|29| Sia-sia

305 24 16
                                    

Ujian semester sudah dekat, tinggal tersisa beberapa hari lagi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang belum disetorkan. Hampir semua murid diberi kesibukan ekstra karena mengabaikan tugas sejak jauh-jauh hari. Sedangkan mereka yang sudah bebas dari tugas, mulai sibuk mempersiapkan diri untuk ujian semester yang akan dilaksanakan Senin lusa.

Termasuk Ranya, gadis yang awalnya santai-santai saja dan tidak berniat menyelesaikan tugas-tugasnya mendadak jadi sangat rajin. Bahkan Sidan, Mark, dan Nichol saja mengelus dada dan beristigfar melihat perubahan Ranya beberapa hari terakhir ini. Gadis itu jadi sering bolak-balik mendatangi perpustakaan atau kantor guru bersangkutan untuk meminta tugas yang dahulu ia abaikan.

Kenapa Ranya mendadak jadi rajin?

Itulah pertanyaan dari beberapa orang yang mengernyit bingung melihat tingkahnya yang sibuk berkutat dengan catatan.

Bukan tanpa alasan, atau karena Ranya sedang ketempelan jin rajin. Gadis itu mendadak rajin karena mendapat perintah dari Gara. Cowok itu mengimingi Ranya dengan sebuah pertemuan jika Ranya menyelesaikan semua tugas sebelum ujian semester.

Tentu saja Ranya tergiur.

Gadis itu bahkan sesekali terkekeh disela kegiatan menulisnya, alasannya mendadak rajin bukan karena menginginkan nilai, tapi karena titahan Gara yang kini mulai memperhatikannya dan menerima kehadirannya.

Gadis itu menggeleng singkat untuk mengenyahkan semua pikirannya.

Sangat konyol.

Gara menyuruhnya untuk tidak mengirimkan surat lagi, tanpa menyebutkan alasan bahwa lacinya sudah penuh. Cowok itu malah beralibi jika Ranya hanya akan membuang-buang kertas, dan itu sangat mubazir. Dan mubazir itu adalah perilaku setan. Setan itu sudah jelas bukan manusia. Dan Gara tidak mau berhubungan dengan sesuatu selain manusia.

Ngawur? Memang, entah ada masalah apa dengan otak Gara akhir-akhir ini.

Jadi, Gara memutuskan untuk memberanikan diri memberikan usulan agar mereka saling bertukar pesan saja, bahkan Gara mengizinkan Ranya untuk sesekali menelponnya. Dia merasa tidak masalah. Sungguh.

Kemajuan itu sontak saja membuat Fariz yang memang sejak awal menjadi mbak comblang mereka berdua merasa bangga. Entah atas dasar apa, yang jelas cowok itu tidak henti-hentinya tersenyum lebar sepanjang hari. Bahkan Gara yang melihatnya saja merasa ngeri sendiri. Apakah senyum selama itu tidak membuat pipinya pegal? Atau bibirnya melebar?

Bagaimana dengan perasaan Ines?

Tentu saja merasa iri, cewek mana yang bisa mengabaikan begitu saja perilaku hangat Gara yang terkesan sangat mahal itu diberikan dengan suka rela kepada Ranya. Terlebih lagi, pada posisinya Ines dulu pernah menjalin hubungan. Walaupun tidak kentara, tapi gerak-gerik Gara yang selalu memperhatikan Ranya dimana saja mampu membuat hatinya patah dan susah untuk membaik. Namun Ines mencoba untuk ikhlas saja, toh keputusannya untuk mengikhlaskan Gara sudah benar seratus persen.

Bagaimana dengan hubungan pertemanan Ranya dan Dwi? Masih tidak ada kemajuan. Ranya enggan meminta maaf atas sesuatu yang ia saja tidak tahu titik masalahnya juga tidak merasa bersalah. Sedangkan Dwi, masih pada pendiriannya, mengabaikan Ranya walau sesekali merasa rindu dengan sikap random gadis itu.

Lalu, bagaimana dengan hubungan Ranya dan Satya? Semakin memburuk. mereka sudah tidak berkumonikasi satu sama lain. Lebih parahnya, tinggal satu atap tapi sehari bertatap muka saja nyaris jarang. Bunda tentu tidak menaruh curiga, hal itu sudah biasa terjadi ketika putra dan putrinya itu tengah sibuk dengan persiapan ujian, tahun-tahun sebelumnya juga begitu. Walau dulu, Ranya hanya pura-pura menghafal saja. Tapi sekarang, dia mengurung diri di kamar dan keluar jika ada keperluan mendesak. Karena untuk makan dam minum, gadis itu sudah menyetok banyak-banyak supaya tidak bertemu dengan Satya. Entah karena takut atau merasa bersalah, Ranya juga tidak tahu.

RanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang