Part 13 ; Hari Bahagianya Keenan.

2.3K 364 4
                                    

Keenan dan Bagas sedang makan malam bersama. Duduk di meja makan yang berisi empat kursi, bersama keheningan yang membuat suasana semakin canggung.

Keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Bagas memang masih belum akrab dengan adiknya semenjak kejadian kemarin.
Ia..— terlalu merasa bersalah untuk kembali bersikap layaknya 'kakak' pada umumnya.

Sementara Keenan, si Aksa itu hanya diam. Memperhatikan wajah sang kakak yang tampan secara diam-diam. Terkadang juga huzle keduanya bertemu dan melemparkan kekehan kecil masing-masing.

"Besok yakin mau sekolah?" Tanya Bagas memecah keheningan. Keenan mengangguk mantap, "Dirumah terus juga bosen tau, kak." Sahutnya. Bagas hanya terkekeh.

Pasalnya sudah hampir 5 hari Keenan izin dari sekolah. Ia tak bisa terus-terusan tertinggal pelajaran. Bisa-bisa nanti nilainya di rapot merah semua. Tidak, tidak boleh terjadi.

"Kakak kapan sidang? Perasaan dari kemarin sibuk nulis skripsinya doang." Ujar Keenan. Bagas tersenyum kecil, "Gak tau, mungkin dua Minggu lagi?" Jawab sang kakak.

"Wah, bentar lagi. Udah selesai skripsinya?" Tanya Keenan. Bagas menggeleng, "Belom, tinggal sedikit lagi. Kakak pusing tau, dek." Sahut Bagas dengan santainya.

Detik selanjutnya si sulung itu mendapatkan jitakan cukup keras dari sang adik. Membuatnya meringis menahan sakit. "Eh?! Kenapa di jitak sih! Sakit tau!!" Bibir Bagas sedikit memaju.

"Lagian! Udah tau sidangnya tinggal 2 Minggu lagi! Kenapa masih santai aja?!" Si Aksa kesal. Bisa-bisanya kakaknya itu santai saat skripsinya belum juga selesai, padahal sidang hanya tinggal menunggu 2 Minggu lagi.

"Yaudah dong! Santai!! Sakit tau!" Bagas menggerutu, membuat Keenan terkekeh puas. "Makanya! Kalau ada tugas itu cepet di selesai-in! Apalagi ini skripsi!" Kekehan renyah tercipta dibibir nya.

Keenan tertawa, hingga terbatuk juga manik coklatnya mengeluarkan air. Ia— bahagia. Entah kenapa, tapi baru kali ini ia benar-benar merasa bahagia.

Sedetik ia melupakan kekejaman dunia padanya.

Sedetik ia melupakan bertapa kerasnya dunia padannya.

Sedetik ia melupakan fakta bahwa ia... Sakit.

Sementara sang kakak, hanya memperhatikan wajah adiknya yang sedang terkekeh renyah. Si sulung juga merasa bahagia melihat Aksa nya kembali mengukirkan senyum tulus yang berarti tersebut.

Bagas bersyukur. Dia masih bisa melihat senyum bahagia adiknya. Berkali-kali kakak si Aksa itu mengucapkan terimakasih pada Tuhan yang tidak mengambil adiknya dengan cepat.

"Dek..." Atensi Keenan beralih, menatap sang kakak dengan tatapan bertanya.

"Makasih..." Kening si bungsu mengkerut. Merasa aneh dengan perkataan Bagas yang terbilang tiba-tiba.

"Buat...?"

"Bertahan selama ini." Sahut Bagas. Senyum tulus terukir jelas di bibir merahnya.

Keenan membalas senyum Bagas, kepalanya mengangguk "He'em. Keenan juga mau bilang makasih ke kakak.." jawabnya.

"Buat apa? Ngapain kamu bilang makasih? Kakak aja gak bener ngurus kamu.." tatapannya berubah sendu. Buru-buru Keenan menggelengkan kepalanya kuat, "Bukan! Keenan mau bilang makasih, untuk...—"

"Untuk nerima Keenan sebagai adek kak Bagas lagi.." senyumannya lebar. Terlihat manis memang, tapi tak banyak orang yang tau kalau senyuman itu juga tercampur dengan beribu rasa sakit yang berusaha ia sembunyikan.

"Heh! Kapan kakak gak nganggep kamu sebagai adek?! Kakak gak pernah nyoret kamu dari KK! Main nuduh aja." Protes Bagas. Keenan tertawa. Berusaha mengubah atmosfer yang tiba-tiba berubah menjadi sendu.

"Dah ah! Habisin makannya! Biar cepet gendut!"

"Keenan gak mau gendut kak! Nanti diledek si Devan gimana?!" Bagas hanya terkekeh, kemudian mengacak rambut adiknya gemas.

Keenan hanya berharap. Kalau kebahagiaan ini akan bertahan lama.

Ia, ingin mengobrol dengan Bagas layaknya adik kakak yang memperhatikan satu sama lain.

Bercanda bersama, tertawa bersama. Semuanya dilakukan bersama. Layaknya keluarga yang saling melengkapi.

Setelah selesai makan malam, keduanya masuk ke kamar masing-masing. Lalu sibuk juga dengan tugas masing-masingnya

·
·
·
·
·

Sang Surya naik.

Menyembulkan sinarnya yang mampu membuat semua manusia dibumi terbangun dari lelap mereka.

Termasuk sang Aksa yang mulai mengucek matanya, lalu membawa tubuh tingginya itu ke kamar mandi.

Setelah bepuluh menit sibuk di kamar mandi, Keenan selesai.

Berpakaian rapih dan sopan seperti murid normal lainnya.

Kakinya melangkah turun melewati tangga. Lalu menarik kursi makan dan duduk dengan tenang.

Dihadapannya juga ada Bagas yang sedang makan roti dengan santai. Sambil melemparkan senyum pada sang adik saat dia baru saja duduk didepannya.

Keenan juga membalas senyum sang kakak. Tak ada lagi Bagas yang kasar. Tak ada lagi Bagas yang akan mengumpati nya.

Atau... Mungkin belum waktunya untuk memunculkan sifat itu kembali?

Si Aksa mulai mengoleskan selai kesukaannya pada selembar roti yang ia ambil. Kemudian dengan cepat berdiri dan beranjak dari kursi.

Tapi langkahnya terhenti saat suara Bagas memanggil namanya, "Hati-hati..! Jangan lari! Jangan kecapek-an! Jangan lupa obatnya juga dibawa!" Peringat Bagas. Keenan hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu bayangannya hilang dibalik pintu rumah.








—————————————————————

Part-nya masih pendek ya? Mangap...

Besok insyaallah ku up lagi, tungguin aja, mwehehehehe...

Ah iya, tadinya mau up jam 7-an... Tapi tugasnya banyak bgt sampe baru selesai sekarang.... Padahal ngerjain dari jam 6 pagi😔💔

Okayy.. mau lanjut nulis dulu, BYEE-!!

Life ; AKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang