Liburan Dadakan
Tian masih tertidur di kamar hotelnya pagi itu, padahal jam sudah menunjukkan jam delapan pagi. Dia dan Feinya baru masuk hotel jam sepuluh malam lebih, sehingga masih menyisakan rasa capek. Tian terpaksa bangun karena bel pintu kamarnya terus menerus berbunyi. Padahal, dia sudah memasang sign "do not distrub" pada pintu kamarnya dengan harapan dia masih bisa tidur santai. Dengan malas, Tian mengambil kruk yang dia sandarkan di samping tempat tidurnya dan betapa terkejutnya dia saat di depannya sekarang sudah ada Markus, Siska, Anne, Joenathan, Reynald dan Feli.
"Lha kenapa pada kemari semuanya ya?" Pertanyaan polos dengan wajah tanpa dosa dari Tian itu justru membuat Markus menggeram tertahan.
"Masih nanya kenapa semuanya di sini? Sini papa kasih tahu" Markus lalu menjewer telinga Tian dan menggeret pelan Tian masuk ke kamarnya. Di dudukkannya Tian di tempat tidur, lalu semuanya berdiri mengelilingi Tian. Seolah Tian adalah seorang terdakwa yang sedang tertangkap tangan dan sedang menjalani proses persidangan.
"Papa ngapain liatnya horor gitu?" Tian masih santai sambil tangannya mengelus telinga yang tadi dijewer Markus, seolah tidak terintimidasi dengan tatapan tajam Markus
"kamu itu udah bikin satu rumah ribut. Mama kamu sampe nangis semaleman gara-gara kamu ngilang di kampus. Rey sampe harus menelpon Mario buat cari kamu. Ponsel kamu matiin, gak bisa dihubungi. Kamu juga gak ada kasih omongan mau liburan ke sini. Anne sama Joe juga pusing mikirin kamu yang tiba-tiba ngilang kayak gitu. Semuanya udah mikir yang enggak-enggak soal kamu. Kalau aja malam itu masih ada flight ke sini, kita semua pasti udah langsung berangkat malam itu juga. Pagi tadi kita harus kejar flight paling pagi jam lima pagi buat nyampe ke sini secepat mungkin. Tahu kan kalau flight jam lima pagi kita harus berangkat jam tiga dari rumah? Berarti juga jam dua dini hari kita udah harus siap-siap semuanya" Markus panjang lebar berbicara seolah dia mengeluarkan kekesalan dari hatinya. Dia menjeda sejenak perkataannya, sementara yang lainnya cuma diam saja. Nafasnya masih memburu. Mendengar penjelasan Markus yang panjang dan tanpa jeda, Tian hanya mengerjabkan matanya. Dalam hatinya, dia sebenarnya terharu melihat keluarganya sangat mengkhawatirkan keadaannya. Lalu tiba-tiba saja,
GREB....
Markus menarik tangan Tian, membawanya berdiri dan lalu memeluknya erat. Pelukan yang erat dan hangat dari Markus untuk Tian, pelukan yang baru kali ini Tian dapatkan. Tian gelagapan menghadapi tindakan Markus yang tiba-tiba itu.
"Jangan lakuin lagi ya nak.. Jangan.. Cukup sudah ya nak kejadian kemarin itu udah bikin habis hati kita semua. Papa gak mau kehilangan kamu nak.. Papa gak mau. Jangan hukum papa kayak gini nak, papa gak sanggup. Papa benar-benar gak sanggup kehilangan kamu nak." Markus setengah terisak mengucapkan itu semua. Bahasa tubuhnya menegaskan kalau memang dia sangat tidak mau kehilangan Tian. Suasana berubah menjadi sunyi. Semua terbawa suasana dari interaksi ayah dan anak itu. Setelah setelah beberapa lama, Markus dan Tian merenggangkan pelukan mereka, Tian menatap wajah Markus dengan mata dan hidung yang memerah menahan tangis.
"Papa nangis? Tumbenan banget dah papa nangis kayak gini" Pertanyaan konyol dari Tian membuat yang lain menahan tawa.
"Anak bodoh... Gara-gara kamu papa jadi kayak gini" Markus kemudian tersenyum. Satu tangannya sekarang menopang tubuh Tian agar tetap seimbang, dan satunya lagi mengacak rambut Tian.
"Ya udah, kamu cepetan mandi dulu sana. Kita sarapan bareng di bawah. Fel, kamu ke kamarnya Feinya, biar bisa gabung sekalian. Kita sarapan di bawah ya.." Kali ini Siska yang memberi perintah. Feli hanya mengangguk dan menuruti permintaan Siska.
Mereka memang sekarang menginap di hotel milik Persada Group yang artinya, hotel tersebut juga adalah milik keluarga Markus. Kemarin malam, Markus memang memberikan perintah kalau Tian hanya boleh menginap di hotel milik keluarganya selama di Lombok. Markus juga langsung memerintahkan orang-orangnya untuk menyiapkan semua keperluan keluarganya selama di Mataram.
Jadilah awalnya Tian dan Feinya bermaksud menghabiskan akhir pekan ini dengan pergi berdua saja ke Lombok, sekarang malah menjadi wisata keluarga dadakan. Maka, di sinilah mereka pagi ini, menikmati makan pagi di resto hotel.
