|20| Tangisan dan Kesakitan

362 29 2
                                    

Ada beberapa hal yang tidak bisa kamu hindari bahkan saat dirimu berusaha sangat keras untuk menghindar dan pergi ke sana ke mari. Entah semesta sedang ingin bermain, atau Tuhan memang sudah berniat untuk memperlihatkannya kepadamu dengan tujuan sesuatu. Hanya kamu yang bisa memaknainya dan memahami apa tujuannya. Dan ingat, Tuhan tidak akan pernah mempermainkan perasaan makhluk-Nya, Dia hanya sedang menguji, sampai sejauh mana tingkat kesabaran hamba-Nya. 


Ranya memasang tatapan tajam pada satu objek yang sekarang membuat matanya panas, yang membuat perasaanya berkecamuk, dan membuat darahnya mendidih. Dia sangat tidak mengerti kenapa dia tetap bertemu bahkan disaat dirinya sudah menghindar dan memilih pergi ke tempat lain saat bertemu dua orang itu. Tapi lagi-lagi dua orang itu seolah mengikutinya pergi kemanapun dengan niat memamerkan kedekatannya.

Kenapa mereka berdua harus mendatangi kantin lantai satu? Padahal kantin lantai tiga lebih bagus. Sebelumnya, Ranya juga berpapasan dengan kedua orang itu di dekat taman belakang, yang membuatnya mengurungkan niat untuk duduk selonjoran di atas rumput dan memilih berbalik arah setelah mendapat sapaan akrab dari Ines yang berdiri tepat di samping Gara.

"Sial." Umpatnya tertahan sambil menghela sebal.

"Mampus lo, Ra."

"Diem lo, cicak!" Ranya mendelik galak ke arah Sidan yang baru saja mengeluarkan ucapannya.

"Lagian sih, lo. Dibilangin suruh tembak kak Gara cepet-cepet, malah nggak nurut." Timpal Mark membuat Ranya semakin naik pitam dibuatnya.

"Udah, udah. Jangan gituin Ranya dong," Nichol menengahi sambil berlaga menenangkan. "Kasian, mukanya jadi kayak kudanil pas mau lahiran gitu." Nichol tertawa lepas di ujung kalimatnya membuat Ranya menjambak rambut cowok itu hingga mengaduh kesakitan.

"Hai, kakak cantik."

Dwi menoleh pada objek yang membuat Sidan tersenyum menjijikan.

"Ehm, hai." Balas Ines tersenyum manis hingga matanya terlihat segaris.

"Senyumanmu berhasil mengalihkan duniaku, adinda." Seru Sidan mulai tidak waras.

"Maaf ya, kak. Temen kita yang ini orangnya emang rada-rada." Mark menunjuk Sidan dengan wajah merendahkan. "Mendingan kakak sama aku aja, ekhem." Dia menyibakkan rambutnya ke belakang, mengikuti gestur tubuh Gara yang kini juga melakukan hal yang sama. "Gini-gini aku jago ternak cupang lho."

Sontak saja, ucapan ngawur Mark mengundang tawa dari beberapa temannya yang memang sedang memperhatikan.

"Pada alay dih, gitu sih kalau baru liat cewek cantik." Ucap Nichol dengan nada merendahkan. "Gue aja yang mantannya kak Ines nggak heboh." Lanjut Nichol setengah berbisik, tapi teman satu mejanya dengan jelas mendengar ucapan bohong cowok itu.

"Mimpi lo buaya gurun." Semprot Dwi dengan kekehan aneh. Matanya mendelik ke sana ke mari membuat Mark yang melihatnya merinding sendiri.

"Suka-suka gue dong."

"Soak lo, Nic."

"Udah-udah, yang kayak gitu mah jangan ditemenin."

"Hai, Ranya."

RanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang