Bhadra dan Adara pun sudah siap dan tengah berjalan menuju meja makan untuk sarapan. Mereka berdua memakai baju setelan dan sudah siap berangkat kerja. Adara sampai sekarang masih bekerja, ia merasa sudah percuma baginya untuk berhenti bekerja. Arsa sudah terlanjur melupakannya, ia terlalu sedih untuk selalu lebih lama berdiam diri di rumah.
Keluar kamar bersama, melewati ruang keluarga dan akhirnya sampai di dapur. Bhadra dan Adara disambut para pengurus rumah. Seperti biasa, sarapan sudah siap. Susu, telur dan buah-buahan sudah ada di meja makan.
Arsa yang sedari tadi sudah siap, memilih untuk melihat taman belakang sebentar. Ia selalu suka suasana yang disuguhkan oleh bunga dan tanaman hijau lainnya yang basah karena sudah disiram. Air mancur di tengah taman belakang ini sungguh melengkapi keindahannya. Ia paling suka jika ada angin yang berhembus dan membuat daun-daun di pohon bersuara. Selain hawa dingin yang datang bersamanya, hembusan angin pagi juga terasa segar. Ini adalah salah satu ruang terbuka yang Arsa sukai di rumah.
Langit yang masih berwarna biru kegelapan ini membuat Arsa semakin lupa waktu. Langit seolah mendukung Arsa agar berlama-lama di taman ini, menghabiskan waktu lebih untuk memandangi keindahan alam, berdiri menemani sang langit yang jarang ia pandang jika sudah keluar rumah.
Kursi-kursi taman yang berembun, menunjukan betapa dinginnya taman. Namun Arsa tidak merasakan hal itu sedikit pun. Yang ia rasakan sekarang hanya ketenangan dan kehidupan. Ia merasa tersadarkan bahwa bagaimana pun keadaannya saat ini, ia tetaplah mahkluk hidup, bagian dari kehidupan.
“Maaf mengganggu tuan, sarapan sudah siap,” kata Sarni. Salah satu pengurus rumah kepada Arsa sambil tersenyum ramah padanya. Ia adalah pengurus rumah yang tadi memasak dan mengobrolkan rumor yang tidak benar mengenai Arsa. Sarni memutuskan untuk selalu bersikap ramah pada Arsa setelah mendengar kebenarannya dari Ranti, seniornya.
Arsa hanya menatap Sarni. Tidak mengatakan apaapun. Merasa ada yang aneh, Sarni memanggil tuannya sekali lagi. Hasilnya tetap sama, Arsa hanya diam mematung, seakan pikirannya hilang.
Ketika Arsa melihat senyum ramah Sarni, Arsa mengingat memori lamanya, ingatan yang tiba-tiba datang itu membuat Arsa sakit kepala. Yang Arsa dengar hanya suara-suara berdenging di kepalanya serta kilasan-kilasan ingatan yang tumpang tindih. Tak mau kalah dengan rasa sakit di kepalanya, Arsa menutup mata sebentar, tetap berdiri dan mengepalkan tangannya. Berharap rasa sakitnya berkurang. Setelah merasa baikan, Arsa berjalan pelan meninggalkan taman.
“Maaf tadi aku melamun. Sarapannya sudah siap ya?”
“Iya tuan, sarapan sudah siap. Tuan dan nyonya sudah menunggu di meja makan.”
“Begitu, baiklah. Terima kasih ya.”
“Iya tuan silahkan.”
Selama Arsa berjalan menuju dapur, yang ia pikirkan adalah mungkinkah kejadian di ruang membaca dan Sarni tersenyum tadi adalah petunjuk untuk ingatannya yang hilang?
Tuan tadi kenapa ya? batin Sarni sambil mengikuti langkah Arsa menuju dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gift
RandomSayap putihnya itu mulai bergerak kedepan, menuju tubuh Arsa. Membuat tubuh mereka berdua semakin dekat. Sayap itu terus menghilangkan jarak yang ada. Arsa yang dipeluk dengan sayap lembut itu menerima dekapan hangat darinya. Lambat laun tangan Arsa...