|22| Pertengkaran Dua Gadis

301 28 1
                                    

Pagi datang seperti biasanya, suasana kelas juga ricuh seperti biasa, banyak hal yang mereka lakukan. Salah satunya adalah bergosip, membicarakan keburukan orang lain tanpa berkaca pada diri sendiri.

Ranya yang baru datang dikejutkan dengan tepukan spontan dari belakangnya, membuat bibir mungil gadis itu mengumpat pelan. Dia menoleh dan mendapati siapa itu namanya? ... dia tidak tahu namanya. Setahunya, cowok bertubuh gempal itu adalah ketua kelasnya. "Apa?" Tanyanya dengan nada tak baik. Hal yang sudah biasa diterima teman-teman sekelas Ranya saat hendak berbicara dengan gadis itu.

"Lo dipanggil ke ruangan Bu Tirta." Ucap cowok itu sambil berlalu mendahului Ranya yang hendak masuk.

Alih-alih segera bergegas, Ranya malah menghampiri meja tempat duduknya dan mengguncangkan tubuh Dwi sekilas untuk membangunkannya. "Wi, tas gue di mana?"

Dwi menatap malas tanpa mengeluarkan ucapan dan malah memberi respon dengan mengangkat bahunya sambil menggeleng singkat, seolah berkata bahwa dia tidak tahu dan tidak perduli.

"Wi!" Ranya memanggil gadis itu yang langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan itu berhasil membuat Ranya marah. "Dwi!" Kesalnya membuat semua teman sekelasnya menoleh dan memperhatikan. Hari ini mood Ranya masih kacau. Dia sudah berniat untuk tidak membuat masalah di sekolah hari ini, tapi baru saja sampai ke kelas, dia sudah mendapat masalah yang akan membawanya kembali menggerakkan kakinya di lapangan sekolah. "Sialan!" Umpatnya.

Tanpa menghiraukan semua tatapan heran itu, Ranya pergi dengan wajah kesal, bukan untuk mengikuti Dwi, tapi untuk menghadap pada Bu Tirta. Dia tidak tahu ada apa dengan Dwi akhir-akhir ini, sikapnya berubah menjadi aneh. Dwi jadi sering mengabaikan telponnya dan hanya membaca pesannya.

"Gue yakin banget sih, habis ini mereka perang dingin. Pasti."

"Jarang-jarang lihat Dwi nggak peduli ke Ranya, biasanya kan ... kalian tahu lah."

"Nggak bakalan lama. Mereka besok juga baikan, ini bukan kali pertamanya Dwi kayak gitu ke Ranya."

"Ini lain dari biasanya coy, lo nggak liat tatapan Dwi yang udah muak kayak gitu?"

"Nah, bener."

"Lagian wajar si Dwi bisa muak sama Ranya. Dia kurang pekaan banget sih sama temen sendiri, udah mending juga ada yang mau nemenin dia sampai kayak Dwi gitu. Gue sih ogah, udah mah malu-maluin, Ranya juga galaknya nggak ada obat."

"Berisik lo semua!" Bentak Mark yang sejak tadi mendengarkan. Tadinya dia tidak berniat untuk ikut campur, tapi mendengar nama temannya disangkut pautkan membuatnya naik pitam.

"Dih, Mark apaan sih." Ucap seseorang diantara mereka yang duduk tak jauh dari Mark.

"Bau busuk banget mulut lo." Mark mengibaskan tangan didekat hidungnya. "Kebanyakan ngomongin orang gitu sih." Dia melengos pergi sambil memukul meja gadis yang melotot sambil mengepalkan tangannya.

Mark

Lo di mana, Wi?

∆∆∆∆

"Kamu melakukannya lagi." Bu Tirta mengeluarkan ransel milik Ranya dari bawah mejanya. Lantas dia menghembuskan nafasnya sambil menyimpan ransel itu di atas meja yang menjadi pembatas antara dirinya dengan murid didiknya. "Untung kemarin kamu ketahuan bolosnya sama saya. Kalau sama Pak Didin habis kamu." Dia terkekeh pelan.

"Kemarin saya ada panggilan mendadak dari rumah, Bu." Ranya memberikan alasannya agar tidak mendapat hukuman yang sudah membuatnya merasa bosan. Selain itu, Ranya juga sedang malas membuang waktunya hanya untuk berlari. Jika diperbolehkan, dia hanya ingin di kelas saja tanpa harus menjalankan sebuah hukuman.

RanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang