Bab 12 Harapan

7 4 0
                                    

“Oh, ternyata kau ikut juga Hira,” sambut Farhan ketika Hira berhenti berlari.

“Iya, tadi aku tidak enak perut, tapi sekarang sudah baikan, hehe. Ini pasti karena aku lapar!”

“Ya sudah ayo kita masuk, supaya kalian bisa cepat makan,” jawab Arsa. Ia sedikit terkejut, ada perempuan yang jujur dalam hal makan.

“Hahaha Hira, kau terlalu terang-terangan untuk ukuran cewe,” sambung Zohar. Ia senang Hira adalah tipe cewe yang blak-blakan.

“Hehehe. Mau cewe atau cowo, makan itu penting!”

Sambil berjalan mereka berempat mengobrol, seakan ini bukan pertemuannya yang pertama. Mereka bertiga sudah bisa karab dengan Arsa, tidak ada canggung atau hal lainnya.

Orang yang baru pertama kali berkunjung ke rumahnya, pasti ia akan banyak bertanya mengenai orang tuanya, mereka seakan takut dengan orang tuanya. Tapi mereka bertiga seolah tidak peduli dengan orang yang akan ada di rumah ini. Mereka dari tadi selalu bertanya mengenai Arsa, tak ada yang lain, hanya Arsa.

“Oh iya Arsa, hobimu sekarang apa?” tanya Zohar

“Sekarang? hobiku masih sama, membaca buku dari dulu.”

“Bukan menggambar?”

“Hah? bukan haha, aku bahkan kurang bagus menggambar.”

“Oh begitu toh.”

Obrolan mereka sangat ringan, ini sudah lama tidak Arsa rasakan. Pokoknya kehidupan Arsa berubah 180 derajat ketika ia bangun dari koma. Di sekolah ia tidak punya teman, Ayah adalah tumpukan tugas bagi Arsa, Ibu selalu menjauh. Mungkin ini yang membuat Arsa mati rasa. Ia sangat jarang berbicara dalam satu hari. Di kampus pun, ia hanya jadi bahan contekan, Arsa selalu membantu orang-orang yang hanya membutuhkan catatan Arsa. Inti dari kehidupan adalah memanfaatkan dan dimanfaatkan, kan? jadi apa salahnya Arsa menjadi yang dimanfaatkan, toh tidak mengganggu nilai-nilai Arsa dan juga nanti jika Arsa membutuhkan mereka, Arsa  pun akan memanfaatkan mereka.

Pintu rumah dibuka, sambutan pengurus rumah yang sedang di lantai satu terdengar.

“Selamat datang tuan, makan siang sudah siap. Ada yang tuan perlukan?”

“Terima kasih. ini semua sudah cukup.”

“Baik tuan.”

Arsa langsung mengajak mereka bertiga menuju dapur, makan bersama memang terasa lebih menyenangkan.

“Kamu ga suka sosis Arsa?” tanya Farhan ketika melihat Arsa tidak memakan sosis diantara sayuran oseng itu.

“Iya, sosis rasanya aneh. Dari dulu aku tidak suka sosis.”

“Tapi dulu kau suka sosis... (sambil bergumam)”

“Apa? maaf aku tidak mendengarmu tadi.”

“Oh tidak apa-apa ehe, makasih ya Arsa, kami sudah merepotkanmu, numpang makan disini lagi.”

“Tidak apa-apa Farhan, lagi pula, tadikan kalian yang membantuku dua kali. Aku yang pertama merepotkan kalian ketika pertama bertemu.”

“Itu  bukan apa-apa kok, jangan dibahas lagi.”

“Nah, jadi jangan dibahas lagi ya.”

Arsa tidak biasanya ngobrol ketika makan, ia biasanya makan dengan cepat dan tanpa suara. Tapi kali ini sangat berbeda, ada orang yang menemaninya makan dan mengobrol bersama. Ini sangat berbeda, Arsa harap, ini bukan yang terakhir kalinya. Ia ingin selalu makan bersama, dengan teman-teman barunya ini.

GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang