Bab 21 Kebenaran

4 4 0
                                    

“Iya, kita berempat satu SD, kita sering bermain bersama. Sampai-sampai kita bertiga menginap di rumahmu, Arsa. Tidak pulang ke rumah sudah menjadi hal yang biasa bagi kami bertiga.” Zohar menjawab pertanyaan Arsa.

“Rumah Arsa adalah rumah kami dulu. Ah... itu adalah waktu-waktu yang menyenangkan.” Farhan berkata sambil mengingat-ingat masa indah itu.

“Tidak ada yang khawatir kalau kita tidak pulang ke rumah, sudah kebiasaan sih. Orang tua kita juga sudah saling kenal.” tambah Hira mengikuti obrolan.

Arsa yang mendengar semua jawaban itu merasa benar-benar kosong, tidak ada ingatan yang terbesit sedikitpun, Arsa bingung. Jika bukan karena foto postingan yang ada di media sosial mereka, Arsa mungkin akan  menganggap ini berlebihan. Tapi, ia tidak akan  mengulangi kesalahan lagi. Ia akan percaya dengan hatinya sekarang.

“Terdengar sangat menyenangkan. Aku ingin mengingat itu semua seperti kalian.”
Spontan ucapan Arsa keluar dari mulutnya. Ia kaget, takut hal ini akan menyinggung perasaan mereka. Segera Arsa melihat mereka bertiga. Ia salah lagi, ia mungkin tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi jika ia belum mengingat masa lalunya. Pemikiran Arsa ternyata salah. Mereka bertiga masih tetap menatap Arsa seperti pertama mereka melihat Arsa pagi ini. Tatapan mata yang aman dan menyenangkan. Tatapan mata mereka masih sama, lembut seperti tadi.

“Ada apa Arsa? itu lucu. Kenapa tiba-tiba kaget begitu?”
Zohar yang selalu melihat dengan teliti ekspresi Arsa terkekeh dengan perubahan yang ekstrim itu. Awalnya ia bertanya dengan wajah serius, lalu setelah mendengar jawabannya tadi, mata Arsa sayu, lalu tiba-tiba ekspresi kaget muncul dari wajahnya. Itu sangat berbeda hanya dengan waktu yang singkat.

“Iya, Arsa kaget ya? itu wajar kalau kamu masih tidak ingat apa yang kami katakan. Kau harus merasakannya sendiri Arsa, bagaimana kalau...” belum selesai Farhan bicara, Hira memotong,

“Bagaimana kalau kita ulang lagi semua yang kita lakukan waktu kecil?” ia berkata dengan wajah yang sangat bersemangat. Hira nyaris beteriak ketika mengatakannya.

Arsa tertegun, bisakah ia melakukan hal ini bersama mereka, ini terlalu aneh baginya yang sudah terbiasa sendiri dan tidak melakukan hal lain di rumah selain membaca buku dan istirahat.

“Arsa?” Zohar menepuk bahu Arsa.
Setelah pertanyaan Hira tadi, Arsa seperti kehilangan pikirannya dan menatap kosong ke depan.

“Ah, oh iya. Maaf maaf. Aku hanya kaget. Ini sudah lama sekali. Aku hanya menjadikan rumah sebagai tempat tinggal. Tidak pernah mengajak main teman sebelumnya.”

“Phaa, ternyata karena itu. Ku kira kau kenapa tadi Arsa,” jawab Farhan lega karena ia sudah berpikir berlebihan sendiri.
Ia kira tadi Arsa pusing karena mengingat memorinya.

Hira hanya bisa tersenyum menanggapi jawaban Arsa. Ia tidak ingin mengatakan hal lain, ia hanya ingin mendengar Arsa berbicara lagi dan lagi.

GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang