"Nggak boleh yang itu, Mbak!" Teriak Satya
histeris sambil menuruni tangga cepat-cepat.
Ranya melakukan selebrasi jingkrak-jingkrak sambil memegangi kunci bergantungan boneka Doraemon yang berukuran agak kecil. Akhirnya dia berhasil berdiri di garasi setelah melewati banyak drama-- mulai dari berebut kunci dengan Satya yang akhirnya dia dorong hingga nyemplung ke bethub kering di kamar mandinya, kemudian beberapa kali tersandung oleh kakinya sendiri sampai oleng bahkan terjatuh di atas lantai--kemudian dia menaiki motor Scoopy putih yang masih berkilau dengan senyuman mengembang.
"Nggak boleh!" Satya merentangkan tangan di depan motor yang sudah ditaiki Ranya.
Ranya memejamkan matanya sebentar. "Apa lagi sih, Sat? Bunda aja ngasih izin tadi, kok lo ngalangin?"
"Motor ini baru keluar dari bengkel kemarin. Itu juga gara-gara lo." Satya memeluk bagian depan motor itu, sambil sesekali menciuminya membuat Ranya mencibir.
"Kok lo jadi nyalahin gue, sih? Ini gue malah baru mau pakai."
Kemudian Ranya berteriak memanggil Bunda yang secepat kilat segera berdiri diantara mereka berdua.
"Kenapa lagi?" Tanya Bunda begitu greget. Bagaimana tidak? Setiap hari kedua anaknya ini selalu saja beradu argumen tentang hal-hal kecil yang tidak begitu berfaedah. Masalah tutup pintu saja mereka berdua sampai harus babak belur dulu.
"Mbak Ranya nih, Bun." Adu Satya masih memeluk motornya.
"Manggil Mbak lagi. Gue sunat lo." Ancam Ranya penuh emosi. "Pinjam bentar ke depan. Lagian ini motor gue. Gue ingetin, ya. Ini kado yang Oma kasih buat gue."
"Tapi udah lo kasih buat gue, kalo lo lupa."
"Arrgh!" Ranya menjambaki rambutnya frustasi.
"Duit gue habis buat nyervis motor ini kemarin. Lo nabrak apa, sih, sampai spionnya hilang sebelah?" Satya menegakkan tubuhnya sambil mengelusi spion baru yang dimaksudnya.
Ranya terdiam sebentar. "Bukan gue, Bunda kali. Kemarin gue liat Bunda yang bawa motor ini." Ranya menoleh ke arah Bunda yang tampak salah tingkah.
"Eheheh, kemarin Bunda nabrak tong sampah di depan. Aman kok tong sampahnya nggak jatuh." Bunda tampak gelagapan mendapat pelolotan membunuh dari Satya.
"Bunda, iiih," Satya merengek tak terima karena ulah sang Bunda dia sampai harus menguras habis isi celengan ayam jagonya.
"Udah, kalo mau pergi, kalian pergi aja." Suruh Bunda sambil mengibas-ngibaskan kedua tangannya.
"Okeh. Lo boleh pakai motor ini. Tapi gue ikut." Satya memberikan pilihan yang langsung Ranya setujui.
"Bukain gerbangnya sana." Titah Ranya membuat Satya segera berlari melewati halaman berukuran agak luas untuk sampai di depan gerbang.
"Bun, aku berangkat. Nggak lama kok." Pamit Ranya kemudian menyalami Bunda sebelum melajukan motornya melewati halaman.
"Bun!" Teriak Satya sambil melambai ketika sudah duduk dibelakang Ranya. "Aku berangkat aaaaaa!!" Satya berteriak kaget ketika dengan sengaja Ranya mempaut gas kuat-kuat membuat Satya hampir terjengkang jika tidak cepat-cepat memeluk tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ranya
Teen FictionIni adalah kisah cinta pertama Ranya yang jatuh kepada seorang senior di sekolahnya. Namanya Sagara, namanya Sagara Adya Prasaja. Bagi Ranya yang tidak tahu malu, Sagara adalah orang yang pernah berhasil membuatnya menggebu. Dan bagi Ranya yang seri...