Bab 18 Teman

4 4 0
                                    

“Ini sudah larut, kenapa kau belum tidur Arsa?"

“Aku belum ngantuk.”

“Emm, begitu. Tak apa. Aku akan menemanimu.”

“Eh, haha, tidak perlu. Aku mau coba tidur sekarang. Terima kasih ya.”

“Baiklah, tenangkan pikiranmu dan istirahatlah ya. Tak usah sungkan Arsa. Selamat malam.”

“Hm, selamat malam.”

Percakapannya dengan Zohar membuat Arsa merasa malam ini berbeda. Sungguh. Arsa sudah terlalu lama melewati malam sendiri, sudah lama ia tidak bercakap-cakap sebelum tidur seperti ini.

Arsa menyimpan handphonenya. Berbaring dan menutup mata, mencoba untuk tidur. Sambil berharap pagi esok akan lebih hidup.

Membuka mata di tempat yang sepertinya pernah ia lihat, Arsa bertemu lagi dengan Leo. Melihatnya membuat Arsa yakin, sekarang ia sedang ada di tempat petemuannya dengan Leo.

“Aku tidak akan lama-lama Arsa. Sebentar lagi waktu sakralnya akan terjadi, nanti kau akan pergi ke sana dengan keluargamu. Nanti kau ikuti saja jalan yang “sangat indah”. Ketika kau sampai di tempatnya, kau akan tau maksudku.”

“… Meski banyak yang ingin aku tanyakan, waktu kita tidak banyak ya? Baiklah, akan aku ingat itu. Terima kasih Leo.”

Leo yang hendak berjalan membelakangi Arsa terdiam sejenak. Mendengar Arsa berterima kasih terasa menyakitkan bagi Leo. Ia yang melihat bagaimana perjuangan Arsa sedari kecil hingga saat ini, merasa seharusnya ia yang minta maaf karena tidak bisa membantunya ketika Arsa kesusahan.

“Ga usah, ini udah jadi tugasku. Jaga kesehatan ya. Dah.”

“Em, hati-hati.”

Leo yang masih bisa mendengar ucapan Arsa terkekeh, ia harus hati-hati kenapa.
Aku ini malaikat, bodoh.

Gerakan terakhir yang Arsa lihat dalam mimpinya adalah Leo melambaikan tangannya, setelahnya, Arsa terbangun karena alarmnya.

Pantas dia terburu-buru...

Menghirup udara pagi dari jendela kamarnya, Arsa merasa lebih segar. Rasa kantuk perlahan berganti menjadi semangat pagi, perasaan menggebu-gebu ini, masih terasa aneh bagi Arsa.

Bersiap-siap berangkat ke kampus, ia baru sadar ketika akan berangkat naik mobilnya. Orang tuanya tidak ada. Pengurus rumah pun tidak berkata apa-apa soal ini. Khawatir terjadi sesuatu, Arsa mengirim pesan pada Ibunya. Setelah itu ia memajukan mobilnya menuju kampus.

Jalanan masih lenggang, matahari pagi baru saja menampakan sinarnya. Pagi baru saja dimulai dan Arsa merasa semakin bersemangat untuk segera sampai ke kampus.

Melihat gerbang kampus sudah dekat, ia makin merasa jantungnya berdebar kencang, sungguh ini sangat aneh, ini pertama kalinya Arsa seperti ini.

Memarkirkan mobilnya, Arsa segera turun dan menuju perpustakaan. Ia akan menunggu disini. Tak lupa Arsa mengirim pesan pada Zohar untuk bertemu di tempat ini.

Walau sedang menunggu pun, jantung Arsa seperti tidak ada niatan untuk melambatkan detakannya. Untuk pertama kalinya, Arsa senyam-senyum sendiri hanya karena akan bertemu dengan teman-temannya.

Ini sangat menyenangkan, pikir Arsa.
Yang sedari tadi menjadi bahan lirikan mata orang-orang yang lewat lorong perpustakaan.

GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang