Part 25

271 27 0
                                    

Perjodohan Untuk Reynald

Tian, Markus dan Siska dalam perjalanan kembali ke kantor dan mereka satu mobil. Sementara Anne yang awalnya bersama dengan mereka, memilih ikut bersama Joe, suaminya dan juga Feli di mobil yang dikemudikan oleh Joe. Suasana dalam mobil masih cenderung kaku. Markus bingung untuk memulai perbincangan karena memang dia dan Siska tidak akrab dengan Tian, walaupun Tian adalah anaknya sendiri. Selama ini fokusnya adalah menyiapkan Reynald sebagai penerusnya di perusahaan yang telah dirintisnya itu sehingga apapun pasti akan terfokus pada Reynald. Fokusnya itu pula yang akhirnya membuat dia berjarak dengan anaknya yang lain.

"Kamu hari ini sibuk?" Akhirnya Markus mencoba membuka obrolan dengan anak bungsunya itu.

"Gak sih pa. Lagi gak ada kerjaan yang sifatnya urgent, Tian juga udah kasih revisian thesis Tian ke dosen, jadi ya gak terlalu sibuk" Tian menjawab sambil tetap fokus pada kemudinya

"Kita mampir ke dealer ya. Kamu bisa pilih mobil apa yang kamu mau. Hitung-hitung sebagai hadiah dari papa ke kamu" Markus tahu jika dia memberikan uang tunai langsung ke Tian, pasti akan ditolak oleh Tian, maka dia ingin mengganti mobil yang sekarang digunakan Tian.

"No need pa. Tian masih nyaman pakai mobil ini. Sekarang, Tian butuhnya adalah mobil yang bisa buat mobilitas Tian plus bisa buat operasional resto Tian dan mobil ini udah bisa mem-back up itu semuanya. Mobil ini murah merah, pas buat Tian yang lagi merintis bisnis baru. Lagipula di rumah masih ada motor kok, jadi kalau mobil ini kepake buat operasional resto, Tian masih bisa pakai motor." Tian menolak penawaran dari Markus. Sampai di titik ini, Markus kemudian sadar bahwa sebenarnya sifat Tian dan Reynald sebenarnya sama. Mereka berdua sama-sama keras dalam pendiriannya. Tian yang dalam pandangan Markus adalah sosok yang childish, namun ternyata bisa lebih dewasa dalam pemikirannya sendiri namun masih ditambah dengan keras kepalanya.

"Oke, tapi nanti kalau kamu butuh apapun, jangan takut ngomong sama papa" Markus memilih untuk mengalah, daripada memaksakan kehendaknya. Dia baru saja ingin menjalin relasi yang lebih baik dengan anaknya itu, dan dia tidak mau merusaknya dengan memaksakan kemauannya.

"Pa, Ma, hm... Tian boleh nanya sesuatu?" Tian sepertinya ragu dan takut untuk bertanya. Setelah melihat anggukan dari Markus dan Siska, Tian melanjutkan

"Ini seandainya, seandainya saja kemarin waktu mama nanya apa Tian dan kak Feli mempunyai hubungan lebih dari teman trus Tian jawab kalau Tian memang ada hubungan sama kak Feli, apa mama akan minta Tian mengalah buat kak Rey?" Pertanyaan dari Tian sungguh di luar dugaan Markus dan Siska. Keduanya bingung harus menjawab apa. Mereka hanya saling tatap dengan tatapan yang sulit diartikan. Fakta lain bahwa Tian sangat kritis dan detail dalam setiap hal juga akhirnya diketahui oleh Markus.

"No need to answer pa, ma.. Tian udah tahu jawabannya kok" Nada bicara Tian tetap santai dan rileks seolah tidak terjadi apapun padanya, padahal sebenarnya hatinya sangat terluka. Tian sangat iri dengan perhatian yang sangat besar dari orang tuanya ke kakaknya itu. Untungnya Tian tidak melampiaskan rasa iri hatinya itu pada hal yang negatif. Sementara Markus dan Siska semakin merasa bersalah terhadap anaknya itu. Mereka kini sadar bahwa secara tidak langsung mereka sudah bersikap pilih kasih pada anak-anaknya.

"Maafin papa ya.. Papa bener-bener gak tahu dan gak nyangka kalau selama ini udah buat kamu dan Anne terluka. Papa pengen perbaiki itu semua. Kasih papa kesempatan untuk perbaiki kesalahan papa sama mama. Papa janji, mulai hari ini papa akan beri apa yang mungkin gak pernah kamu dapat dulu. Maafin dan ijinkan papa ya..." Markus berucap sambil menatap Tian, lalu tangan kanannya memegang kepala Tian dan mengacak rambutnya pelan. Tian merespon apa yang dilakukan oleh Markus dengan senyum dan kemudian dia berkata

"Papa tahu gak? Ini pertama kalinya Tian ngerasain papa megang kepala Tian. Rasanya hangat pa" Perkataan sederhana Tian, sekali lagi meluluhkan hati Markus. Mata Markus memerah menahan airmata. Hatinya terasa trenyuh mendengar perkataan Tian. Telah sekian lama dia mengabaikan kedua anaknya itu, bahkan sampai hal kecilpun dia abai melakukannya. Dia kembali menyadari sudah sangat lama dia tidak mempunyai waktu luang khusus untuk Tian. Siska yang duduk di bangku belakang, malah meneteskan airmatanya, menyadari banyaknya waktu terbuang dengan tidak memperhatikan kedua anaknya itu.

Melukis Cinta Semesta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang