Sinar mentari pagi ini menyambut hari dengan ceria. Hangatnya seolah menggantikan dingin malam tadi. Langit yang amat biru muda pun membuat nyaman saat dipandang.
Membuka kaca jendela, Salwa melihat kawasan luar. Di mana saat melakukannya, langsung disuguhkan tempat-tempat umum. Seperti jalan raya, taman, dan lainnya. Salwa bisa melihat aktivitas orang-orang dari tempatnya itu.
Salwa beralih melihat jam dinding yang terpajang di atas papan tulis. Pukul 6.15 . Masih terbilang sangat pagi untuk sampai di sekolah. Salwa baru datang seorang diri, mungkin anak-anak lain baru keluar rumah. Gadis bersurai hitam itu datang pagi sekali, bahkan saat Satpam sekolah belum membuka gerbang.
Salwa melakukannya karena memiliki alasan. Namun bisa dibilang tidak berfaedah, karena yang gadis itu lakukan adalah; pergi ke kelas Jeffery dan duduk di bangkunya. Duduk dan diam beberapa menit. Tidak melakukan apapun lagi.
Bukankah itu tidak berfaedah? Sangat tidak berfaedah. Kalau sampai pikiran Salwa kosong, bisa-bisa saja ia kerasukan hantu penunggu.
Dan setelah 10 menit hanya duduk dan diam, Salwa mengeluarkan secarik kertas dari saku rok-nya lalu meletakannya dalam buku yang ada di kolong meja Jeffery. Setelah itu ia pergi ke kelasnya sebelum anak kelas IPS 1 datang.
Kini Salwa melipat tangannya lalu meletakkan kepala di atasnya. Untuk hari ini, Salwa tidak mengerti akan dirinya. Salwa merasa tidak nyata. Kalau saja hari ini hari libur, akan ia habiskan harinya itu dengan tidur seharian.
Perlahan apa yang Salwa lakukan membawanya pada lelap. Tanpa Salwa sadari, seseorang memantaunya dari kejauhan. Mulai saat Salwa datang ke sekolah, sampai kini terlelap.
****
Salwa masih berusaha mengumpulkan kesadarannya. Beberapa detik yang lalu ia dikejutkan dengan gerbakan meja dari Hellen. Tapi tak ada salahnya juga, agar Salwa tidak kebablasan tidur hingga bel masuk.
"SALWA!"
"Kenapa, Hellen?" tanya Salwa dengan suara parau.
"Aku mau kasih kamu beberapa pertanyaan," ujar Hellen sembari duduk di kursinya. Ia menatap Salwa intens, sedangkan yang ditatap hanya menunjukan tatapan tanya.
"Pertama, kenapa kamu udah dateng sebelum aku? Tumben, sih. Kedua, kenapa kamu tidur? Ketiga ..." Hellen memberi jeda, Salwa menunggu kelanjutannya. "kenapa Jeff datang ke sekolah sama cewek lain? Kenapa kalian gak bareng?" lanjutnya, membuat Salwa sadar sepenuhnya.
Salwa menghembuskan nafasnya cukup kasar, lalu menatap ke depan. "Gak tau, aku pengen berangkat pagi aja. Soal Jeff ... aku juga gak tau."
"Gimana bisa gak tau sih, Wa? Kalian 'kan pacaran."
Salwa terdiam seketika saat mendengar kata 'pacaran'. Pacaran, ya? Iya, hanya Salwa yang menganggap bahwa dirinya dengan pemuda bernama Jeffery itu pacaran. Tapi, tidak demikian dengan cowok berlesung itu.
"Mungkin dia Kakaknya." Salwa mengatakan itu agar Hellen tetap dalam pikiran positif. Walaupun kenyataannya, ucapan itu hanya alibi semata. Salwa yakin, cewek yang dimaksud Hellen tadi adalah Jennifer.
"Tapi, kok, gak mirip, ya?" Hellen mengingat-ngingat wajah cewek yang ia maksud tadi.
"Emang harus mirip, ya?" tanya Salwa.
"Nggak juga, sih," jawab Hellen.
Salwa mengangguk-ngangguk. Setelah itu ia kembali menaruh kepalanya pada lipatan tangannya. Wajahnya ia hadapkan ke tembok. Sengaja, agar Hellen tak melihat.
Memikirkan perkataan Hellen tadi tentang Jeff dan Jennifer yang berangkat bersama, Salwa tersenyum miris. Bahkan, Jeff dengan mudah mendapatkan pengganti dan melupakan Salwa? Tetapi Salwa, masih beranggapan bahwa hubungan dengan Jeff tetap berlanjut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex
Teen FictionHarusnya Salwa sadar, bahwa sejak awal dirinya tak pantas memiliki hubungan khusus dengan seorang Jeffery Dirga Alanta. Dirinya ibarat kerikil kecil yang sering ditendang, sementara Jeff adalah berlian dambaan orang-orang. Tak seharusnya ia terjebak...