|4| Masih Ada Kesempatan

475 40 77
                                    

Cessie menghentikan langkah kakinya di tengah keramaian koridor kelas XII yang dilalui para murid. Matanya menatap nyalang pada satu objek di depan sana.

Mendapat tatapan tak bersahabat Cessie, Ranya yang hendak mendatangi kelas sang pujaan hati untuk mengajaknya berjalan bersama ke parkiran, kini hanya bisa mengurungkan niat. Tak ada pilihan lain untuk sekarang selain mengiklaskan Gara berjalan bersama wanita lain. Dirinya segera berputar arah dan menggerakkan kakinya sekuat tenaga untuk meloloskan diri dari buruan macan yang sedang PMS di belakangnya.

"Lo!" Teriak Cessie mengintrupsi murid-murid yang tengah melintas di dekatnya. Teriakkannya benar-benar ampuh hingga dapat menghentikan pergerakan di sekitar. Waktu seolaj berhenti sepersekian detik. Beberapa murid mematung layaknya sebuah porselin, ada yang menebar senyum lebar karena sedang menyapa pangeran hatinya. Lalu, ada yang menekuk perutnya karena tengah tertawa, bahkan ada juga yang membuka mulutnya lebar-lebar karena tengah menguap namun lupa lanjut karena terkejut. Tapi tidak dengan Ranya yang masih berlari membelah gerombolan murid-murid dengan kaki pendeknya.

Tidak butuh waktu lama bagi Cessie untuk menangkap Ranya, bahkan dia tidak perlu bersusah payah mengejarnya karena kini Ranya sudah tersungkur di atas lantai karena kecerobohannya sendiri.

"Ikut gue."

Ranya yang sedang meringis tidak bisa menolak ketika tangan kirinya ditarik paksa sang bodyguard pujaan hat untuk menuruni tangga. Sebenarnya Ranya bisa saja memberontak, tapi dia terlalu malas untuk berlari lagi. Lututnya juga terasa panas.

¤¤¤


"Oh, iya!" Fariz menepuk jidatnya teringat sesuatu membuat Gara yang berjalan di sebelahnya hanya mengernyit.

"Tadi gue ketitipan surat lagi." Tangannya merogoh saku celana abu-abu yang tengah dikenakannya, kemudian menyodorkannya kepada Gara.

"Apa?" Respon lemot yang selalu membuat Fariz naik pitam ketika berbincang dengan Gara.

"Gue udah bilang kan? Ini surat." Ulangnya menggerak-gerakkan tangan kanannya yang tengah memegang surat sobek, meminta agar lawan bicaranya segera menerima surat itu.

"Kayak biasa, suratnya disobekin sama Cessie." Lanjutnya ketika surat Ranya sudah diambil.

Gara membalik kertas itu kemudian membaca sederet kalimat yang hilang beberapa kata. Suratnya masih sama, hanya berisi paksaan mengajak jalan yang tak pernah Gara laksanakan.

"Tuh. Orang yang ngirim sama orang yang nyobek." Fariz menghentikan langkahnya dan menunjuk ke arah lapangan luas yang tengah dilintasi murid-murid, membuat Gara ikut menoleh dan menemukan satu objek yang ditunjukkan temannya.

Di sana, ada Cessie yang sedang menyeret Ranya. Di keramaian murid yang hendak pulang, mereka berdua malah berjalan ke arah taman belakang dan bukan ke arah gerbang.

"Gue yakin banget mereka mau baku hantam, Gar." Fariz berucap memburu membuat Gara kini menoleh pada temannya.

"Sebenarnya, gue sering banget mergokin Ranya diunyeng-unyeng Cessie. Tapi dia nggak pernah ngelawan, tuh. Malah kayak orang ikhlas banget."

Tak ada respon terkejut atau heboh dari orang disebelahnya. Fariz kemudian menoleh pada Gara dan ikut menirukan ekspresi cool milik temannya itu. Bukannya terlihat keren, Fariz malah mengundang tawa geli dari orang-orang yang memperhatikannya.

"Apa?"

"Ipi?" Gemas Fariz mengubah nada bicara Gara yang kini hanya mengernyit, lagi. "Susah emang ngomong sama lo. Berasa ngomong sama porselin Sasuke!"

"Gara."

"Duh. Makin ruwet aja kalo gini." Keluh Fariz kemudian menepuk pundak sang sahabat. "Gue pulang duluan. Entar kita ketemuan di hotel, biar nggak ada yang ganggu. Gue share lock!" Serunya sebelum berlalu.

"Kenapa nggak jemput aku ke kelas?"

¤¤¤


"Lo lupa sama peringatan kemarin?" Tanya Cessie menatap Ranya yang hanya setinggi dagunya.

"Lo harusnya suport gue buat jadian sama Kak Gara." Bukannya menciut, Ranya malah balas menatapnya.

Cessie memutar bola mata malas. "Susah, ya, ngomong sama orang yang nggak punya malu kayak lo."

"Gue nggak papa dikatain, nanti juga diterima." Ranya melongos duduk selonjoran di atas rumput.

"Maksud lo diterima gimana, nih?" Tanya Cessie memastikan.

Ranya mendongak tinggi-tinggi untuk menatap wajah lawan bicaranya. "Diterima jadi pacarnya Kak Gara, terus di terima sama lo juga."

"Setres!"

Umpatan kasar Cessie hanya direspon dengan gelengan kecil oleh Ranya. "Lagian kita sama-sama tahu penyebab hubungan Kak Gara sama Kak Ines." Ranya menurunkan tatapannya pada rumput-rumput.

"Jadi gue masih punya peluang gede buat dapetin Kak Gara." Kini Ranya mengubah posisi duduknya membelakangi Cessie. "Yaaa, walaupun satu sekolahan tahu kalo Kak Ines punya peluang lebih besar dari siapapun buat tetep ada di samping Kak Gara." Matanya memejam, menikmati sejuknya angin yang memainkan setiap helaian rambutnya.

"Mereka kan temenan yang ngubah status jadi pacaran."

"Lo banyak ngoceh, deh." Cessie masih berdiri menatap Ranya dari belakang yang sedang menengadah.

"Iya, nih. Jadi capek." Ranya menghembuskan nafas panjang.

"Gue nggak suka Gara diganggu siapapun termasuk Ines sebe-"

"Tau." Potong Ranya membuat Cessie mendengkus.

"Lo dengerin gue dulu." Peringatan itu keluar dari mulut Cessie tanpa nada marah sedikitpun.

"Gue udah tau." Balas Ranya sambil menoleh ke arah Cessie. "Lo mau duduk di sini atau pulang?" Dia menepuk rumput-rumput di sampingnya.

"Najis gue duduk sebelahan sama lo." Delik Cessie galak sebelum berlalu pergi.

¤¤¤

Tbc!

Itulah Cessie dengan semua ucapan pedasnya:v maklum sih, pas hamil dulu emaknya ngidam makan cabe rawit 50 kg.

Pesan dan kesan kalian soal part ini?

Suka/enggak?


21062020

RanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang