|16| Mengobati Rindu

365 29 2
                                    

Bagi siapapun, tidak melakukan apa-apa sangatlah membosankan. Tapi, tidak bagi Ranya yang tak pernah merasa bosan saat tidak melakukan apa-apa, dia juga tidak pernah menuliskan kata bosan atau semacamnya dalam kamus hidupnya. Baginya, tidak melakukan apa-apa termasuk ke dalam sebuah pekerjaan.

Gadis itu tengah duduk bersila di atas kasur sambil memperhatikan gerakan jarum jam yang menempel di dinding kamarnya. Sekarang dia terlihat seperti manekin yang bisa bernafas.

Pintu kamarnya dibuka dari luar. Satya masuk sambil celingukan untuk memastikan bahwa di dalam kamar itu ada penghuninya. Setelah matanya menangkap sosok Ranya, dia kemudian segera masuk dan kembali menutup pintu.

"Mbak." Sapanya sebelum ikut naik ke atas kasur.

Gadis itu tidak menjawab atau sekedar melirik ke arah adiknya yang kini mulai merangkak dan tiduran di atas pangkuannya. Satya menggerakkan kepalanya untuk mencari kenyamanan di sana, kemudian kembali memasang earphone ke telinga dan memutar video diponselnya.

Hening.

Tak ada percakapan di antara mereka. Dua orang itu sibuk dengan dunianya masing-masing. Ranya yang sedang konsentrasi memerhatikan jarum jam dan Satya yang tengah berusaha mengingat setiap gerakan yang sedang ditontonnya.

"Gue,"

Satya mendongak untuk menatap wajah Ranya yang sesaat lalu berujar namun tidak dilanjutkan.

"Lo kayak nggak semangat banget hari ini." Itulah komentar Satya saat bisa benar-benar menatap ekspresi Ranya yang lebih gelap dari biasanya.

"Rindu gue nggak bisa ditahan lagi." Ucap Ranya dengan sorot mata lempeng.

"Terus gue harus ngapain? Nyuri sempak tetangga gitu?" Tanya Satya dengan ekspresi malasnya. Kemudian dia kembali pada layar ponsel yang masih memutar sebuah video.

"Gue harus ngelakuin sesuatu." Matanya kembali menatap jam dinding yang kini baru menunjukkan pukul setengah enam. Segera dia mengangkat kepala Satya dan menyimpan bantal di bawah kepalanya sebelum berlalu tanpa kata.

"Mau kemana, Mbak?" Tanya Satya tepat sebelum Ranya menutup pintu. Namun gadis itu tak menjawab.

∆∆∆∆

Dia berdiri di depan anak tangga, menatap seluruh isi rumahnya yang luas tanpa sekat ruangan. Ruang utama dengan dua sofa panjang dan satu sofa kecil serta meja yang menghadap televisi, bersebelahan dengan meja makan dan dapur. Sedangkan ruang tamu berada di sisi kiri yang di sekat oleh lemari kaca besar berisi barang-barang keramik dan kaca. Beberapa penghargaan Satya juga dipajang di sana. Dan sisanya di pajang di kamarnya.

"Ra? Ada apa?" Tanya Bunda saat melihat tingkah aneh putrinya. "Jangan mulai deh, kamu."

Ranya kemudian menuruni anak tangga dan berhenti tepat di depan Bunda. "Udah nyapu, Bun?" Tanyanya membuat Bunda terkekeh.

"Belum. Mau bantu?"

"Hmm. Mumpung libur sekolah."

"Yang di belakang disapu, ya. Yang di dapur biar sama Bunda aja."

Dia kemudian berjalan ke arah belakang. Ada area taman beralaskan rumput hijau yang lumayan luas disana, ditengah taman terdapat sebuah air mancur berukuran kecil dengan kolam air di bawahnya. Di sisi sebelah kiri, tepatnya di dekat tataan bunga-bunga, ada sebuah kolam ikan berukuran sedang yang dihuni ikan-ikan koi. Tapi Satya juga pernah menyimpan ikan cupang disana, dan sepertinya mati. Di sebelah pojok kanan, tepat di bawah dua pohon mangga yang saling bersisian, ada dua kursi kayu panjang berwarna putih yang saling berhadapan yang dipisahkan oleh sebuah meja kayu di tengahnya. Ada dua ayunan kayu yang tergantung di kedua pohon tersebut, itu dibuat oleh Satya satu tahun lalu mengikuti tutorial dari YouTube yang ditontonnya, juga mendapat banyak bantuan dari Bunda.

RanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang