Part 10

339 33 3
                                    

Tugas Membawa Berkah

Jika Feli dan Tian menjalani tugas DL-nya dengan aman dan terkendali, berbeda denga Bagas. Selama berada di Thailand, Bagas dapat melihat bahwa Reynald sangat tidak fokus. Beberapa kali nego dan presentasi proyek dengan klien, Reynald melakukan kesalahan dasar yang cukup fatal. Salah menyebut nama klien, jawaban yang kadang melantur atau tatapan mata yang kurang fokus sering kali terjadi pada Reynald. Melihat bosnya tidak bisa fokus, padahal klien yang dihadapi merupakan klien dengan reputasi internasional, Bagas langsung mengambil alih. Dia tidak mau kalau kepergiannya ke Thailand menjadi sia-sia karena kesalahan bodoh dari atasannya itu.

"Bos, boleh bicara nggak? But it'll be a little personal" Bagas membuka omongan sore itu. Mereka sedang bersantai di kedai kopi di pusat kota Chiang Mai, Thailand.

"Pasti nanyain kenapa saya kurang fokus akhir-akhir ini kan? Kerjaan yang harusnya gampang buat saya, bisa jadi kacau karena kesalahan bodoh dari saya. Iya kan?" Reynald seperti sudah bisa menebak isi otak dari Bagas. Bagas mengangguk, mengisyaratkan jika pikiran bosnya itu benar.

"Gak tahu juga Gas.. Semuanya sejak kita selesai lembur marathon di apartemen saya waktu itu. Lihat Tian dekat sama Feli kok kayaknya hati gak rela gitu. Awalnya sih, saya pikir itu cuman hari itu doang, tapi sering kan kita lihat mereka makan siang berdua, entah di kantin kantor atau mereka keluar makan siang" Akhirnya Reynald berani open up ke Bagas. Bagas tidak terlalu kaget, karena memang sudah mengira hal ini. Sikap dan perilaku Reynald sudah sangat terlihat mengarah ke sana

"Bos udah tahu belum, kalau Feli manggil bos junior dengan mas Tian. Bukan Pak Tian?" Pertanyaan Bagas itu dijawab dengan senyuman dan anggukan dari Reynald.

"Tahu. Tian memang orangnya lebih friendly ke orang yang baru ditemuinya dibanding saya. Tapi untuk bisa se akrab itu tidak mudah buat Tian. Kamu sendiri, lama kan untuk bisa dekat sama Tian. Sampe Tian juga manggil kamu dengan Kak Bagas? Tapi dengan Feli itu semuanya cuman semalam." Lanjut Reynald.

"Saya juga gak tahu sebenarnya saya itu kayak gimana sama Feli. Sekedar kagum, atau memang sudah ada rasa yang lebih, dan parahnya saya gak tahu saya harus bertindak seperti apa. Gak tahu juga kenapa kalau lihat Tian keluar makan atau pulang bareng Feli rasanya kok kayak gak rela gitu." Reynald kembali mengutarakan isi hatinya.

Bagas hanya memilih menjadi pendengar yang baik buat bos-nya ini. Dia berharap dengan mau open up setidaknya bisa membuat perasaannya menjadi lebih ringan. Bagas juga tidak bisa terlalu memberi saran mengingat masalah yang dihadapi oleh bosnya itu masalah hati. Kalau memang ternyata Feli lebih memilih Tian, Reynald harus bisa merelakan. Bukankah perasaan memang tidak bisa dipaksa.

***

Malam ini Tian menikmati suasana Malang yang cukup sejuk. Dia ditemani sama Dimas dan Feli menikmati alun-alun kota Malang. Mereka hanya sekedar duduk, melihat air mancur di tengah alun-alun dan keramaian di alun-alun. Sederhana, namun sudah mampu membuat Tian betah di sana. Tian merasa beruntung tugas kali ini. Dengan tugas ini, dia bisa menjadi lebih dekat dengan Feli dan bahkan bisa berkenalan langsung dengan keluarrganya. Urusan pekerjaannya di Batu sudah hampir selesai. Setidaknya, dia sudah mampu mengurai benang kusut yang ada di project itu. Tian juga sudah melaporkan semuanya ke Markus, ayahnya.

"Mas, beneran tho kalau mas itu baru karyawan magang dan juniornya mbak Cia?" Dimas sebenarnya sudah merasa curiga. Dia tidak yakin jika teman kakaknya itu hanya sebagai karyawan magang biasa.

"Beneran baru karyawan magang. Tanya aja ke kak Feli" Tian agak gelagapan menjawab pertanyaan Dimas. Dia tahu jika adiknya Feli ini mulai curiga.

"Tapi kok Dimas gak yakin tho. Barangnya mas itu lho barang mahal semua. Semuanya ori. Mulai dari ponsel, jam tangan, baju, sepatu sampek parfum. Itu barang mahal semuane kan. Mas Tian tadi juga bayarin kita makan pake platinum credit card kan? Kalau mas karyawan magang, koyokane gak mungkin" Dimas menjelaskan alasannya

"Oohh.. itu.. itu hadiah kok. Dibeliin semuanya." Tian menjawab agak gelagapan. Dia hanya takut jika keluarga Feli tahu yang sebenarnya, mereka tidak sehangat itu menyambutnya. Pasti ada rasa sungkan jika mereka tahu yang sebenarnya. Itu yang dihindari oleh Tian.

