Merasakan mobilnya berhenti, Arsa terbangun.
“Ini rumahmu, kan?”
Ketika Arsa melihat ke depan, ia bisa melihat gerbang rumah sedang dibuka oleh Pa Ujang, salah satu petugas keamanan rumahnya. Ketika masuk ke gerbang, Arsa mengatakan mereka adalah teman-temannya. Betapa senangnya Zohar mendengar perkataan Arsa itu. Seolah harapan besar kembali terbuka untuk menjadi sahabat Arsa lagi.
Setelah memarkirkan mobil, Zohar membukakan pintu mobil untuk Arsa, merasa khawatir Arsa masih sakit kepala. Tak hanya itu, Zohar menawarkan punggungnya untuk menggendong Arsa.
“Oh terima kasih Zohar, tapi sakit kepalaku sudah membaik, aku bisa berjalan sendiri.”
"Tak apa, ayo sini, aku gendong. Rumah ini pasti luas, bagaimana kalau kau pingsan lagi? sampai kamarmu aku turunkan kok, ayo, naik sini.”
“Pft, hahahah, bagaimana bisa aku pingsan karena rumah yang luas? Sudah ku katakan, sakit kepalaku sudah membaik, aku bisa jalan sendiri.”
“Hmm, kau yakin?
“Hahah, iya aku yakin. Kau ini kenapa sih haha...”
“Baiklah. Jangan pingsan lagi ya.”
“Hm, iya iya.”
Arsa merasa bisa langsung akrab dengan teman baru itu aneh, tapi ia berpikir lagi, mugkin Zohar orangnya ramah, Arsa langsung nyaman dengannya. Tidak hanya dengan Zohar, Arsa juga merasa nyaman dengan Hira dan Farhan.Arsa tidak ingat dulu pernah punya teman, mungkin karena itu sekarang ia merasa sangat bahagia. Semenjak Arsa bangun dari koma dan kembali bersekolah, Ayahnya selalu menuntut kesempurnaan dari Arsa, Ibunya seperti menjaga jarak dengannya, Arsa tidak tahu apakah Ayah dan Ibu sejak awal sudah seperti ini atau tidak. Ia benar-benar lupa kehidupannya sebelum koma.
Sekarang Arsa benar-benar menginginkan ingatan lamanya, mungkin ia juga sudah melupakan teman yang pernah ia punya. Entah Arsa harus senang atau sedih, selain hilang ingatannya ini, Arsa juga jadi sangat pintar, ia mengingat isi buku yang sudah dibacanya. Ia juga langsung paham dengan sekali penjelasan. Pikirannya seolah sangat luas dan fleksibel, bisa memahami berbagai macam ilmu.
“Arsa, kamu kenapa? sakit kepala lagi?”
“Oh tidak tidak, aku baik-baik saja. Maaf, tadi kamu lagi ngomong apa?”
“Kita tunggu Hira sama Farhan dulu, ya? Mereka daritadi belum kesini.”
“Oh iya, ayo kita tunggu mereka sambil duduk di kursi.”
“Em, oke.”
Sementara itu, Farhan sedang menenangkan Hira, daritadi ia takut bagaimana jika bertemu dengan orang tuanya Arsa. Mereka pasti mengenali Zohar, Hira dan Farhan. Hira jadi tidak mau ikut masuk ke rumah Arsa.
Farhan kemudian mengingatkan Hira, jika orang tuanya Arsa masih bekerja. Sewaktu mereka kecil pun, Ayah dan Ibunya Arsa selalu pulang malam. Farhan juga mengingatkan seberapa seringnya mereka menginap di rumah Arsa karena orang tuanya pulang sangat larut.
Farhan sudah mengajak Hira semampunya untuk ikut bersamanya, tapi tidak berhasil. Akhirnya Farhan meninggalkan Hira yang bersikeras untuk menunggu di mobil saja.
Tempat parkir mobil tamu berbeda dengan tempat parkir pemilik rumah. Jadi Zohar saat ini berada di parkiran yang berbeda dengan Farhan dan Hira.“Oh itu Farhan, akhirnya datang juga,” kata Zohar sambil berdiri dari duduknya.
“Tapi, dimana Hira?” sahut Arsa sambil mengikuti Zohar berdiri.
“Hm, iya ya dimana Hira.. Farhan. Dimana Hira?”
“Hira katanya tidak akan ikut masuk ke rumah, Hira mau nunggu di mobil katanya,”
Jawab Farhan yang sudah sampai di tempat Arsa dan Zohar.“Wah, Zohar, Farhan. Lihat itu Hira, dia sedang berlari kesini,” ucap Arsa sambil melihat kearah datangnya Hira.
Aku juga sudah siap menerima semua resiko untuk selalu jadi sahabatmu Arsa, aku tidak akan takut lagi seperti anak kecil.
Ucap Hira dalam hati, menguatkan tekadnya yang sempat hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gift
RandomSayap putihnya itu mulai bergerak kedepan, menuju tubuh Arsa. Membuat tubuh mereka berdua semakin dekat. Sayap itu terus menghilangkan jarak yang ada. Arsa yang dipeluk dengan sayap lembut itu menerima dekapan hangat darinya. Lambat laun tangan Arsa...