Part 7

371 34 3
                                    

Masih Penasaran

I hate Sunday. Ungkapan itu pula yang sekarang diamini oleh Feli. Badannya masih saja capek selepas dari lembur maraton dua hari yang lalu. Dia sudah mencoba mengistirahatkan badannya dengan tidur selepas diantar oleh Tian, namun tetap saja capeknya belum hilang. Meski badannya masih saja remuk redam, pagi ini dia harus sudah on di kantor. Jam masih menunjukkan pukul delapan kurang seperempat pagi. Berarti masih ada seperempat jam lagi untuknya mencoba mengembalikan mood kerja yang masih belum muncul juga. Bergegas, Feli ke pantry dan seperti biasa dia segelas green tea dan donat dengan toping coklat kacang sudah berhasil membuat Feli menaikkan moodnya.

Selesai menikmati sarapan paginya, Feli kembali ke kubikelnya. Dia melangkah santai, mencoba menikmati hari-harinya. Melewati beberapa rekan kerja, Feli hanya tersenyum dan sesekali menundukkan kepala saat berhadapan dengan rekan kerja yang lebih senior dibandingkan dengannya. Sesampai di kubikelnya, Bagas sudah duduk manis di kursinya dan menyiapkan beberapa berkas dokumen untuk dikerjakannya. Saat Feli datang, dia melirik sejenak ke Feli dan kemudian kembali menekuni pekerjaannya. Sebenarnya mulut Bagas sudah gatal ingin bertanya ke Feli perihal kemarin sore, dimana Feli dan Tian pulang bersamaan dari apartemen Reynald.

"Fel, gimana? Udah enakan? Masih capekkah habis lembur marathon dua hari kemarin?" Bagas membuka omongan. Bagas tahu dan paham bahwa lembur marathon kemarin adalah hal pertama bagi Feli. Namun, Bagas juga salut dengan Feli, karena dia tidak mengeluh sama sekali dan bisa menyelesaikan semua beban kerjaannya dengan baik.

"Belum fit bener sih mas. Masih agak-agak kaku gitu badan. Tadi aja dari pantry langsung bikin green tea. Lumayanlah mas bisa jadi mood booster" Jawab Feli sambil masih terus menata beberapa berkas di hadapannya.

"Emang kemarin sama bos junior kemana Fel?" Rasa penasaran Bagas sudah tidak tertahan. Bagas memang memanggil Tian dengan sebutan "bos junior" mengingat hanya tinggal tunggu waktu saja Tian akan menjadi bos di perusahaan milik ayahnya itu.

"Bos junior? Mas Tian maksudnya?" Tanya Feli balik ke Bagas. Mendengar bahwa Feli menyebut Tian dengan sebutan "Mas Tian" membuat jiwa kepo Bagas menjadi semakin naik. Kemarin Tian yang memanggil Feli dengan tambahan embel-embel "kak", sekarang Feli yang memanggil Tian dengan "Mas Tian", belum lagi tentang kedekatan dan interaksi mereka berdua saat di apartemen Reynald. Bagas yang berusaha merangkai fakta-fakta unik yang tertangkap indera-nya.

"Bentar Fel, lo tadi manggilnya apaan? Mas Tian? Wiihh udah berani ya manggil pake mas segala ke bos junior" Bagas yang sudah tidak sabar, akhirnya menghampiri Feli, menggeret kursinya dan mengambil posisi duduk di samping Feli. Feli sebenarnya sudah pengen tertawa ngakak melihat tingkah Bagas, namun dia langsung ingat ucapan Tian saat mengantarnya pulang

"Kak, ntar kalau ditanyain kak Rey atau Kak Bagas soal kita, bikin jawaban yang nge-gantung kayak yang Tian bikin ya. Tian pengen mereka penasaran terus.. hehehehe" Feli tidak tahu sebenarnya apa rencana Tian, namun dia lakukan saja apa yang diminta Tian. Bukan sesuatu yang sulit juga, menurut Feli.

"Lha emang orangnya sendiri yang mau kok. Awalnya sih Feli manggil dia dengan pak Tian, lha tapi dia malah marah-marah, gak mau dipanggil pake embel-embel pak. Katanya dia masih muda, gak pantes dipanggil pake pak. Maunya malah dipanggil langsung nama aja. Ya karena gak sopan juga, trus Feli tetap pake mas kalau manggil" jawaban panjang Feli justru membuat Bagas geleng-geleng kepala.

"Trus..Trus? Kemarin kencan kemana aja abis lemburan? Katanya kemarin janjian mau pergi ke satu tempat?" Bagas memberondong Feli dengan pertanyaannya, namun belum sempat Feli menjawab, tiba-tiba di hadapan mereka sudah berdiri dengan tegapnya Reynald. Sudah cukup lama dia berdiri di depan mereka berdua, hingga dia bisa mendengar apa yang kedua sekretarisnya itu perbincangkan.

"EKHEM" Reynald berdehem keras. Feli dan Bagas yang mendengar deheman keras itupun langsung mendongakkan kepala. Melihat wajah atasannya yang tidak bersahabat, Feli dan Bagas hanya bisa memberikan cengiran salah tingkah. Bagas lalu menarik kembali kursi dan kembali ke tempatnya.

"Pagi-pagi ghibah tuh kayaknya enak banget ya?" Sindir keras Reynald pada kedua sekretarisnya. Dia hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah laku kedua sekretarisnya itu. Mau marah juga rasanya percuma karena kinerja mereka memang selalu bisa diandalkan.

"Berdua ke ruangan!" Perintah tegas Reynald. Feli dan Bagas langsung menciut dan langsung mengambil notes dan mengikuti Reynald ke ruangannya. Tidak ada pilihan lain bagi mereka saat mendengar perintah keras Reynald.

***

Jam makan siang, namun Feli masih ada di ruangannya. Dia masih berkutat menyelesaikan beberapa pekerjaannya. Dia masih menunggu Tian, karena memang mereka sudah janjian untuk makan siang di luar. Sembari menunggu Tian datang, dia menyelesaikan beberapa berkas yang harus di kompilasi dan beberapa laporan perjalanan dinas yang dilakukan oleh Reynald.

"Kak Fel, sorry ya telat. Gimana, jadi kan kita keluar?" Tian yang muncul langsung menuju ke kubikel milik Feli disertai senyum manisnya. Mendengar itu, Feli kemudian berdiri, merapikan mejanya dan kemudian melangkah mendekati Tian. Mereka berdua lalu berjalan hendak meninggalkan ruang kerja sekretaris. Bagas yang melihat itu semua kembali, otak Bagas dipenuhi dengan tanda tanya besar.

Saat Tian dan Feli berjalan melewati ruang Reynald, tepat saat Reynald membuka pintu hendak keluar untuk makan siang. Melihat adik dan sekretarisnya berjalan bersama, bahkan Tian terlihat menggandeng tangan Feli, langsung melihat tajam ke Tian.

"Kak, pinjem kak Feli bentaran ya. Mau makan siang di luar. Lagi gak ada jadwal kan ya?" Ucap Tian saat tahu jika kakaknya memandangnya tajam. Tian masih santai saja walau dengan tatapan tajam dari Reynald. Dia tidak terusik sama sekali dengan tatapan membunuh dari Reynald.

"Saya istirahat siang dulu pak. Mari duluan pak" Ucap Feli sopan pada atasannya itu

"Ok. Jangan lupa balik tepat waktu. Jangan mampir kemana-mana. Ingat ini masih jam kerja. Awas kalau sampe kantor nanti telat." Reynald memperingatkan keduanya. Sebenarnya Reynald tidak suka dengan pemandangan di depannya tersebut, namun dia juga tidak mempunyai alasan untuk melarang baik adiknya maupun Feli. Dalam benak Reynald, mereka berdua tidak hanya sekedar makan siang. Mungkin mereka kencang di siang hari, memanfaatkan waktu jam makan siang. Hal itu bisa terlihat dari gelagat, terutama gelagat Tian yang nampak selalu nempel di Feli.

"Santai aja kak. Ntar balik pasti tepat waktu kok. Cuman makan siang ini doang. Tian jamin itu" Jawab Tian santai. Sesudah berkata itu, Tian kembali menggandeng tangan Feli yang tadi sempat terlepas saat mereka tengah ngobrol di depan pintu ruang Reynald. Mata Reynald tidak pernah lepas memandang keduanya, bahkan ketika keduanya hingga keduanya menghilang di lift. Bagas yang melihat bagaimana Tian dan Reynald, langsung menghampiri Reynald saat Tian dan Feli telah beranjak pergi.

"Bos, kalau memang ada rasa lebih, tunjukin dong. Cewek itu tuh butuh cowok yang mau ungkapin perasaannya. Yaa.. kecuali emang bos relain Feli buat pak bos junior. Itu beda cerita sih" Bagas kembali jadi kompor buat Reynald, sementara Reynald hanya bisa mendengus kasar mendengar perkataan Bagas itu. Namun, jauh di lubuk hatinya, dia sepertinya harus mengambil keputusan, apakah akan memperjuangkan Feli karena memang sudah terlanjur menyukai sekretarisnya itu ataukah dia akan melepas Feli untuk Tian, adiknya. Pilihan yang sangat sulit buat Reynald mengingat bahwa dirinya sendiri masih belum yakin akan apa yang hatinya rasakan saat ini. Apakah dia hanya mengagumi sesaat sosok Feli yang dinilainya ceria dan mampu mengerjakan semua tugas darinya ataukah dia memang menjatuhkan hatinya pada Feli, dia sendiri masih belum bisa menjawab. Hanya satu yang pasti, ada rasa tenang dan nyaman setiap kali Reynald berdekatan dengan Feli. Hatinya ikut berbunga saat melihat Feli bisa tersenyum dan tertawa dengan lepas.

Melukis Cinta Semesta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang