Leo sedang memerhatikan Arsa dari kayangan. Ia melihat sekarang Arsa sudah menerima hatinya sendiri dan berani terbuka pada teman-teman masa kecilnya. Melihat ini, Leo merasa sedikit bahagia.
Bagaimana nanti ketika ia sudah menerima berkah, akankah Arsa tetap sama.
Pikir Leo sambil duduk dan menatap cermin dunia dengan tenang.Pakaiannya hari ini lumayan juga...
Melihat orang ini selama ia bertugas membuatnya tidak bisa berhenti berkomentar mengenai segalanya tentang Arsa.***
Zohar, Farhan dan Hira menaiki tangga menuju perpustakaan. Terletak di lantai dua, mereka dengan tergesa-gesa berjalan bersama, tak sabar bertemu Arsa lagi. Kesempatan ini sangat membahagian mereka. Sungguh akhir tahun kuliah yang menyenangkan.
Setelah mereka bertiga melihat Arsa bersandar di tembok dekat pintu perpustakaan, mereka bertiga semakin mempercepat langkahnya.
“Arsaa!” panggil mereka bersamaan.
Arsa yang sedang membaca berita di handphonenya langsung merasa akrab dengan suara ini dan menoleh. Terlihat Zohar, Farhan dan Hira berjalan bersama memenuhi koridor, tak bisa menahan senyuman karena mereka bertiga juga ternyata sama seperti Arsa. Menantikan hal ini.
“Yo Arsa, bagaimana kesehatan mu hari ini?"
Tanya Farhan yang berlari duluan menghampiri Arsa.Tak bisa lagi menjaga senyumnya, Arsa semakin melebarkan lengkungan bibirnya.
“Aku baik, Farhan. Senang bisa berteman dengan kalian,” sambil melihat Zohar dan Hira yang baru sampai di sebelah Arsa.
“Bukannya kita sudah berteman dari kemarin ya?”
Zohar menjawab sambil tertawa, aneh meskipun mereka sudah besar, perasaan kekanakan selalu terasa ketika bersama Arsa.“Iya Arsa, senang bisa berteman lagi,” jawab Hira sambil membalas senyuman Arsa.
Masih merasakan geli dihatinya, Arsa tak berhenti tersenyum dan akhirnya tertawa. Zohar, Farhan dan Hira kebingungan melihat ini. Tapi rasanya mereka bertiga tidak akan bertanya mengapa Arsa tertawa sekarang. Mereka masih ingin melihat Arsa tertawa seperti ini, seolah Arsa ini adalah Arsa yang sama ketika mereka masih kecil. Setelah beberapa saat, Arsa perlahan berhenti tertawa dan mengusap matanya yang berair.
“Hahaha, maaf maaf, aku, haha ga tau kenapa, aku ga bisa menahan tawaku...”
“Arsa, santai saja…” perkataan Farhan tidak selesai karena setelah berhenti tertawa, Arsa menangis. Menggosok-gosok matanya dengan lengannya.
Mereka bertiga saling menatap. Merasakan kesedihan Arsa. Mungkin ini reaksi tubuhnya. Mereka dulu adalah teman terdekat yang Arsa punya. Sudah tiga tahun bersama, entah di sekolah, di rumah, atau di manapun itu. Mereka berempat selalu bersama. Orang tua mereka sama-sama sibuk, jadi mereka semua pasti main ke rumah Arsa kapanpun itu dan tidak pernah dimarahi karena orang tuanya saling mengenal.
Akhirnya mereka bertiga memeluk Arsa. Ikut larut dalam kesedihannya. Merasakan kehangatan yang sama seperti ketika Leo memeluknya dengan sayapnya, Arsa merasa kebingungan dan lega. Ia tidak tau mengapa ia menangis tadi. Ini sama seperti waktu ia bersama Leo. Memang benar, ia harus segera mengingat masa lalunya. Agar semuanya jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gift
RandomSayap putihnya itu mulai bergerak kedepan, menuju tubuh Arsa. Membuat tubuh mereka berdua semakin dekat. Sayap itu terus menghilangkan jarak yang ada. Arsa yang dipeluk dengan sayap lembut itu menerima dekapan hangat darinya. Lambat laun tangan Arsa...