"Trus kita sekarang mau kemana?" Reynald bertanya santai pada semua keluarganya yang sekarang berkumpul di lobby hotel. Mereka sedang menunggu mobil yang disewa khusus untuk mengantar mereka menjelajah Lombok di hari sabtu ini. Karena wisata ini dadakan, maka tidak ada rencana sama sekali kemana mereka akan menghabiskan waktu.
"Kalau Tian pengen nyebrang ke Gili, trus mau snorkling di sana. Pasti seru" Jawaban Tian justru mendapat pelototan mata dari Markus
"Kamu mau snorkling? Gak ada! Gak boleh!!" Markus tidak bisa membayangkan bagaimana Tian saat snorkling. Mendengar kalau idenya ditolak mentah-mentah, lalu Tian menyahut
"Ya wes, kita ke Sendang Gile aja gimana?"
"Boy, jalan ke Sendang Gile itu tracking naik turun tangga, mana licin juga di sana karena air terjunnya. Berbatu-batu juga kan disana. Terlalu bahaya buat kamu, boy" Joenathan menyahut. Jawaban Joenathan sontak membuat Markus menahan nafas dan memejamkan matanya. Dua hari ini, Tian sepertinya sengaja memainkan emosi Markus terus menerus.
"Trus? Masak kita cuman stay di hotel doang? Gak seru lah!" Tian mencoba protes. Sebenarnya dia sendiri juga tidak yakin dengan ide yang baru saja dia ucapkan.
"Ya udah, kita ke nyebrang ke Gili, tapi gak ada acara diving, snorkling atau apapun. Gak ada!" Putus final Markus yang tidak bisa dibantah.
Akhirnya merekapun mengikuti Markus. Pagi itu hingga siang, mereka berada di Gili Trawangan. Jika yang lain mengeksplorasi pulau itu, Tian lebih memilih bersantai di kursi pantai. Menikmati angin laut dan udara yang relatif lebih bersih dari udara di kota besar, membuatnya sejenak bisa merilekskan diri. Melihat Tian hanya sendirian, akhirnya Markus menghampirinya, mengambil kursi di sampingnya, lalu mensejajarkan dirinya dengan Tian.
"Gimana? Senang gak?" Tian yang saat itu memejamkan mata sembari menikmati angin laut, sontak membuka mata dan menoleh ke arah sumber suara. Ada Markus di sampingnya sekarang.
"Senang gak senang sih pa. Senang, masih bisa ke sini, bisa nikmati udara pantai yang sejuk. Tapi gak senang juga. Udah nyampe sini, tapi ya cuman bisa duduk doang. Berasa percuma aja pa ke sininya" Markus sangat paham apa yang sebenarnya maksud Tian. Kondisi fisiknya sekarang benar-benar menjadi kendala buatnya untuk bergerak aktif. Markus mendekatkan dirinya ke Tian. Ditaruhnya tanganya ke kepala Tian lalu ditariknya, di dekatkan kepala Tian ke arahnya. Markus mengacak rambut Tian, lalu dikecupnya kepala Tian. Diperlakukan seperti itu Tian hanya diam dan menurut saja.
"Kamu kuat ya nak. Papa yakin anak papa ini anak yang hebat. Anak yang kuat. Anak yang bisa ngadepin apapun ujian hidupnya"
***
Bukan Tian jika tidak terjadi kehebohan dengan segala perilakunya yang susah ditebak. Setelah pulang dari pulau Gili Trawangan dan berbelanja mutiara, mereka langsung menuju hotel untuk beristirahat. Sore hari menjelang malam, mereka sudah berkumpul untuk makan malam, namun Tian tidak nampak. Reynald yang sekamar dengan Tian malah tidak tahu dimana adiknya itu berada sekarang. Markus sudah tidak sepanik kemarin, karena dia tampaknya sudah mulai paham dengan segala perilaku Tian yang tidak bisa diprediksi. Dengan tenang Markus mengambil ponsel dari sakunya, lalu menelpon Tian.
"TIAN!!!! Kamu ngilang dimana sekarang!!!!" Markus sudah tidak bisa menahan rasa geramnya.
"Tian lagi di taman udayana pa. Nih lagi makan sate bulayak. Enak pa.." Tian menyahut geraman Markus dengan sangat santai
"Kamu itu bisa gak, kalau mau pergi kemana ngomong dulu ke papa" Markus masih menggunakan nada tinggi dalam bicaranya.
"Papa tadi kan tidur, gak enak juga mau ketok pintu kamar papa. Tian takut gangguin istirahat papa."
"Arrrggghhh.. Kamu tetep di sana! Jangan ngilang lagi! Papa yang nyusul!! Inget Tian, JANGAN PERGI!!!!"
Kembali, Tian membuat semua keluarga Markus seperti rombongan sirkus. Awalnya hanya Markus sendiri yang berniat menjemput Tian, namun saat mendengar bahwa Tian sedang wisata kuliner dan menikmati sate bulayak, makanan khas lombok, mereka ingin merasakannya juga. Maka, jadilah mereka beramai-ramai menikmati malam Kota Mataram dengan bersantai dan makan malam di Taman Udayana. Sadar atau tidak, sebenarnya dengan kejadian ini membuat keluarga Markus bisa berkumpul bersama kembali dengan suasana yang rileks dan menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melukis Cinta Semesta (Tamat)
RandomTentang cinta Tentang saudara Tentang keluarga Tentang bagaimana seseorang berjuang mendapatkan cinta dan kebahagiaan. Tentang bagaimana seseorang menerima dengan ikhlas Tentang bagaimana seseorang memperbaiki masa lalu cover by: Canva