Epilog

492 29 24
                                    

Lima tahun kemudian ...

Waktu berjalan begitu cepat. Oh tidak. Ungkapan itu sangat tidak tepat, lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Cukup lama hingga tidak bisa mengurai semua kejadian yang sudah dialami hanya dengan kalimat sederhana.

Tahun demi tahun berlalu, melewati kejadian-kejadian mahadahsyat yang membuat manusia belajar dan memasuki fase kesadaran yang baru.

Benar bukan? Pendewasaan manusia itu bukan bergantung pada usia, melainkan sebuah konflik dalam skenario Tuhan yang kita sebut sebagai ujian kehidupan.

Nyatanya, perjalanan kehidupan adalah tentang mendapatkan dan kehilangan. Mendapatkan hal baru setelah kehilangan hal lama. Sekalipun yang hilang adalah sesuatu yang istimewa, namun hal baru akan menjadi jauh lebih istimewa.

Untuk Ranya, tiga tahun terakhir adalah masa yang paling luar biasa yang dia alami dalam hidupnya. Ranya tidak bisa menjelaskan semuanya lewat untaian kalimat, karena dia tak pandai menyusun kata demi kata walau hanya untuk menghiasi satu halaman kosong saja. Namun dari setiap senyum yang dia tampilkan, setiap sorot yang dia berikan, itu cukup untuk menjelaskan bahwa sesuatu telah mengubah cara pandang hidupnya.

Ranya telah menerima semuanya, tentang kehilangan hal berharga dan telah menerima hal baru yang cukup istimewa.

Lihatlah gadis berambut panjang yang dikuncir tinggi-tinggi itu, yang tengah duduk santai di taman, memakai rok sepanjang betis dan memakai atasan kaos dengan balutan kardigan.

Iya. Itu Ranya, yang berhasil melewati banyak hal hebat dalam hidupnya. Biarpun dengan keluh kesah, namun Tuhan tetap membimbingnya untuk bertahan.

Ranya menghela, lalu menutup buku yang tengah dia baca. Buku bersampul dengan tulisan timbul. Covernya menunjukkan bahwa itu adalah sebuah novel. Tidak ada yang menyangka bukan? Ranya yang dulu begitu pemalas kini rajin membaca, walaupun hanya novel yang dia baca.

Satya bilang, tidak apa jika Ranya tidak mau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, asalkan Ranya tidak boleh jadi bodoh. Setidaknya, cewek itu harus terus membaca agar pengetahuannya bertambah.

Karena Satya tahu, setiap kisah yang disuguhkan dalam sebuah novel akan memberi banyak pembelajaran yang berharga untuk para pembacanya. Terutama pembelajaran hidup yang bisa membuat seseorang berfikir teratur dan lebih dewasa. Novel bukan hanya sekedar cerita fiksi berdasarkan imajinasi belaka, novel tidak bisa dijelaskan hanya dengan kalimat sesederhana itu saja.

Ranya membuka ponsel, mengecek notifikasi Instagram. Lagi-lagi Satya menandainya dalam sebuah postingan. Apa-apa yang Satya posting pasti selalu menandainya. Sebenarnya Ranya tak merasa keberatan, sebab Satya adalah adiknya. Jadi hal semacam itu wajar-wajar saja.

Namun postingan seminggu yang lalu, dimana Satya menandainya dalam sebuah foto monyet yang tengah memakai bando membuatnya sedikit tersinggung, terlebih saat cowok itu memberi keterangan dalam postingannya.

Monyetnya cantik, ya.

Ranya berdecak.

Kenapa Satya harus menandainya dalam foto seperti itu?

Dia beralih pada aplikasi WhatsApp, membuka grup dengan teman-temannya. Grup yang diberi nama 'monyet-monyet banget' itu tak pernah sepi. Biarpun hanya beranggotakan lima orang namun selalu saja ada pembahasan yang menjadi perdebatan di setiap harinya.

Hari ini mereka tengah membahas tentang acara tunangan yang akan diselenggarakan Dwi. Gadis yang kini sudah bekerja di sebuah perusahaan itu memang tidak berniat untuk nikah cepat-cepat, namun orang tuanya sangat bersikeras meminta kepada Dwi untuk setidaknya tunangan dulu saja jika Dwi belum mau untuk melepas status perawannya.

RanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang