3. Awal Mula

1.4K 61 3
                                    

Seorang gadis berseragam SMP lari terburu-buru menuju Aula SMA. Hari ini adalah hari pertama Masa Orientasi Siswa atau MOS. Kegiatan tersebut sangat tepat waktu. Tetapi Salwaㅡgadis itu, terlambat. Mungkin sudah 10 menit dari waktu yang dijadwalkan dimulai, Salwa baru sampai di depan gerbang.

Nafas Salwa tersenggal-senggal. Sampai di depan pintu utama Aula, tatapan-tatapan anak Osis mengarah ke arahnya dengan tajam. Sudah pasti, Salwa akan dimarahi.

"Kenapa kamu baru datang?" ucap salah satu anak Osis.

"Maaf, Kak. Name Tag saya ketinggalan tadi. Jadi saya harus pulang dulu ke rumah," ucap Salwa.

"Kan di grup kelas sudah diingatkan. Jangan sampai ada yang ketiggalan! Kamu gak baca?"

"Baca, Kak. Saya tadi tergesa-gesa banget, jadi lupa."

Para anak Osis saling memandang satu sama lain. Meminta pendapat tentang apa yang sebaiknya diberikan untuk Salwa.

"Kamu boleh gabung sama yang lain," ucap salah seorang anak Osis perempuan.

Salwa tersenyum bahagia. "Makasih, Kak," ucapnya sambil membungkuk sopan.

"Tapi pas jam pulang nanti, kamu jangan pulang dulu! Kamu harus terima konsekuensi dari perbuatan kamu ini."

"Iya, Kak. Apa yang harus saya lakukan?"

"Kamu bersihin sampah yang ada di lapangan, Aula, atau tempat yang kamu lihat ada sampah!"

"Oke, Kak."

"Kalau gitu, kamu boleh masuk. Gabung sama temen sekelas kamu!"

"Baik. Makasih, Kak."

Salwa pun masuk ke gedung Aula tersebut dan bergabung bersama teman kelasnya, X IPA 3. Tidak ada yang Salwa kenal anak-anak kelasnya itu. Sehingga saat Salwa bergabung, mereka terlihat acuh saja.

Salwa tidak mempermasalahkan itu. Yang penting, ia bisa mengikuti kegiatan MOS ini.

****

Seusai kegiatan MOS H - 1 berakhir, Salwa langsung melaksanakan hukumannya. Rupanya ia tidak sendiri, ada 3 orang selainnya yang masing-masing memegang alat kebersihan. 2 diantaranya adalah murid cowok dan 1-nya lagi adalah cewek.

Salwa menyapu daun-daun yang berjatuhan. Namun fokusnya teralihkan pada seseorang di sampingnya. Beberapa saat mata Salwa terpaku pada sosok kaum Adam. Angin yang berhembus serta daun-daun yang menjatuhinya seolah memancarkan aura cowok itu. Salwa benar-benar dibuat takjub.

"Ck! Napa pada jatoh lagi sih?" kesal cowok itu karena daun-daun berjatuhan lagi.

Merasa diperhatikan, cowok itu menoleh ke samping. Ia memperhatikan Salwa yang tengah menatapnya tanpa kedip. Setelah itu berkata, "Gue tau gue cakep. Yang gak cakep itu, halaman ini. Sekolah favorit masih aja ada yang kotor!"

Salwa berkedip mendengarnya. Ternyata cowok tersebut suka menjulid. Hh, Salwa tak menyangka.

"Lo gak usah ngeliatin gue terus. Lo gak bakal ketularan cakep juga. Buruan bersihin!" ujar cowok itu pada Salwa.

"A-Ah! Iya." Salwa pun kembali pada kegiatannya membersihkan dedaunan.

Hingga akhirnya selesai, Salwa memasukkannya ke tempat sampah. Saat itu tatapan cowok tadi tak luput dari Salwa. Ia memperhatikan gerak-gerik gadis itu.

"Eh, lo!" panggil cowok itu.

Salwa menoleh dan menunjuknya, memastikan apakah cowok itu memanggilnya atau bukan.

"Iya, lo," kata cowok itu membenarkan. "Lo gak punya iket rambut apa?" tanyanya.

"Aku lupa bawa," ucap Salwa.

