Families Meeting
Dua minggu berlalu. Rumah keluarga Feli hari sabtu ini tampak lain seperti biasanya. Berbagai jajanan ringan dan buah-buahan ada di meja ruang tamu. Terdapat pula minuman khas kota Malang tersaji lengkap. Mereka tampaknya sudah siap menerima tamu yang cukup penting. Agus dan Retno sebenarnya sangat kaget ketika tiba-tiba Feli pulang ke Malang dan kemudian menceritakan semuanya termasuk tentang rencana perjodohan dari Markus dan Siska dengan Reynald. Kedua orang tua Feli menyerahkan sepenuhnya urusan perjodohan dan pernikahan itu pada Feli sendiri, jadi apapun keputusan dari Feli, Agus dan Retno akan mendukung saja.
"Oalah nduk. Kok yo cepetmen leh mu oleh bojo. Sedhiluk maneh arepe dadi bojone uwong. Trus mari ngunu awakmu diboyong nang Jakarta. Mengko nek ibumu iki kangen piye?" Retno membelai lembut rambut Feli. Dirinya masih tidak percaya dengan peristiwa ini.
"Uwes tho bu. Malah ngesakno awak wedokmu iku. Yo memang takdire nek urip iku jejodhoan. Nek ancene kangen yo kari budhal nang Jakarta wae. Ngunu wae kok yo bingung tho" Agus sebenarnya juga masih cukup berat melepas Feli. Tapi seperti yang tadi dibilang, bahwa memang sudah menjadi garis takdir bahwa setiap manusia memang akan selalu hidup berjodoh. Setiap anak pasti akan meninggalkan orang tuanya dan hidup berumah tangga. Melihat perlakuan dari kedua orang tuanya itu, Feli langsung terharu. Jika ditanya apakah dia siap atau tidak, maka dengan tegas dia akan mengatakan bahwa dia tidak siap untuk bersanding dengan Reynald.
"Nyuwun doa nggih pak, bu" Jawab Feli singkat, dia tidak tahu harus berkata apa lagi pada orang tuanya itu. Kedatangannya ke Malang dan menceritakan semua kisahnya saja sudah membuat kedua orang tuanya shock. Dia tidak mau menambah dengan kesedihan yang tidak perlu.
Tok..Tok..Tok...
Mendengar suara pintu, bergegas Agus dan Retno menuju ruang tamu. Feli hanya mengikuti dari belakang kedua orang tuanya. Saat pintu terbuka, di hadapan Retno berdiri Tian dengan senyumnya yang sangat cerah dan lebar. Sementara di belakangnya ada Markus dan Siska juga dengan senyum yang mengambang di bibir mereka.
"Oalah, kok gak ngomong tho nduk. Tibakno arek mbois sithok iki tho calonmu. Walah mantuku, mbois tenan rek." Retno dengan heboh menyambut Tian. Bahkan saat Tian hendak mencium punggung tangan Retno, justru Retno merangkul Tian erat, menangkupkan tangannya pada kedua pipi Tian. Diperlakukan seperti itu, Tian hanya pasrah menerimanya. Dia sudah cukup mengenal Retno dengan segala kehebohannya.
"Ekhem.." Agus berdehem sebagai kode bahwa di belakang Tian masih ada orang tuanya, dan mereka masih berada di teras rumah, belum dipersilakan untuk masuk.
"Eh, Maaf mari bapak ibu silakan masuk" Ujar Retno sambil mempersilakan Tian, Markus dan Siska ke dalam rumah. Setelah mereka duduk dan berbasa-basi sekedarnya, maka kini Markus mengambil alih suasana.
"Bapak, ibu, adapun maksud kedatangan kami kesini adalah kami ingin meminang putri ibu, Felicia untuk anak kami, Reynald" Melihat bagaimana interaksi antara Tian dan Retno tadi, Markus dapat menilai bahwa Retno mengira Tian adalah lelaki yang ingin dijodohkan untuk Feli.
"Lho, bukannya nak Tian?" Ekspresi Retno kebingungan karena dia masih menganggap bahwa yang akan menjadi menantunya adalah Tian. Retno lalu menatap ke Feli seolah meminta jawaban.
"Sanes Tian bu. Dengan pak Reynald. Pak Rey itu kakaknya Tian. Kalau sama Tian, Cia udah anggep adik sendiri, sama kayak Dimas" Feli menjelaskan dengan singkat namun mudah dimengerti oleh semuanya. Markus dan Siska hanya tersenyum melihat calon besannya itu.
