|5| Ranya Dengan Segala Kelebihannya

475 46 57
                                    

"Pokoknya Mbak gue nggak ada duanya." Satya berucap menggebu-gebu di hadapan beberapa teman sekelasnya. Kelas mereka sedang kosong, katanya guru yang bersangkutan sedang berhalangan datang. Syukur-syukur nggak masuk semua. Tau-tau pulang aja. Yang demikian sungguh nikmat yang sangat luar biasa.

"Emang nggak bakalan ada duanya, orang dia emang Mbak lo."

"lo diem deh, dengerin aja nggak usah komen!" Satya memelototi satu temannya yang baru saja ikut mencampuri omongannya.

"Gue nggak pernah nyesel punya Mbak kayak dia. Dia tuh terlalu punya semuanya. Nggak ada cewek lain yang bisa nyerupain dia buat gue." Entah Satya gila atau bagaimana. Ranya yang begitu serba kurang selalu dia anggap sempurna. Disetiap jam kosong, dia akan menceritakan tentang Ranya ke teman-teman sekolah barunya.

"Gue pengen nanya bentar," satu temannya lagi menyela. "kelebihan dia apa sampai buat lo bener-bener suka sama dia? Btw, gue juga punya kakak cewek, tapi gue amit-amit banggain gitu."

Satya menceritakan semuanya, tak ada yang terlewat satu pun, sikap preman Ranya adalah favoritnya sampai kapan pun. Bahkan di usianya yang baru masuk SMA, dia sudah kepikiran untuk mencari istri dengan kelakuan yang sama seperti Mbaknya. Tapi tidak ada.

"Kayak reman?" Tanya satu temannya lagi yang sedikit tercengang dengan fakta yang baru saja Satya beberkan.

"Ish! Gue nggak suka kalau ngomong di potong-potong." Satya menggeram tertahan membuat teman-temannya mendengkus sebal. Namun biarpun begitu, dia kembali bercerita tanpa mau memberi tanggapan tentang pertanyaan dari temannya. 

"Ck, tapi gue nggak ngerti kenapa dia bisa suka sama cowok macam kanebo kering." Keluh Satya mengingat bagaimana bucinnya Ranya kepada Gara.

"Kanebo kering?"

Satya hanya manggut-manggut saja saat teman lainnya bertanya. "Awalnya gue nggak bakalan sekolah di sini, gue udah putusin buat ngikutin Mbak Ranya ke mana pun, termasuk sekolahnya. Tapi dia ngelarang. Dia maki-maki gue buat nggak satu sekolah sama dia. Gue kecewa sebenernya sekolah di sini,” Satya memberenggut sedih membuat teman-teman yang melihatnya menatap jijik.

Bagi teman-teman Satya yang sudah tahu betul soal sikapnya yang tegas dan didominasi dengan sikap percaya diri yang tinggi dengan tutur kata yang kasar, cowok itu bakal jadi kurang laki kalau sudah menceritakan Ranya. Sebenarnya mereka cukup kepo sama tampang Ranya, tapi tak pernah seorang pun dari teman-temannya--baik teman SD, SMP, atau mungkin SMA--yang pernah Satya kenalkan kepada Ranya. Satu kekhawatirannya, dia takut teman-temannya akan menyukai Ranya. Cukup Gara saja yang menjadi saingan dengan dirinya.

Memang sangat tidak waras manusia satu itu.

"Gue kepo sih sama tampangnya Mbak lo itu, kapan-kapan  kita main ke rumah lo gimana?" Si rambut ikal menawarkan diri sambil memainkan alisnya meminta persetujuan.

"Ummm," Satya pura-pura menimang permintaan yang tak akan pernah disetujuinya. "Ntar aja. Kapan-kapan deh gue ajak kalian semua.” Tandas Satya.

¤¤¤

"Hari ini saya ada kepentingan lain. Jadi, tolong kalian tulis rumus-rumus yang sudah saya jelaskan ini." Ujar seorang guru wanita dengan kaca mata minus yang bertengger di hidungnya sambil mengetuk-ngetukkan ujung spidol pada papan tulis. "Kemudian, kalian kerjakan soal-soal yang ada di buku paket  dari nomor satu sampai dua puluh." Lanjutnya, kemudian beliau menutup spidol itu dan merapikan beberapa buku yang dibawanya. "saya permisi." Pamitnya sebelum berlalu.

"Yaaaaah," murid-murid terlihat tampak kecewa dengan kepala mereka yang mengeluarkan asap. Rumus saja belum masuk ke otak, tugasnya sudah bengkak.

"Lo udah nulis?" Tanya Dwi menoleh ke belakang.

"Buat apa nulis? Kan udah ada di buku paket." Jawab Ranya sedikit mengangkat wajahnya. Tangannya tengah sibuk berkarya di atas kertas. Nama Sagara terukir indah di halaman belakang buku Matematikanya. Semua buku pelajaran miliknya sudah tercap dengan nama Gara di banyak sudut bahkan banyak lembar.

"Goblok banget sih." Kesal Dwi karena sikap Ranya. Belum lagi dengan rumus-rumus dari gurunya yang tidak mau masuk ke otak. Dimatanya yang sehat wal'afiat, tulisan beliau tidak terbaca, alias blur. Dan di mata Ranya yang sehat juga, tulisan beliau sama sekali tak terlihat, sangat tidak bisa dicerna dengan otak satu sentinya itu.

Jadi, kelebihan Ranya yang mana yang selalu Satya sombongkan di hadapan teman-temannya?

Ranya sama sekali tidak memiliki kelebihan apa pun hampir di semua hal. Pandai? Ranya sangat kurang dalam hal berfikir. Cantik? Itu relatif, tergantung orang-orang memandangnya. Jika mereka suka, mereka akan mengakui kecantikan Ranya. Tinggi? Tolong digaris bawahi, Ranya hanya setinggi dagu Cessie, sepundak Dwi, dan sedada bila berdiri di depan Gara. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika Ranya berjalan bersama Gara? Mereka hanya akan terlihat seperti manusia dan tuyul peliharaannya. Kelebihan Ranya hanya terletak pada pipi, paha, dan perut. Ya, dia kelebihan lemak di beberapa bagian tubuhnya.

Ranya menutup buku tulisnya, menutup pulpenya, juga menutup buku paketnya. Kemudian, dia menutup matanya di atas tangan yang sudah terlipat di tumpukan buku-buku. Ranya ingin tidur. Gara sudah menunggunya di alam sana.

"Sagara. Sagara. Sagara."

Ranya menyebut nama itu sebanyak tiga kali dalam hatinya setelah berdoa sebelum terlelap. Satu harapannya, tidak mengapa Gara tidak pernah menemuinya di dunia nyata. Setidaknya, mungkin di alam mimpi Gara akan menemuinya dengan senyuman.

¤¤¤

Tbc!

Itulah semua kelebihan Ranya.
Kelebihan lemak maksudnya si Ranya:v
Satu lagi, Ranya punya kelebihan juga dalam hal ngebucinin Gara.
Udah lulus dia kalo masalah ngebucin mah:b

Suka nggak sama part ini?

Pesan dan kesannya?


28062020

RanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang