Part 6

385 37 0
                                    

Pulang Bareng Atau Kencan

Sore hari jam tiga, akhirnya semua pekerjaan yang mengharuskan mereka lembur selesai juga. Berempat mereka akhirnya bisa bernafas lega. Bagas dan Tian segera membereskan semua berkas yang masih berserakan, sementara Feli membereskan sisa-sisa makan siang dan membersihkan area dapur yang kotor karena dia gunakan siang tadi. Setelah selesai mereka bersantai sejenak di ruang tivi. Rey sendiri masih berkutat dengan laptop di depannya. Dia tampak tidak terusik dengan segala kesibukan di depannya itu, hingga Tian berkata:

"Kak Fel, ntar jadi kan?" pertanyaan singkat Tian pada Feli sukses membuat Reynald mendongakkan kepalanya

"Memang kalian mau ngapain?" Rey tidak sabar dengan rasa penasarannya.

"Hehehe.. Kerjaan lembur kan udah kelar kak, Tian mau ngajak kak Feli pergi ke satu tempat" Jawaban Tian semakin membuat Reynald bertambah bingung. Sebenarnya Reynald ingin lebih menanyai mereka berdua soal jawaban Tian itu, namun dia mengurungkannya. Dia tidak mau terlihat terlalu perhatian dengan Feli. Benak Reynald saat ini dipenuhi dengan satu pertanyaan, sedekat apa hubungan adik dan sekretarisnya itu? Mereka bahkan baru bertemu dan berinteraksi kali ini saja.

"Ayo kak, ntar keburu malam" Tian lalu menggandeng tangan Feli lembut dan menariknya. Feli yang tersadar lalu berkata

"Bentaran dulu, pamit dulu sama pak Rey dan mas Bagas" Feli lalu beranjak dan menuju Reynald. Dia segera memberesi barang-barangnya dan memasukkan kembali ke backpack-nya yang sudah kosong. Dia juga sudah berganti kembali mengenakan kaos dan celana jeans setelah tadi tampil rapi saat mengikuti misa pagi.

"Pak, ini udahan kan ya lemburannya. Semua dokumen tadi sudah saya back up dan udah saya email juga ke bapak. Saya pamit balik dulu" Feli dengan sopan berpamitan pada Reynald. Mendengar itu, Reynald hanya menjawab dengan anggukan kepala saja. Setelah merasa mendapat ijin, Feli kemudian kembali mengalihkan pandangannya pada Tian dan Bagas yang saat itu duduk bersebelahan.

"Mas Bagas, balik duluan ya" Pamit Feli pada Bagas.

"Fel, kamu balik sama siapa? Naik ojek kayak biasanya?" tanya Bagas kemudian

"Kak Feli bareng sama Tian, lagian kita udah janjian pergi ke satu tempat" Justru Tian yang menjawab pertanyaan Bagas. Kembali, Bagas dan Reynald saling pandang. Tampaknya Bagas dan Reynald kembali memiliki pertanyaan yang sama di benak mereka.

Tian sebenarnya tahu tentang itu semuanya, namun dia justru sengaja membuat kalimat yang bisa menimbulkan multitafsir bagi yang mendengarnya. Sekarang Tian justru dengan sengaja membawa backpack milik Feli dan kemudian merangkul pundak Feli sebelum meninggalkan apartemen reynald.

"Kak Rey sama kak Bagas, Tian balik duluan. Sekalian mau keluar dulu sama kak Feli" pamit Tian pada Reynald dan Bagas yang masih terdiam. Reynald yang tersadar akan keterkejutannya langsung berusaha menormalkan wajahnya. Dia hanya mengangguk pada Tian, namun wajahnya tidak bisa menutupi dari rasa keterkejutannya itu.

"Bos, yakin gak apa-apa? Pandangannya gitu banget sama adek sendiri?" Bagas langsung bersuara ketika Tian meninggalkan apartemen Reynald.

"Mereka saling kenal gitu? Trus tadi katanya mau ke satu tempat? Emang mereka mau kemana?" Reynald memberondong Bagas dengan pertanyaan yang hanya dijawab gelengan singkat oleh Bagas.

"Lha meneketehe bos. Mereka kayaknya emang baru ketemu hari ini, tapi langsung klop gitu ya? Cocok gitu lihatnya" Ujar Bagas sambil mengetuk-ngetuk dagunya sambil memasang wajah serius seperti memikirkan sesuatu.

"Kalau udah selesai, bisa balik. Aku mau tidur. Capek abis lemburan" ucap Reynald ke Bagas. Bagas yang sangat paham bahwa itu adalah pengusiran atas dirinya dan juga paham jika kondisi mood Reynald sedang gak bagus karena ulah adiknya, maka Bagas memilih untuk segera pamit pulang.

***

Suasana di mobil Tian cukup hening. Rasa canggung masih meliputi, terutama Feli. Bagaimana tidak canggung jika yang di sampingnya itu adalah adik dari atasannya sendiri sekaligus anak pemilik perusahaan. Tian sendiri sebenarnya pribadi yang cukup ramah dan mudah bersosialisasi, namun karena kini lawan bicaranya seperti membentengi diri maka dia sendiri merasa kurang bisa lepas dalam berinteraksi dengan Feli.

"Kak, nanti tunjukin arahnya ya? Tian gak seberapa hapal daerah sini soalnya" Tian berkata sambil terus fokus pada pandangannya.

"Memangnya kita mau kemana sih pak?" Mendengar dirinya dipanggil pak, Tian langsung mendengus kasar pada Feli

"Kak, usia kakak itu lebih tua dari Tian, gak usah panggil pake embel-embel pak dong. Berasa tua banget dah dipanggil bapak-bapak"

"Gak sopan lha pak. Kan Pak Tian anak dari Pak Markus dan adiknya Pak Rey" Feli masih mencoba menolak permintaan anak pemilik perusahaan tempatnya bekerja itu.

"Yang punya perusahaan itu papa, yang direktur umum itu kakak, bukannya Tian. Bahkan status Tian cuman karyawan magang doang. Masih tinggian kakak yang udah karyawan tetap kan? Udah panggil nama langsung aja" Ucap Tian panjang dan terkesan tidak mau dibantah.

"Hm.. Aku panggilnya Mas Tian aja ya. Gak sopan banget kalo langsung manggil nama" Akhirnya Feli mengalah. Dia tidak mau ambil risiko melawan anak dari pemilik perusahaan. Dia memilih mengalah daripada nanti tiba-tiba ada surat PHK di meja kerjanya. Dalam benaknya Feli berpikir antara kakak sama adik sama saja, sama-sama tidak mau dibantah kalau sudah berpendapat.

"Hm... Mas Tian.. Much better than pak sih. okelah gak masalah dipanggil mas-mas. Anyway, kakak harus terbiasa Tian panggil dengan kakak ya" ucap Tian sambil tersenyum penuh arti.

"Terbiasa? Maksudnya?" Tanya Feli penasaran. Sebenarnya sejak awal bertemu dan berinteraksi dengan Tian, dia sudah banyak menyimpan pertanyaan. Mengapa adik bosnya itu sangat ramah dan mudah membuka diri padanya. Karena setahunya saat di kantor, Tian tipe orang yang tidak terlalu mudah bergaul. Tidak banyak omong juga. Memang tidak sedingin dan sekaku Reynald, tapi bukan juga orang yang cukup mudah berinteraksi dengan Tian.

"Tian punya feeling kalo nantinya kita bukan hanya sekedar teman atau rekan kerja dan biasanya feeling Tian cukup kuat sih kak" Jawaban Tian ini malah makin membingungkan buat Feli. Tian dianugerahi Tuhan dengan insting dan intuisi yang kuat. Seringkali intuisinya tidak meleset. Dia sendiri juga tidak tahu, mengapa perasaannya mengatakan bahwa Feli akan menjadi dekat dengannya.

"Gak usah dipikirin jauh kak, let's time reveals. Bukan hal yang buruk juga kan kalau seandainya memang kejadian beneran" Lanjut Tian sambil melihat kebingungan di wajah Feli.

Feli kembali diam dan Tian kembali fokus mengemudikan laju mobilnya menuju kos Feli. Tian paham bahwa kondisi mereka berdua sudah capek dan butuh istirahat setelah lembur di hari sabtu dan minggu kemarin, maka Tian berencana langsung mengantar Feli ke kos-nya. "Pergi ke satu tempat" yang dimaksud oleh Tian itu sebenarnya adalah kos Feli. Sepulang dari gereja, Tian memang sudah berjanji pada Feli bahwa dia akan mengantar Feli pulang ke kos-nya. Tian sengaja membuat kalimat yang membuat orang yang mendengarnya bisa menafsirkan macam-macam. Bukan tanpa alasan, karena Tian sebenarnya tahu bahwa kakaknya sudah menaruh perhatian lebih pada Feli. Tuhan menganugerahkan feeling yang sangat kuat pada Tian dan Tian sendiri bisa merasakan itu. Tian ingin tahu lebih lanjut bagaimana reaksi Reynald melihat tingkahnya yang seolah-olah sedang pendekatan pada Feli.

Semenjak jawaban Tian yang seringkali membingungkan, Feli lebih memilih ngobrol dengan topik bahasan yang santai dan tidak terlalu berat untuk mereka. Begitulah, mereka layaknya dua orang yang telah lama saling mengenal satu sama lainnya. Keduanya terlarut dalam pembicaraan yang membuat mereka lebih mengenal satu sama lainnya. tidak ada suasana kaku dan canggung lagi diantara mereka. Baik Feli maupun Tian nampak akrab dan saling bersikap hangat satu dengan lainnya.

Melukis Cinta Semesta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang