Akhirnya Arsa diantar pulang. Mengendarai mobil miliknya, Zohar terlihat sangat keren ketika memegang setir. Arsa akhirnya memutuskan untuk pulang karena sakit kepalanya tidak kunjung membaik. Farhan mengendarai mobil Zohar bersama Hira.
“Ini mungkin sudah sangat telat, namaku Zohar Akemi. Cowo tadi yang pake kacamata namanya Farhan Gentala, kalau yang cewe namanya Hira Candida. Moga kita terus jadi teman ya.”
Arsa hanya bisa diam. Mendengarkan nama-nama yang Zohar sebutkan. Perasaan senang mengalir dalam dirinya, ia merasa dipertemukan kembali, entah dalam hal apa. Tapi rasa ini, Arsa yakin ini adalah rasa yang pernah ada. Tersimpan, menunggu untuk diingat. Kehangatan yang mengalir dalam dadanya membuat ia ingin menangis, haru bahagia menjalar naik ke matanya. Mata Arsa berlinang, lebih basah dari biasanya. Tapi bagi orang yang melihatnya, mugkin sekarang matanya terlihat biasa.
“Nama mu Arsa kan?”
“Iya. Namaku Arsa Arnawama. Tapi, bagaimana kau bisa tahu namaku?”
“Satu kampus mungkin sudah tau nama mahasiswa yang selalu jadi teladan ini, hehe...”
“Begitu. Terima kasih sudah mau mengantarku pulang, maaf jadi merepotkan kalian. Sesampainya nanti makanlah dulu dirumahku. Kalian pasti belum makan siang.”
“Haha, itu urusan nanti, sekarang kondisi mu yang harus dikhawatirkan. Aku tau alamat rumah mu, jadi kau sekarang tidur saja. Aku akan mengantarmu ke rumahmu kok, jangan takut dan tidurlah ya. Kau harus banyak istirahat.”
“Dari mana kau tahu alamat rumahku?”
“Aku tau karena membaca di buku biodata mahasiswa, dan namamu itu mudah sekali ditemukan.”
“Oh begitu ya.”
“Hm, nah sekarang kau tidurlah, perjalanannya masih jauhkankan?”
“Aku tidak bisa tidur di mobil.”
“Wah? kenapa bisa begitu?”
“Aku juga tidak tahu.”
“Emm, kalau begitu coba kau tutup mata saja. Hanya untuk mengistirahatkan pikiranmu sejenak bagaimana?”
“…Baiklah, kalau ada apa-apa tanya padaku ya.”
“Haha, baiklah baiklah, kau tenang saja.”
Tidak lama setelah percakapan Zohar dan Arsa berakhir, Arsa tertidur.
Katanya tidak bisa tidur di mobil, tapi sekarang kau tertidur, hehe. Senang sekali bisa bertemu kembali, Arsa. Eh, kau tersenyum Arsa, kau mimpi apa sih?
Saat memandangi Arsa ketika lampu merah, Zohar melihat Arsa tersenyum dalam tidurnya, ia senang Arsa tersenyum sebentarDi mobil milik Zohar, Hira dan Farhan berbincang mengenai kondisi Arsa.
“Arsa, mungkinkah Ayahnya masih keras padanya selama ini?” tanya Hira pada Farhan yang sedang menyetir.
“Itu mungkin saja. Tapi bukankah semenjak ia lupa ingatan dan mengidap penyakit itu, ia benar-benar menerima apapun perlakuan Ayahnya, kan?”
“Iya kau benar, tidak pernah ada alasan lain. Ketika ditanya, Arsa sewaktu SD selalu mengetakan ini karena Ayahnya, semua dilakukan karena Ayahnya”
"Aneh ya. Tidak tidak, jika kita pikirkan lagi, kenapa kita dulu mengikuti perkataan orang tua kita untuk menjauhi Arsa coba? Kita harusnya selalu ada disamping Arsa, tak peduli ia mengingat kita atau tidak."
“Dulu kita masih anak-anak.”
“Hm. Sekarang waktunya kita selalu hadir untuk Arsa.”
“Iya, kau benar. Mari selalu bersama lagi.”
“Haha iya ayo!”
Mobil mereka melaju beriringan, melewati semua jalan bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gift
RandomSayap putihnya itu mulai bergerak kedepan, menuju tubuh Arsa. Membuat tubuh mereka berdua semakin dekat. Sayap itu terus menghilangkan jarak yang ada. Arsa yang dipeluk dengan sayap lembut itu menerima dekapan hangat darinya. Lambat laun tangan Arsa...