16. Hari Pertama Kerja

1K 55 1
                                    

Salwa telah mengenakan seragam kerjanya. Ia menatap pantulan dirinya pada cermin besar di toilet. Ia cukup gugup, karena ini kali pertamanya ia bekerja.

Lalu yang selanjutnya gadis itu lakukan adalah menarik nafasnya dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Berusaha menghalau rasa gugup yang hendak merayap pada dirinya. Senyumannya tercetak dan Salwa memberikan semangat pada dirinya.

"Semangat, Salwa! Ingat Mama!"

Setelah itu Salwa keluar dari toilet. Tiba-tiba langkahnya terhenti di pintu saat melihat seseorang tengah berdiri di hadapannya kini. Senyum di wajah itu terlukis saat matanya melihat Salwa dengan ekspresi terkejutnya.

"Aku serem banget sampe kamu kaget?" tanya Reza dengan kekehan kecil.

"Ah, nggak. Aku cuma kaget aja kamu ada di depanku tiba-tiba."

Reza kembali dengan kekehan kecilnya yang terasa nyaman di telinga Salwa.

"Tadi sore udah room tour, kan? Sekarang aku nemenin kamu buat kerja," ucap Reza. Tapi yang cowok itu dapatkan hanya wajah bingung Salwa. Kening gadis itu terlipat, menandakan ia butuh penjelasan.

"Bu Lisa minta aku buat nemenin kamu hari ini. Masa aku bantah?" ujar Reza menjelaskan.

"Ah, iya. Tapi emangnya kamu gak capek? Kamu udah ada shift sore tadi."

"Bukan cowok kalau segitu aja langsung capek. Udah, ayo!" Reza kemudian mengajak Salwa untuk langsung ke tempat mereka bekerja.

Reza benar-benar melakukan apa yang Bu Lisa perintahkan. Ia menemani Salwa bekerja. Bukan sekedar menemani gadis itu di sampingnya, tetapi mengajari dan mengarahkan apa yang harus dilakukan.

****

"Gimana, sih? Saya minta rasa Green Tea. Kenapa malah dikasih Choco mint?!" ujar seorang pria yang menjadi salah satu pembeli di Toko Es Krim tempat Salwa bekerja. Pria itu memarahi Salwa karena salah diberikan pesanan.

"Ah, maaf, Pak. Kalau gitu saya ganti es krimnya." Salwa hendak mengambil gelas berisi es krim choco mint di meja, namun tangannya ditepis oleh Pria tadi.

"Gak usah. Saya mau pergi saja."

"Ada apa ini?" Reza datang dengan tanyanya. Saat dirinya sedang melayani pembeli tadi, suara marah Pria itu mengalihkannya. Dan ketika selesai melayani, Reza baru datang dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Anak ini. Saya minta es krim Green tea, malah dikasih choco mint," ujar Pria itu.

"Maaf, Pak, dia anak baru di sini. Dia masih kurang fokus. Saya minta maaf." Reza membungkuk meminta maaf mewakili Salwa.

Ada rasa bersalah yang muncul saat Reza melalukan hal itu. Ini kesalahan Salwa, tapi cowok itu yang meminta maaf.

"Lain kali yang bener. Saya mau pergi saja. Sudah tidak ada nafsu untuk makan es krim." Setelah itu Pria tersebut beranjak dan melangkah pergi dari toko. Salwa dan Reza menatap punggungnya yang menjauh kemudian menghilang di balik tembok.

Salwa menghela nafasnya pelan. Ia menunduk menatap es krim choco mint yang sepertinya baru satu kali disuap oleh Pria tadi. Baru pertama bekerja saja Salwa sudah membuat pelanggan marah. Ia merasa tidak becus jadi karyawan.

Tiba-tiba ia merasa pundaknya disentuh. Salwa menoleh ke samping dan mendapati Reza tengah menatapnya. Bibir Reza terlengkung, seolah menyalurkan semangat pada Salwa.

"Gak pa-pa, Wa. Bapak itu emang udah biasa kayak gitu," ucap Reza.

"Udah biasa gimana?" tanya Salwa tak paham.

"Biasanya Bapak itu datang minimal 1 kali seminggu. Dia kelihatan kayak pekerja yang banyak banget kerjaanya. Biasanya suka makan es krim di sini buat ngeredamin stres atau apalah. Dia suka marah kayak tadi kalau pesanannya gak sesuai sama keinginanya yang kedua."

"Bentar-bentar ... Maksudnya?"

"Jadi misalkan dia pesan ini, tapi pas udah dianterin dia bilang mintanya pesan yang lain. Mangkanya dia marah dan beranggapan bahwa dia pesan yang lain. Jadi dari awal untuk nanyain apa yang dia pesan harus dua kali, biar bener-bener apa yang mau dia pesan."

Salwa mengangguk-ngangguk mengerti. Pantas saja tadi ia merasa janggal. Padahal Salwa yakin Pria tadi memesan choco mint. Salwa tidak mungkin salah dengar. Salwa juga hanya menyakan tadi satu kali, karena ia tidak tahu tentang Pria itu sebelumnya.

"Udah, jangan dipikirin. Ayo kerja lagi!"

"Iya, Za."

****

Jam istirahat pertama, Salwa tidak langsung pergi ke kantin. Ia melaksanakan perintah dari Pak Fiki untuk mengembalikan buku paket ke perpusatakaan.

Bersama Reza di sampingnya, mereka berjalan beriringan di koridor menuju perpustakaan. Sebenarnya Hellen ingin ikut. Tapi sialnya ketua Ekskul yang diikuti Hellen menyuruh untuk kumpul. Sudah pasti terbayang bagaimana wajah anak itu sekarang.

"Mama lo gimana kemarin? Ehㅡ maaf aku masih terbiasa lo-gue," ucap Reza.

"Ah gak pa-pa, kok, Za. Senyaman kamu aja."

"Oke."

"Semalam Mamaku gak tanya macem-macem. Tapi aku pilih jawab jujur kalo aku kerja. Awalnya Mama cuma diem, tapi abis itu maklumin."

"Bagus, deh, kalau gitu. Jadi kamu gak perlu cari-cari alesan buat bohong."

"Iya, bener."

"Eh, minggu nanti kamu mau kemana?"

"Gak kemana-mana."

"Kalau aku ajak kamu jalan-jalan mau, gak?"

"KemanㅡADUH!" Bahu Salwa tiba-tiba ditabrak seseorang dari belakang. Cukup kencang, sampai Salwa tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Untungnya satu tangan Reza berhasil menahan bahu Salwa. Jadi cewek itu tidak terjatuh.

Salwa melihat segerombolan cowok mendahului langkahnya. Salwa yakin diantara mereka yang menabraknya. Dan Salwa yakin dia adalah Jeff.

"Woy! Hati-hati kalau jalan!" ucap Reza. Segerombolan cowok itu menoleh pada Salwa dan Reza.

"Makanya jalan jangan kayak siput. Dikata ini jalan punya nenek moyang lo?"

Suara angkuh itu sangat Salwa kenali. Seperti dugaan Salwa, dia adalah Jeff. Dan kini pemuda itu mendecih setelah itu pergi.

Salwa masih tidak habis pikir. Kenapa Jeff terus muncul di hadapan Salwa, dan selalu membuatnya kesal.

"Dia siapa, sih?"

"Gak usah diladenin, Za. Dia gila. Ayo ke Perpus aja!"

Reza mengangguk. Setelah itu mereka kembali melangkah menuju perpustakaan. Namun perasaan kesal yang diciptakan Jeff masih belum lenyap. Baik Salwa maupun Reza.

Dalam hati Salwa berucap, jika ia bertemu Jeff kembali dan cowok itu membuatnya kesal, Salwa tidak akan memaafkan. Jika dia memang meminta maaf. Tapi, Salwa yakin juga seorang Jeffery Dirga Alanta terlalu gengsi untuk mengucapkan satu kata itu.

****

~ Ex ~

Ini akhir tahun. Aku mau kasih bonus ke kalian. Double up gaess!! Jan lupa baca next partnya😍

Ex Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang