"Assalamualaikum Ayah...—"
"—Assalamualaikum, Bunda..."
"Keenan dateng..."
Perlahan tubuhnya ia dudukkan di tengah-tengah makam Rendy dan Hanindita.
Menghela nafas berat sebelum akhirnya mengeluarkan suara, "Hehe, maaf ya Bun, Yah... Keenan udah jarang kesini... Terakhir kesini bulan lalu, itupun gak lama ngobrolnya.."
Si Aksa lagi-lagi menghela nafas. Tak, ia bukan tak bisa bicara atau kehabisan kata, tapi nafasnya semakin berat juga dadanya yang semakin sesak seiring bertambahnya detik.
"Hhh— Bun... Keenan minta maaf... Udah bikin bunda p-pisah sama kak Bagas... Hhhh—"
"Y-Yah... Maafin K-Keenan juga.., udah bikin tawa ayah hilang selamanya..."
"K-Keenan kesini s-sama kak Bagas... K-Keenan p-panggil ya..." Nafasnya tersendat. Seperti ia akan bertemu dengan Ayah dan Bunda saat itu juga.
Keenan mulai beranjak, sementara Bagas yang sedari tadi memperhatikan adiknya langsung terperanjat kaget melihat betapa pucatnya wajah si Aksa.
BRUK!!
"UHUK! UHUK!"
Tubuh Keenan limbung, dengan satu kedipan mata tubuh Keenan sudah terjatuh ke tanah.
Hoodie Bagas sudah kotor dengan tanah, juga darah yang keluar dari mulut adiknya."Keenan!!" Bagas berlari, meletakkan kepala si Aksa di pangkuannya, sambil menepuk pelan pipi tirus adiknya yang sudah lemas.
"K-Kak..."
"Sabar! Jangan tutup mata kamu!" Perintah sang kakak, sementara Keenan menahan mati-matian agar kegelapan tak mengambil kesadarannya untuk kesekian kali.
Tapi tetap, kegelapan yang akhirnya menang. Ruang bawah sadar Keenan yang sunyi seakan sudah menjadi makanannya sehari-hari. Keenan juga sudah terlanjur nyaman berada disana.
Keenan lelah. Sangat lelah. Bahkan ia.., kelewat lelah.
·
·Keenan kembali. Ia kembali terbaring di ruang ICU dengan alat-alat yang menempel lebih banyak dari sebelumnya.
Jantungnya, hanya bisa bekerja 20%, bahkan bisa kurang.
Jalan satu-satunya dan terkahir adalah donor jantung. Atau Keenan akan benar-benar menyerah pada hidupnya.
Tapi sayang, sampai saat ini Raihan belum menemukan pendonor yang cocok untuk Aksa nya.
"Maafin kakak, dek... Ya Allah..." Bagas kalut. Bajunya sudah kotor terpenuhi darah dari muntahan sang adik tadi.
"Sabar Gas... Om akan usaha cari pendonor buat Keenan secepatnya..." Raihan tersenyum sambil mengucapkan beberapa kata penenang untuk anak sulung sahabatnya itu.
Sementar Bagas tersenyum juga mendengarnya. "Makasih ya om..."
"Tapi, om mau bilang ini lebih awal... Om gak mau ada yang ditutupin." Bagas menatap Raihan dengan air wajah bertanya.
"Kalau...—"
Raihan menghela nafas panjang, "Kalau Keenan nanti nyerah, ikhlasin ya Gas... K-kita ikhlasin Keenan... Kasian Keenan... Biarin dia bahagia sama ayah sama bunda kamu... Ya...?" Suara Raihan mulai bergetar. Ia juga tak mau mengatakan ini. Tapi melihat kondisi Keenan yang semakin lama, semakin memburuk, ia harus mengatakan ini terlebih dahulu. Agar Bagas mengerti nantinya.
Bagas langsung bungkam. Isakannya berhenti begitu saja. Senyumnya juga luntur dengan sekejap.
Dadanya lagi-lagi sesak. Rasanya sama. Sama seperti saat ia harus merelakan kedua orang tua yang Bagas sayangi.
"O-om..." Hati Raihan teriris melihat seberapa kacau kakak si Aksa ini. Ia merengkuh lembut tubuh jangkung Bagas. Memberikan kekuatan juga kehangatan bagi si sulung itu.
"Maafin om... Tapi om harus ngomong ini terlebih dahulu sama kamu... Maaf..." Bagas masih terisak dipelukan Raihan. Sementara ayah dua anak itu terus mendekap lembut sambil sesekali mengusap lembut punggung lebar Bagas.
Kalau boleh jujur, Bagas juga ingin berteriak pada dunia.
Memaki dan bertanya kenapa harus adiknya juga keluarganya yang harus direbut paksa oleh Tuhan.
Ia juga masih ingin merasakan hangatnya keluarga. Masih ingin melihat iris adiknya yang berbinar penuh harap padanya. Masih ingin melihat senyuman si Aksa yang mampu membuat dunia berwarna.
Ia, masih ingin Keenan ada disini.
·
·
·
·
·—————————————————————
Ku nyesek sendiri nulis ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life ; AKSA
Random[ TAMAT ] Ketika takdir hidup membawamu naik ke atas awan, lalu menjatuhkannya dengan keras ke tanah. Cerita tentang sang Aksa. Dengan seribu rasa sakit, juga sejuta penderitaan. ⚠Some chapters may contain violence scenes or harsh words. ©marchsky 2...