"Dimas itu tahu gajinya mbak Cia berapa. Kalau mas Tian statusnya magang, berarti dibawahnya gaji mbak Cia kan. Trus, mas hidup di Jakarta yang apa-apa serba mahal. Lalu buat beli barang-barang yang mas pake itu? Opo yo mungkin tho mas?"

"Mas Tian itu beneran statusnya sebagai karyawan magang. Bener juga kalau dia itu juniornya mbak di kantor. Tapi dia itu anaknya pemilik perusahaan. Palingan kalau udah kelar kuliahnya langsung jadi bosnya kakak kok. Bener kan pak bos junior?" Kali ini Feli yang berkata. Dia tadi bermaksud membeli kacang rebus buat teman nongkrong mereka. Saat dia sudah sampai di belakang mereka, dia bisa mendengar percakapan Tian dan Dimas.

"Hehehe... ya gitu deh..." Tian tertawa nyengir. Dia tidak bisa mengelak lagi. Semuanya sudah ketahuan. Dimas hanya melongo saat Feli selesai menjelaskan siapa sebenarnya Tian. Ternyata kecurigaan Dimas bahwa Tian bukanlah orang sembarangan terbukti benar.

"Dim, tapi jangan kasih tahu bapak sama ibu ya. Gak enak nantinya" Pinta Tian ke Dimas. Dimas hanya mengangguk pelan menyetujui permintaan Tian.

Selama di Malang Tian memang diperlakukan dengan baik oleh keluarga Feli. Tian sendiri merasa sangat nyaman. Seperti tinggal di rumah sendiri. Dia juga mudah akrab dengan Dimas, adiknya Feli yang masih bersekolah. Tian yang notabene anak bontot seperti mendapat sosok adik yang selama ini dia impikan. Sudah seperti tidak ada sekat lagi diantara dia dengan keluarga dari Feli. Namun, Tian yakin jika keluarga Feli mengetahui yang sebenarnya, maka sikap mereka pasti akan berubah dan tidak sehangat ini lagi.

Dari lima hari yang dijadwalkan, Tian dan Feli bisa menyelesaikan tugasnya lebih cepat sehari. Hingga mereka bisa kembali ke Jakarta lebih cepat dari jadwal yang ditentukan. Saat akan packing karena besok pagi mereka harus terbang ke Jakarta, Feli dan Tian dibuat shock. Bagaimana tidak, Retno mempersiapkan dua kardus ukuran besar yang diisi dengan bermacam panganan khas malang, ayam ungkep buatannya, serundeng daging, dan berbagai macam makanan lainnya.

"Buk. Ini Cia mau pergi kerja lho. Bukan mau transmigrasi. Opo wae tho iki buk?" Feli hanya geleng-geleng melihat kelakuan ibunya.

"Iki siji edhang karo nak Tian. Arek iku seneng koyokane karo kripik tempe. Mesthi njupuk akeh nek onok kripik tempe. Ndemenakno temenan arek sithok iku." Ujar Retno sambil menata semuanya di kardus. Tian yang mendengar namanya dipanggil jadi bingung. Dia tidak tahu apa yang dikatakan berhubung Feli dan ibunya berbincang dengan bahasa jawa.

"Kak, kayaknya kita mending naik kereta aja. Gak mungkin kan bawa kardus segede itu sama barang bawaan kita pakai pesawat. Biaya bagasi bisa bengkak juga kak. Tian booking kereta aja ya kak?" Ujar Tian sambil membantu Retno memasukkan barang-barang ke kardus ukuran besar. Feli hanya mengangguk saja mengikuti saja kemauan Tian. Mau naik pesawat ataupun naik kereta tidak masalah buat Feli.

"Lha yo bener kuwi. Numpak sepur wae. Luweh murah tho. Kan isok ngirit. Opo maneh nak Tian iki durung diangkat. Ngesakno. Ojok boros-boros. Ditabung duite." Kini Feli paham, mengapa bapak ibunya mengajak Tian untuk menginap di rumahnya. Mereka berpikir bahwa Tian adalah karyawan magang dengan gaji seadanya. Mereka tidak tahu jika sebenarnya Tian adalah anak pemilik perusahaan dimana Feli bekerja. Feli tidak membayangkan bagaimana jika bapak ibunya tahu jika sebenarnya Tian adalah anak pemilik perusahaan.

Akhirnya, Tian dan Feli kembali ke Jakarta dengan menggunakan kereta api. Tian yang terbiasa bepergian menggunakan pesawat dan baru kali itu menggunakan moda transportasi kereta api tentu sangat excited. Feli sudah seperti membawa seorang adik yang tidak tahu apa-apa. Kadang juga dia jengah pada Tian yang selalu menanyakan segala sesuatu ke Feli dan Feli harus dengan sabar menjelaskan ke Tian. Perjalanan 10 jam menggunakan kereta api dari Malang ke Jakarta diisi obrolan ringan dan santai. Menjadikan mereka lebih akrab dan memahami satu sama lainnya.

Melukis Cinta Semesta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang