Masih terus memantau Arsa, Leo melihat semua kejadian unik pagi ini. Melihatnya menangis lagi seperti membawa kembali suasana waktu itu, ketika Arsa menangis dibajunya. Hatinya menghangat, merasa ini adalah hal baik yang terjadi, yang pantas Arsa dapatkan selamanya.
Tugas Leo belum selesai, ia harus terus melakukan hal yang biasa ia lakukan dari hari pertama Arsa ada di dunia hingga nanti keputusannya mengenai berkahnya.
***
“Maafkan kami Arsa, kami tidak ada disampingmu ketika kau menderita.” Farhan adalah yang pertama bicara ketika mereka dalam pelukan hangat yang nyaman itu.
Zohar dan Hira hanya bisa memeluk lebih erat lagi. Mereka tidak ingin terlalu banyak bicara. Hanya ingin terus seperti ini, dekat dengan Arsa dan tau Arsa baik-baik saja.
“Baiklah kawan, ini sudah terlalu lama…”
Arsa merasa jika ia tidak mengatakan apa-apa, ini akan terus berlanjut entah sampai kapan.
“Kenapa? sebentar lagi saja...”
Zohar mengeluh, enggan melepaskan temannya yang rapuh ini. Arsa ternyata lumayan kurus dari yang terlihat. Merasakan hal ini, Zohar ingin lebih lama lagi memeluknya, berharap ia mendapat kenyamanan yang cukup untuk selamanya.Hira yang hanya memeluk ketiganya dari luar sudah melepas pelukannya setelah mendengar perkataan Arsa. Ia bisa membayangkan apa yang Arsa rasakan, dipeluk dua pria bertubuh besar secara langsung pasti sangat panas dan tidak nyaman.
“Sudahlah kalian berdua, itu Arsa mungkin kepanasan,” ucap Hira tidak lama setelah ia memerhatikan keduanya tidak ada niatan melepaskan pelukannya.
Farhan dan Zohar melepas pelukannya dan melihat Arsa, sekarang ia sudah tidak menangis atau tertawa lagi. Wajahnya tersenyum ringan, memandang mereka bertiga dengan tatapan teduh.
Mereka berempat berjalan menuju kelas masing-masing, diiringi hangatnya matahari pagi, berjalan beriringan dengan obrolan menyenangkan, membuat Arsa bahagia. Ini pagi yang sempurna dengan teman-teman lamanya.
“Oh iya Sa, kalau mau tanya apa-apa tanya aja ya. Kita pasti cerita, okey?” ucap Farhan yang berpikir mungkin Arsa penasaran dengan masa kecilnya.
“Pasti dong kita ceritain, pokonya Arsa tinggal tanya aja. Kita mau Arsa yang tanya duluan, jadi kami bisa ceritain hal-hal yang Arsa pengen tau dulu.” timbal Zohar.
“Aku juga masih inget ko, dulu kita berempat gimana...” sambung Hira.
Mendengar ini, Arsa sebenarnya terkejut. Ia sudah lupa dengan rasa penasarannya. Sejak ia ngobrol, perasaan itu sudah hilang, tidak ada lagi perasaan lain selain kenyamanan. Sungguh, ini seperti Arsa sudah mendapat kedamaian hingga ia lupa perasaan aneh yang selalu menghantuinya.
Terdiam sebentar dan menatap ketiganya, Arsa menjawab,
“Oh, iya kalian benar. Aku sebenarnya lupa ingin menanyakannya pada kalian.”
“Nah, ayo ayo, yang mana yang ingin kau tau Arsa.” Zohar berkata.
"Kalian benar teman baik ku sejak SD kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gift
RandomSayap putihnya itu mulai bergerak kedepan, menuju tubuh Arsa. Membuat tubuh mereka berdua semakin dekat. Sayap itu terus menghilangkan jarak yang ada. Arsa yang dipeluk dengan sayap lembut itu menerima dekapan hangat darinya. Lambat laun tangan Arsa...