|24| Kesempatan Terakhir

319 28 5
                                    

Seorang gadis menjentikkan jari membuat teman-temannya melihat ke arahnya. Dia kemudian duduk di atas meja. "Wah gila, dong. Kak Gara udah putus sama kak Ines." Ucapnya dengan mata berbinar.

"Wuuuuuh, kesempatan besar!" Seru temannya.

"Ngaca dong! Kak Ines yang cantik aja bisa dia putusin, mana ada kesempatan buat lo yang ..."

"Yang apa, hah?"

"Nggak jadi."

"Lo dapet info dari mana? Lo mah suka ngarang."

"Sembarangan lo bilang. Tapi terserah, sekalipun gue ngarang ucapan gue nggak pernah salah. Gue tahu sendiri. Hebat banget nggak sih gue?" Tanyanya sambil membanggakan diri.

"Dasar, lambe." Gumam Dwi dengan suara rendah yang diam-diam mendengarkan.

"Eh, Ra!" Panggil gadis itu saat Ranya baru saja memasuki kelas.

Ranya menoleh tanpa minat dan kemudian menghampiri saat temannya itu menyuruhnya untuk mendekat dengan isyarat tangan.

"Apa?"

"Sebenarnya gue nggak mau ngasih tahu lo ini, tapi gue kasihan sama lo. Jadi mau gue kasih tau aja."

"Apa?"

Gadis yang sangat antusias itu kembali menampakkan mata berbinar sebelum berbicara. "Kak Gara--"

"Tahu." Potong Ranya sambil melengos pergi ke tempat duduknya.

"Lo tahu dari mana?"

"Dia sendiri yang bilang ke gue." Jawab Ranya membuat teman-temannya bersorak sambil tertawa.

Ranya memang sudah tahu soal Gara yang putus dengan Ines, tapi tentunya bukan Gara yang memberitahunya. Semalam Fariz mengirimkannya pesan dan memberitahukan bahwa Gara resmi mengakhiri hubungannya dengan Ines tepat pukul sembilan, waktu yang bertepatan saat Ranya sedang dalam situasi sedikit cekcok dengan Satya. Melihat ponsel Ranya yang tergeletak di atas kasur menyala, Satya yang tersulut emosi mengambil ponsel itu dengan kasar.

"Ra, usaha lo selama ini nggak akan sia-sia. Gue yakin sih, Gara punya perasaan ke lo. Gue nggak bohong. Info aja nih, dia barusan putus. Gue tahu lo pasti seneng. Janji sama gue, besk lo kasih surat lagi ke Gara, oke? Ajak dia kencan." Satya melempar ponsel itu kembali ke atas kasur.

"Bisa-bisanya ya lo, punya kelakuan jahat kayak gini. Lo yang ngerencanain mereka putus? Hah?! Kok lo sampah banget sih?"

"Lo apa sih, Sat?"  

"Lo minta penjelasan kenapa gue marah-marah gini setelah lo datang ke kantor Ayah dan maki-maki Ayah? Sopan santun lo dimana?!"

Ranya hanya menyunggingkan senyum, dan itu berhasil membuat Satya semakin marah.

"Gue nggak tau lo lagi kenapa. Gue juga nggak peduli. Tapi, kalo Ayah ada salah sama lo, lo nggak perlu buat Ayah malu di depan orang lain. Lo nggak perlu marah-marah di depan Ayah! Gue nggak bisa terima kalau lo berbuat kayak gitu!"

"Keluar." Titah Ranya dengan suara tertahan.

"Hah?"

"Gue bilang keluar!" Teriak Ranya dengan semua amarah yang belum tuntas dikeluarkan kepada Ayahnya.

Jduk

"Awww ... "

"Lo kalau lihat, jalan-jalan dong." Ucap Sidan memarahi Nichol yang menabrak dirinya di ambang pintu.

RanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang