24. Hilangnya Tas

755 40 3
                                    

Matahari hampir sampai di puncaknya, sehingga panasnya mulai terasa menyengat kulit. Decakan dari beberapa murid terdengar dan mengeluhkan kenapa mereka mendapat jam olahraga pada waktu ini. Sekarang para murid kelas 10 Ipa 3 sudah berbaris di lapangan dan bersikap Istirahat Di Tempat.

Pak Tio sebagai guru Olahraga berdiri di hadapan mereka dan mulai berbicara. "Selamat Siang anak-anak!"

"SIANG, PAK!"

"Oke hari kita ketemu lagi seperti hari yang sudah dijadwalkan. Pada pertemuan kali ini kita akan mempelajari materi basket. Mungkin beberapa diantara kalian ada yang masuk ekskul Basket, kalian bisa membantu teman yang belum bisa. Sekarang kita belajar teknik memasukan bola ke dalam ring.  Ada beberapa teknik yang akan kalian pelajari, dan sebelumnya Bapak akan menunjukkan teknik-teknik tersebut, baru kalian mencobanya. Paham?" jelas Pak Tio.

"PAHAM."

"Setiap anak mencobanya dalam 5 kali, setelah itu bergantian dengan yang lain. Untuk yang pertama putra dahulu, yang putri bisa menunggu di pinggir lapangan."

"SIAP, PAK!"

"Tapi sebelum itu kalian lakuin pemanasan dahulu! Lari saja 2 keliling. Habis itu putra kembali berkumpul, dan putri ke pinggir lapangan untuk menunggu. Jangan takut sama matahari. Jadikan ini sebagai semangat buat kalian!"

Para murid mengangguk paham. Setelah itu Pak Tio membunyikan peluit agar mereka mulai melakukan pemanasan, yaitu berlari.

Usai 2 kali memutari lapangan, seperti yang diperintahkan, siswi-siswi menunggu di pinggir lapangan. Termasuk Salwa dan Hellen. Kedua gadis itu menyelonjorkan kakinya dan memijat pelan.

"Gini aja gue cape. Ya ampun," keluh Hellen.

"Iya, bener. Jarang olahraga, sih," ucap Salwa menyetujui.

"Dulu gue pelari padahal."

"Oh, ya?"

Hellen mengangguk-ngangguk. "Gue sering ikut lomba lari sejak SD. Tapi karena sekarang gak pernah ikut lomba lagi, bahkan gue jarang lari, kemampuan gue menurun. Haduuh!"

Salwa menepuk pundak Hellen. "Gapapa, Len. Nanti kalau ada kesempatan lo bisa asah lagi. Oke?" ujarnya memberikan semangat.

Hellen mengacungkan jempolnya sambil tersenyum ke arah Salwa.

Kemudian pandangan mereka beralih ke arah lapangan. Di sana Pak Tio sedang menunjukkan teknik yang harus mereka pelajari. Hellen dan Salwa memerhatikannya, begitu juga yang lain.

Setelah Pak Tio mempraktekkan, kini giliran siswa-siswa yang mencoba. Saat itu Reza menjadi yang pertama mencoba. Karena Reza pandai dalam hal basket, dia berhasil memasukkan bola dengan mudah. 5 kali percobaan ia lewati tanpa kegagalan.

Anak-anak yang menonton memberinya tepuk tangan. Awalan yang bagus.

"Jago banget gebetan gue, huu. Gak salah pilih gebetan," ujar Hellen.

Salwa menoleh pada Hellen, lalu tersenyum menggoda gadis itu. "Ciee... Pepet terus, Len!"

"Siap, dong, Wa! Eh tapi..."

"Apa?"

"Waktu itu dia pernah nanya sesuatu. Dia kayaknya lagi suka sama seseorang," ujar Hellen, membuat Salwa mengerutkan kening.

"Iya, kah? Kapan?" tanya Salwa.

"Sekitar 1 minggu yang lalu, pas lo sakit."

"Wah, kok dia gak cerita sama gue, ya? Terus lo mau nyerah gitu?"

"Gak ada kata nyerah dalam kamus Hellen. Toh kalaupun Reza suka seseorang belum tentu orang itu suka. Jadi, ya, naklukin Reza cukup gampang."

"Nah, setuju, Len!"

Ex Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang