Sebuah motor hitam berhenti di depan pagar rumah yang bergaya sederhana itu. Salwa turun dari motor tersebut lalu menatap seseorang yang menyetirnya. Ucapan terima kasih keluar dari mulut gadis itu setelah sebelumnya ia berdehem untuk menghilangkan canggung.
"Makasih ... Jeff."
Jeff mengangguk. Salwa tidak tahu bagaimana ekspresi cowok itu karena tertutup helm full face. Hanya terlihat mata yang tatapnya biasa.
Salwa segera masuk ke rumahnya. Ia tak menunggu Jeff pergi dahulu. Biarlah Salwa dianggap tak sopan. Salwa tidak peduli. Sementara cowok yang masih menunggangi motornya itu menatap Salwa hingga cewek itu hilang dibalik pintu yang tertutup.
Helaan nafas panjang kemudian keluar dari hidungnya. Jeff memandang telapak tangannya yang diperban. Luka yang tertutup itu tercipta karena hal bodoh yang ia lakukan. Jeff meninju cermin yang ada di kelasnya. Untung saja menggunakan tangan kiri. Kalau saja tangan kanan yang merusak cermin tersebut, mungkin Jeff tak akan bisa mengendarai motornya.
Jeff menderungkan kecil gas motornya sebelum meninggalkan rumah Salwa. Setelahnya cowok itu melaju membelah jalanan menuju rumahnya.
****
Langkah cowok itu kini sampai di ruang tamu rumahnya. Ia ingin segera masuk ke kamarnya, namun terhenti saat sebuah suara dari sofa ruang tersebut menginstruksi.
"Tangan sama muka kamu kenapa, Jeff?"
Jeff tak langsung berbalik menghadap orang yang melayangkan tanya padanya. Ia mendengkus kecil sebelum akhirnya berbalik dan menjawab.
"Jatuh," ucap Jeff. Setelah itu ia kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar. Namun baru mencapai tangga, suara Pria itu kembali terdengar.
"Jatuh di mana?"
Jeff kembali menoleh ke arah Pria itu. "Sekolah."
"Jeff, kamu kalau ngomong sama orang tua itu yang sopan." Suara itu datang dari arah depan Jeff. Wanita berambut sebahu itu baru menuruni anak tangga dan kini ada di hadapan Jeff.
Jeff hanya diam. Ia malas jika topik tertuju pada kesopanan, kesopanan, dan kesopanan. Jeff muak. Rasanya rumah adalah tempat Jeff dipaksa menuntut kesopanan. Cih, menyebalkan!
Karena Jeff masih menghargai Mamanya, ia menyalami tangan wanita itu. Setidaknya ia menghormati orang yang memiliki ikatan kandung di rumah ini.
Setelah itu Jeff melanjutkan langkahnya menaiki tangga. Namun saat sampai di ujung tangga, Mamanya bersuara. Membuat Jeff berhenti melangkah.
"Jeff, kamu denger, gak, Mama ngomong?"
Jeff tidak membalas. Ia hanya menoleh pada Mamanya dengan tatapan datar.
"Kamu harus ngehormatin Papa juga."
Tangan Jeff mengepal setelah Mamanya mengatakan itu. Sumbu kemarahannya seakan terpatik oleh kalimat yang wanita itu ucapkan. Papa? Bahkan Pria itu tak pantas Jeff panggil dengan sebutan Papa.
"Papaku cuma satu dan dia sudah tidak ada di rumah ini. Sampai kapanpun, aku gak bakal anggep Orang Itu sebagai pengganti Papa. Lagian, buat apa menghormatin pria penggoda seperti dia." Mata Jeff terus mengarah pada Pria yang duduk di ruang tamu tadi. Emosinya tak bisa terkontrol jika suami baru Mamanya itu ada di hadapannya.
Jeff berbalik dan melangkah ke kamarnya. Ia mengabaikan teriakan Mamanya. Baru setelah Jeff masuk dan menutup pintu, teriakan itu tak lagi terdengar. Jeff menyandarkan tubuhnya pada pintu yang tertutup. Tatapannya kosong. Dan setiap kali hal itu terjadi, bayangan dimana keharmonisan keluarganya mulai hancur terputar kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex
Teen FictionHarusnya Salwa sadar, bahwa sejak awal dirinya tak pantas memiliki hubungan khusus dengan seorang Jeffery Dirga Alanta. Dirinya ibarat kerikil kecil yang sering ditendang, sementara Jeff adalah berlian dambaan orang-orang. Tak seharusnya ia terjebak...