(Calon) Mertua
Tian masih fokus dengan jalanan di depannya. Sementara di kursi penumpang sampingnya, duduk Feinya. Setelah memeriksa Reynald tadi, Tian mengantar Feinya untuk pulang ke rumahnya. Baru kenal sekali, membuat mereka agak canggung dan bingung untuk memulai perbincangan. Jadilah di mobil itu suasana cukup sepi. Hanya ada musik yang mengalun dari audio system yang ada di mobil Tian.
"Kak, Fei boleh nanya gak?" Feinya akhirnya memberanikan diri memulai perbincangan. Dia yang aslinya sangat banyak omong, tentu sudah tidak betah untuk terjebak dalam situasi diam dan canggung.
"Boleh.. Tapi gak gratisan lho! Ada tarifnya" Tian tentu saja dengan suka melayani gadis yang menjadi incarannya itu. Naluri isengnya langsung muncul.
"Iih.. Katanya ayah bunda, kita itu gak boleh pelit kalau ada orang yang minta tolong sama kita"
"Iya.. Iya.... Memangnya mau nanya apa sih?" Tian malah bertambah gemas melihat tingkah Feinya seperti itu. Bagaimana bisa dokter tapi masih memiliki sifat manja seperti itu. Bagaimana Feinya saat menghadapi pasien ya? Apa unik ini juga? Unik. Itu yang ada di benak Tian saat ini.
"Gini ya kak, waktu kita ketemuan kemaren di mall itu, kan kakak bilangnya kakak itu adiknya kak Cia. Trus, tadi waktu Fei periksa bosnya kak Cia, Fei denger kalo kakak manggil bosnya kak Cia dengan kak Rey. Jadi kakak itu adiknya kak Cia atau bosnya kak Cia?" Feinya memang sejak tadi penasaran setelah dengan tidak sengaja memperhatikan interaksi antara Tian dan Reynald.
"Kakak itu adiknya kak Rey, cuman kakak juga udah deket banget sama kak Feli. Kakak juga udah anggap kak Feli itu kakak sendiri. Sama, udah anggap Dimas juga adik sendiri. Sama bapak ibunya kak Feli juga. Kakak kalau ke Malang nginepnya juga di rumah kak Feli, bukan di hotel kok" Tian akhirnya menjelaskan pada Feinya. Berawal dari pertanyaan sederhana itu, akhirnya situasi bisa mencair. Mereka akhirnya terlibat obrolan ringan. Tidak ada lagi situasi canggung diantara mereka.
Sampailah kini mereka di depan rumah Feinya. Setelah memarkirkan mobilnya, Tian ikut turun dan masuk ke rumah. Di teras rumah, mereka sudah ditunggu oleh Mario dengan wajah yang tidak bersahabat.
"Bang Iyok kenapa di sini? Mau gantiin pak iman jadi satpam?" Tanya Feinya santai tanpa dosa. Mario langsung mendengus mendengar adiknya itu menyamakan dirinya dengan satpam
"Abang tadi ke rumah sakit, mau jemput kamu, tahunya kamu udah balik duluan! Ngapain gak kabarin abang? Trus kok diantar sama temen yang baru kamu kenal itu?" Mario langsung memberondong Feinya dengan banyak pertanyaan. Sangat jelas terlihat jika dia khawatir sekali dengan adiknya itu.
"Abang, nanya itu satu-satu. Feinya kan bingung mau jawab gimana. Iya, tadi Feinya pulang sama kak Cia sama kak Tian. Bosnya kak Cia tuh sakit, trus kak Cia minta tolong Fei buat periksa bosnya. Abis periksa, ini diantar sama kak Tian. Fei gak bisa nelpon, battery ponsel Fei habis." Feinya menjelaskan tak kalah panjang dengan pertanyaan Mario. Sementara Mario hanya diam saja sambil memperhatikan dengan tajam pada Tian.
"Kamu.... Kamu Christian Adiwijaya kan? Anak bungsu dari Markus Adiwijaya? Kenapa kemarin waktu kenalan bilang kalau kamu adiknya Cia? Mau bohongin adik saya?" Semenjak mereka bertemu di mall, Mario langsung mencari informasi mengenai siapa itu Tian. Belum sempat Tian menjawab, keluarlah Mentari dari dalam rumah. Mentari hari ini memang tidak ada jadwal jaga poli, jadi hanya ke rumah sakit untuk visite saja.
"Ada apa ini? Pagi-pagi kok udah rame. Gak enaklah sama tetangga" Ujar Mentari mencoba menenangkan anak sulungnya itu.
"Ini nih bun.. Biasa abang.. Mesti dah sewot kalau Fei pulang dianterin cowok. Oh, ya ma ini kenalin, namanya kak Tian" Ucap Feinya memperkenalkan Tian ke Mentari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melukis Cinta Semesta (Tamat)
RandomTentang cinta Tentang saudara Tentang keluarga Tentang bagaimana seseorang berjuang mendapatkan cinta dan kebahagiaan. Tentang bagaimana seseorang menerima dengan ikhlas Tentang bagaimana seseorang memperbaiki masa lalu cover by: Canva