Adara kembali ke tempat tidur. Terbaring di samping sang suami. Ia sudah lelah menangis, lelah meratapi masa lalu, yang tak akan pernah berubah meski ia menangis setiap malam. Adara tidak pernah tahu, Arsa pun sering terbangun malam karena mimpi anehnya. Ia tak cukup berani untuk melihat Arsa di kamarnya. Adara merasa dosanya terlalu besar untuk bisa menatap matanya.
Adara mulai terlelap, menyimpan sejenak kesedihannya malam ini. Dan tertidur.
Malam kembali sunyi. Setelah lama menunggu Adara kembali tidur, Bhadra dengan perlahan bangun dari kasur dan memutuskan untuk melihat Arsa. Ia khawatir Arsa akan tertidur di ruang bacanya lagi.
Adara, aku akan melihat Arsa. Jangan khawatir, mungkin ia akan kembali menjadi Arsa kecil mu suatu saat nanti. Sekarang istirahatlah ya. Jangan bersedih lagi, tidurlah. Batin Bhadra sambil mengusap kening istrinya, lalu pergi keluar kamar.
Ketika Bhadra sedang berjalan menuju kamar Arsa di lantai 3, ia memikirkan lagi, apa yang menjadi penyebab tertabraknya Arsa di jalan yang sepi itu. Tidak mungkin Arsa sedang bermain di sana. Setiap hari setelah bangunnya Arsa dari koma, Bhadra tidak pernah berhenti menyelidiki kasus sang anak dengan pihak kepolisian. Namun kurangnya data penyelidikan karena Arsa lupa ingatan menjadi hambatan yang besar. Arsa bahkan tidak tahu kenapa ia bisa ada di sana.
Satu hal yang pasti, Arsa hari itu dipukuli. Luka memar yang ada disekujur tubuhnya menjadi saksi bahwa Arsa telah dianiaya. Ketika Bhadra mengetahui itu, pikirannya kacau, semua kemungkinan terpikirkan oleh Bhadra, tapi yang paling mungkin adalah Arsa diculik saat itu. Bhadra sadar, sebagai pemegang perusahaan terbesar di dunia, ia pasti memiliki banyak musuh. Kemungkinan ada pihak yang memanfaatkan kepergiaan Bhadra bersama Adara waktu itu.
Di rumah ini, hanya ada 5 orang pengurus rumah dan 4 orang petugas keamanan. Arsa tidak didampingi body guard kemanapun ia pergi. Arsa selalu menolak jika ada yang menjaganya diam-diam seperti yang para body guard itu lakukan. Untuk menggantikan body guard, Arsa diberikan jam tangan dengan alat pelacak didalamnya. Tapi di hari Arsa kecelakaan, jam itu tidak Arsa pakai. Ia keluar rumah dan bermain di taman depan, menurut salah satu pengurus rumah yang sempat melihat Arsa. Bhadra lupa menyuruh Arsa untuk selalu memakai jam tangan itu.
Langkah demi langkah Bhadra lalui dengan memikirkan kemungkinan pelakunya. Bhadra akui, rumah ini terlalu luas, dari tadi ia berjalan, tapi naik tangga lantai 2 pun belum. Dulu Bhadra dan Adara membeli rumah ini karena berpikir akan mempunyai banyak anak, tapi setelah Adara melahirkan Arsa, mereka berdua berpikir ulang untuk rencana memiliki banyak anak.
Setelah sampai di lantai 3, Bhadra membuka pintu kamar Arsa. Dan benar saja, Arsa tidak ada di kasurnya. Ia pun masuk ke ruang baca anaknya. Dan tepat, ia melihat Arsa ketiduran lagi di kursinya, dengan headphone yang terpasang di telinganya. Bhadra tidak ingin membangunkan anaknya. Ia hanya menyelimuti Arsa, membiarkan Arsa melanjutkan tidurnya di sana, tempat yang Arsa sukai. Bhadra tahu itu, karena di sinilah Arsa bisa sedikit berekspresi ketika sedang berbicang-bincang dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gift
RandomSayap putihnya itu mulai bergerak kedepan, menuju tubuh Arsa. Membuat tubuh mereka berdua semakin dekat. Sayap itu terus menghilangkan jarak yang ada. Arsa yang dipeluk dengan sayap lembut itu menerima dekapan hangat darinya. Lambat laun tangan Arsa...