"Jadi bagaimana pak Agus dan bu Retno, apakah diterima pinangan kami? Ini memang bukan lamaran resmi pak, hanya sekedar kami ingin meminta kesediaan dari bapak dan ibu. Jika nanti memang bapak dan ibu bersedia, kami akan datang kembali untuk melamar secara resmi" Markus kembali menanyakan mengenai kesediaan dari Agus dan Retno.
"Saya akan menyerahkan keputusan ini pada Cia. Apapun nanti yang diputuskan dan dikatakan oleh Cia, kami akan mendukungnya" Jawab Agus sambil melihat pada Feli. Menjadi pusat perhatian dari semua yang ada di ruangan itu, Feli menarik nafasnya lalu kemudian berkata
"Sebelum lamaran secara resmi dan melangkah pada jenjang pernikahan, saya sebenarnya ingin mengenal lebih jauh tentang pak Rey. Selama ini saya hanya mengenalnya sebagai figur atasan saya saja. Tidak lebih dari itu" Jawaban yang diutarakan Feli ini membuat bingung semua yang ada di ruangan itu.
"Maksudnya gimana, Fel?" Tanya Markus tidak sabar. Markus takut jika ini adalah cara halus Feli untuk menolak. Namun, jika Feli menolak, bukankah dia bisa mengutarakan dari awal sebelum terjadinya pertemuan dua keluarga ini?
"Ijinkan saya dan pak Rey mengenal terlebih dulu. Biarkan kami berproses dan saling memahami satu dengan lainnya. Bukan saya sebagai sekretarisnya pak Rey atau pak Rey sebagai atasan saya. Biarkan saya sebagai Feli dan pak Rey sebagai dirinya sendiri, lepas dari jabatannya di kantor. Setelah saling mengerti dan memahami pribadi satu dengan lainnya, dan apapun keputusan kami nantinya terkait dengan hubungan kami, Feli harap semua dapat menerimanya" Markus tersenyum mendengar jawaban panjang dari Feli. Hatinya semakin yakin bahwa pilihannya tidak salah. Jawaban Feli mengisyaratkan bahwa dia bukanlah wanita materialistis yang hanya memandang Reynald hanya dari materinya saja. Kalau hanya memandang dari materi saja, tentu Feli akan langsung setuju atau bahkan mendesak untuk segera menikah.
"Bagaimana pak Markus? Anak kami ingin mengenal terlebih dulu dengan putra bapak, baru setelah saling mengenal, anak kami akan memutuskannya. Saya sendiri setuju dengan yang Cia sampaikan tadi, karena kami sendiripun belum mengenal putra bapak" Agus mencoba menarik kesimpulan dari apa yang dikatakan oleh anaknya.
"Baik, pada intinya kami menerima permintaan Feli. Nah, untuk semakin mengenal anak kami Reynald, kami mengundang bapak ibu dan seluruh keluarga untuk berkunjung ke Jakarta." Markus secara resmi mengundang Agus dan Retno untuk berkunjung dan juga sekaligus memperkenalkan Reynald pada mereka.
Acara pertemuan keluarga itupun akhirnya berjalan dengan lancar. Memang belum sampai pada penerimaan dari Feli, namun jawaban yang dilontarkan oleh Feli sangat melegakan bagi Markus dan Siska. Agus dan Retno sendiri berencana minggu depan akan melakukan kunjungan balasan pada keluarga Markus. Mereka sudah tidak sabar melihat calon menantunya tersebut. Markus tentu senang saat mendengar kunjungan balasan itu seminggu kemudian. Lebih cepat bukannya lebih baik. Markus juga yakin bahwa perjodohan Reynald dan Feli akan lancar hingga pernikahan karena pada dasarnya mereka sudah saling menaruh perasaan yang sama satu sama lainnya.
Seusai makan siang bersama di rumah keluarga Agus, Markus dan Siska pamit undur diri dan pulang ke Jakarta. Tian tidak ikut pulang ke Jakarta bersama orang tuanya itu karena masih ingin bermalam di kota Malang dan masih ingin bertemu dan bermain dengan Dimas. Tian dan Dimas memang sudah akrab sejak pertama kali mereka bertemu. Keduanya justru tampak seperti kakak dan adik yang sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melukis Cinta Semesta (Tamat)
RandomTentang cinta Tentang saudara Tentang keluarga Tentang bagaimana seseorang berjuang mendapatkan cinta dan kebahagiaan. Tentang bagaimana seseorang menerima dengan ikhlas Tentang bagaimana seseorang memperbaiki masa lalu cover by: Canva