahabatnya. Berharap sedikit mengurangi rasa sakit yang ada disana.
Saat Devan sedang fokus memijat dadanya. Tiba-tiba isi perut Keenan serasa ingin keluar entah kenapa.
"Uhuk!! Uhukk!!" Devan terkejut, lalu tangannya ia bawa untuk menepuk pelan punggung Keenan.
Tapi selanjutnya si Rafardhan itu terkejut dengan hebat.
Kala...
Mulut Keenan mengeluarkan banyak darah.
"Nan! Ya Allah!!!" Devan panik. Sangat panik sekarang. Tanpa menunggu lama ia membawa Keenan ke parkiran, lalu menelfon Farel untuk minta tolong menjemputnya.
"Kak! Jemput Devan sekarang!" Pekik Devan.
'....'
"Udah cepet!! Urgent ini kakkk!!!" Ucap Devan diselingi dengan isakannya.
'....'
"Plis... Tolong cepetan, kak..." Lirih Devan. Kemudian mematikan telfonnya sepihak.
"G-gue gak pa-pa kok, Dev.." ujaran Keenan di hadiahi dengan tatapan tak suka dari Devan.
"Ih! Bisa gak sih, lo gak bilang 'gue baik-baik aja'?! Lu tuh muntah darah, Nan... Muntah darah..." Sahut Devan. Keenan sedih, saat melihat sahabatnya yang begitu kacau.
"I-iya... J-jangan nangis juga donk... G-gue masih sadar nih..." Lirih Keenan, dengan senyumnya. Bukannya berhenti menangis, isakan Devan malah tambah kuat saat melihat Keenan yang masih bisa tersenyum.
"L-lah... Malah makin nang—"
"Kak Farel!!"
"Dek?! K-Keenan?!—"
"Udah cepet! Bawa Keenan kak!!" Dengan gerakan cepat Farel membopong tubuh Keenan ke mobilnya.
Lalu ia jalankan dengan kecepatan diatas rata-rata untuk menuju rumah sakit.·
·Setelah beberapa menit diperiksa oleh Raihan, keadaan Keenan sudah sangat baik.
Ia pingsan seperti biasanya. Dan sampai sekarang pun belum bangun."Keenan udah gak apa-apa dek, jangan nangis terus dong..." Ucap Raihan lembut. Devan mendongak, "Yah... A-ada sesuatu yang gak beres, kan? Jujur yah..." Jawaban Devan malah membuat Raihan bungkam.
"Yah..."
"—Tolong jujur sama Devan... Sama kak Farel juga..."
Ucapan Devan membuat Raihan mengangguk ragu. Memang, ada sesuatu yang tak beres. Tapi ia belum tau, karna ia juga masih mencari tau apa yang terjadi. "Iya dek. Ada yang gak beres. Tapi ayah belum tau, jadi sabar ya..? Jangan nangis terus... Nanti kalau hasil lab nya udah keluar bakal ayah kasih tau..." Devan mengangguk, lalu menghapus kasar air matanya.
—————————————————————
Bon chap untuk permintaan maaf update kemarennn😭😭🙏🏻🙏🏻
T-tapi storynya makin random gak sih?...😌😭
Kalau kalian ngerasa 'gaje' sama ceritanya plis bilang di comment atau DM aku...
Soalnya ini menyangkut kenyamanan semua reader disini...😭Dahlah ya.. mau lanjut nulis chap 7😭🔫🔫
Bye~ have a nice dream/have a nice day~!!💖✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Life ; AKSA
Acak[ TAMAT ] Ketika takdir hidup membawamu naik ke atas awan, lalu menjatuhkannya dengan keras ke tanah. Cerita tentang sang Aksa. Dengan seribu rasa sakit, juga sejuta penderitaan. ⚠Some chapters may contain violence scenes or harsh words. ©marchsky 2...