“Hira, tungguin dong...”
“Cepetan Zohar, Farhan udah nungguin kita di ruang konsul, katanya bentar lagi dosen pembimbingnya sampe.”
“Iya iya ini tadi aku ngambil buku dulu.”
“Hah.. iya iya ayo.”
Hira Candida dan Zohar Akemi sedang menyelesaikan tugas skripsinya. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, mencari dan mengejar dosen pembimbing itu hal yang biasa. Begitu pula dengan Farhan Gentala, tapi ia sudah menyelesaikan skripsinya. Jadi dia hanya menunggu untuk direvisi.
Mereka bertiga selalu bersama-sama. Meski jurusan yang dipilih berbeda, kali ini mereka dipertemukan dengan dosen pembimbing yang sama. Entah bagaimana itu bisa terjadi. Tak hanya itu, mereka juga sangat senang ketika mengetahui Arsa satu kampus dengan mereka. Baik Hira, Zohar dan Farhan selalu berharap Arsa mengingat kembali memori kecilnya, memori yang bisa ‘menghidupkan’ kembali dirinya.
Tiap kali mereka bertiga melihat Arsa, mereka merasa Arsa benar-benar sudah melupakan dirinya. Mereka sering kali berpapasan, namun Arsa selalu acuh seakan ia tidak mengenal mereka. Yang mereka harapkan hanya satu, Arsa kembali tersenyum cerah seperti ia dulu sewaktu kecil.
Setelah mengetahui Arsa hilang ingatan dan mengalami sindrom sarjana, mereka bertiga dilarang bertemu lagi dengan Arsa. Menurut orang tua Arsa, lebih baik mereka tidak terlalu sering bertemu Arsa, mereka takut, ingatan yang kembali akan membuat Arsa terluka.
Ketika Arsa bangun dari koma, sebagai teman terdekatnya di sekolah, dilarang untuk bertemu adalah hal yang kejam. Sangat menyakitkan ketika sesuatu yang ada dijangkauan kita tak bisa kita raih.
Tidak ada yang mengambil langkah untuk menemui Arsa setelah ia kembali bersekolah, hingga kini mereka bertiga hanya memperhatikan Arsa dari jauh, sama seperti 15 tahun yang lalu. Ketika mereka masih anak-anak.Tapi hari ini mungkin petunjuk telah diteima. Mereka bertiga melihat Arsa yang sedang kerepotan membawa banyak buku dari perpustakaan. Entah buku apa saja itu, tapi mungkin itu adalah buku yang ia pinjam untuk nanti dibaca di rumahnya. Mereka bertiga tahu satu hal, setelah Arsa kembali bersekolah, ia jadi sangat keranjingan membaca buku.
Merasa peluang kali ini lebih baik, mereka bertiga langsung membantu Arsa membawakan buku-bukunya. Hira, Zohar dan Farhan merasa lega, bimbingan dengan dosen tadi tidak memakan waktu yang lama seperti biasanya.
“Sini aku bantu bawa bukunya.”
“Iya kami bantu ya.”
“Haai, kami bantu oke.”
Arsa yang kebingungan dengan sikap mereka bertiga hanya mengangguk, lagi pula ia tadi benar-benar kewalahan membawa buku-buku itu sendirian. Arsa pikir juga tidak akan terjadi apa-apa jika ia memiliki beberapa teman di akhir tahun kuliah ini.
Baik Arsa, Hira, Zohar dan Farhan, mereka berempat sama sama berpikir ‘ini awal yang baik’ dan merasa senang dalam pikiran mereka masing-masing.
Melewati koridor dengan mereka bertiga terasa nyaman, kenapa ya?
Arsa tidak mengetahui, mereka adalah petunjuk utama untuk ingatannya yang hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gift
RandomSayap putihnya itu mulai bergerak kedepan, menuju tubuh Arsa. Membuat tubuh mereka berdua semakin dekat. Sayap itu terus menghilangkan jarak yang ada. Arsa yang dipeluk dengan sayap lembut itu menerima dekapan hangat darinya. Lambat laun tangan Arsa...