"Gue yang liat lo selalu benerin rambut, jadi gerah sendiri," ujar cowok itu. Memang benar, saat bersih-bersih tadi, rambut Salwa yang terurai seperti mengganggu aktivitasnya.

"Hehe, gak pa-pa."

Tiba-tiba cowok itu beranjak dan melangkah mengambil tas-nya. Ia mengeluarkan sesuatu dari sana, kemudian berjalan ke arah Salwa.

"Nih." Cowok itu menyodorkan sebuah ikat rambut berwarna biru pada Salwa.

"Eh?" Salwa sedikit terkejut karena itu.

"Pake ikat rambut ini! Jangan sampe leher lo jadi keringetan dan jadi panuan. Setelah gue liat-liat, lo itu gak cakep-cakep amat. Ya, pas-pasan lah. Jangan sampe panuan, entar ke-standaran lo malah turun jadi di bawah pas-pasan," cerocos cowok itu membuat Salwa cengo.

Kenapa cowok itu cerewet dan berani menilai-nilai tentang dirinya? Bukannya itu termasuk body shaming? Tapi Salwa tak terlalu memikirkan itu. Bukankah itu termasuk bentuk perhatian?

"Pake cepetan! Gue gerah sendiri liatnya," ucap cowok itu kesal karena Salwa tak kunjung menerima pemberiannya.

"I-iya. Makasih." Salwa menerima ikat rambut tersebut lalu mengikatkan pada rambutnya.

Cowok itu dibuat terdiam saat melihat Salwa mengikat rambutnya. Beberapa detik dibuat tertakjub karena seperti ada aura yang terpancar pada Salwa.

"Khem. Udah. Gimana? Gak gerah lagi 'kan lihatnya?" tanya Salwa, membuat cowok itu tersadarkan.

"Ng-nggak. Ya, kayaknya nambah 0,001% kecakepan lo," kata cowok itu membuat Salwa terkekeh.

"Kalian berdua!" panggil seseorang. Salwa dan cowok itu menoleh, mendapati sosok Ketua Osis yang berjalan ke arah mereka.

"Udah selesai?' tanya Ketos itu setibanya di hadapan mereka.

"Udah, Kak," jawab Salwa saja. Sementara cowok itu hanya diam sambil melipat tanga nnya di depan dada.

"Kalau gitu, kalian boleh pulang."

"Makasih, Kak," ucap Salwa.

"Sama-sama. Kalian jangan ulangin kesalahan lagi!" ucap Ketos itu memperingati.

"Baik, Kak," balas Salwa.

Ketos tersebut menoleh pada cowok tadi. "Jeffery! Besok, Kakak mau lihat rambut kamu udah dicukur sesuai yang diperintahkan!"

"Kak, gue sebenernya pengen nolak. Kalau gue nurutin aturan, nanti gue gak cakep, Kak," ucap cowok itu yang telah diketahui bernama Jeffery.

"KAMU INI!" gertak Ketos. "Kamu di sini sekolah, bukan numpang tenar! Kamu diterima di sekolah ini, artinya kamu harus menerima setiap peraturan di sini. PAHAM?!"

"Iya, Kak. Sorry, gue cuma becanda," kata Jeffery.

"Kalau besok rambut kamu masih begitu terus, Kakak cukur abis di depan semua murid!" ancam Ketos.

"Iya, Kak."

"Yasudah, kalian boleh pulang."

****

Setibanya di rumah, Salwa masuk ke kamar lalu mandi. Seusai membersihkan diri, Salwa mengenakan pakaiannya, lalu duduk menghadap cermin.

Salwa membuka ikat rambut karena rambutnya akan ia sisir. Ia menatap benda berwarna biru itu untuk beberapa saat. Bayangan Jeffery kala itu muncul di pikiran Salwa.

Tak sadar, bibir Salwa tertarik untuk senyum saat membayangkan cowok itu. Apakah cowok itu punya stok ikat rambut di tas-nya? Karena saat memberikan pada Salwa, ikat rambut itu masih terplastik rapi.

"Jadi, namanya Jeffery," kata Salwa. "Hh ... Jeff, Jeff, kamu kok lucu, ya?"

****

~ Ex ~

Setiap part emang pendek. Karena itu, semau aku aja wkwk.

Ini gak aku baca ulang. Mohon maklum jika tidak nyambung mwehehe.

Stay tune!

Thanks for Reading!♡

Ex Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang