Grant her wish
***
Pagi-pagi sekali Jungkook bangun. Ia abaikan rasa lelah yang sejak semalam mendera. Pekerjaannya menumpuk karena beberapa hari ini sempat kehilangan konsentrasi. Kalian pasti tahu apa yang mengganggu pikirannya.
Dua hari lalu, ia memergoki Yein sedang memandangi surat penerimaannya sebagai mahasiswa baru dengan wajah sedih. Beberapa mantel bulu dan baju yang sudah tertata di dalam koper, sekarang berpindah dan tergantung rapi di lemari. Yein mengosongkan kopernya dengan ekspresi begitu muram.
Membuat Jungkook merasa semakin bersalah saja.
Melirik ke sisi kanan, perempuan cantiknya sudah tidak ada di sana. Gemericik air dari arah kamar mandi terdengar. Ini baru pukul lima. Yein menjadi lebih rajin bangun pagi sejak merajuk padanya. Tekad istrinya dalam mendapatkan segala yang ia mau memang kuat. Seharusnya Jungkook sudah tidak heran akan hal itu.
Pintu kamar mandi terbuka. Seketika Jungkook kembali memejamkan mata. Langkah kaki terdengar semakin dekat. Harum aroma buah-buahan terhirup semakin kuat menembus hidung. Dan ketika sebuah kecupan mendarat mulus di dahinya, Jungkook tidak melewatkan kesempatan untuk meraih pinggang Yein dengan kedua tangan. Menguncinya erat sebelum sang istri siap memberontak.
Tubuh Yein berada tepat di atasnya. Ia bisa merasakan detak jantung sang istri sibuk bermarathon. Yein berusaha membuang pandang ketika Jungkook dengan setia melekatkan atensi sepenuhnya pada wajah panik itu.
"Mau sampai kapan menghindariku?"
Jungkook membuat suaranya setenang mungkin, padahal sebenarnya menahan mati-matian untuk tertawa.
"Si-siapa yang menghindar," cicit Yein pelan. Bibirnya mengerucut kecil. Lucu sekali.
"Oh, jadi tidak menghindar," balas Jungkook masih dengan ketenangan yang sama. "Lalu, sepagi ini sudah mandi, mau pergi kemana?"
"Tidak kemana-mana."
Jungkook masih menatap penuh intimidasi.
"Jogging," ralat Yein pendek.
"Tumben sekali."
"Membiasakan diri untuk hidup sehat, bukankah Kakak yang menyarankannya?"
Jungkook menaikkan sudut bibir. Menggunakan sarannya untuk menyerang balik. Sungguh pintar sekali.
"Bahkan matahari belum terbit."
"Aku akan memasak dulu baru pergi," jawabnya dengan sejuta alasan. "Bisa lepaskan aku? Kau tidak mau pergi kerja dalam keadaan kelaparan bukan?" lanjutnya merasa tidak nyaman berlama-lama seperti ini.
Yein berusaha meronta. Jungkook bergeming. Bahkan semakin erat mendekap.
"Sampai seperti ini masih berani bilang tidak menghindar?" nadanya mulai berubah dingin.
Yein menghentikan gerakan. Menempelkan kepala pada dada bidang suaminya dan balas memeluk. Kali ini disertai senggukan tangis. Hal itu tidak Jungkook sangka.
Apa dia terlalu keras pada Yein?
"Hei sudah jangan menangis," bujuknya lembut. Ia jadi merasa bersalah. Tapi tangis Yein semakin keras. Bukan seperti ini seharusnya.
"Aku tidak akan memarahimu oke! Aku hanya sudah tidak tahan dengan sikapmu. Kita satu rumah dan seharusnya saling bicara."
Tangan kiri Jungkook membuka dan meraba laci nakas. Merasa menemukan benda yang ia cari, segera ditunjukkannya benda itu pada sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Mine [√]
FanfictionKami sedekat nadi, kami bersama, kami saling berbagi, kami saling menyayangi, Tapi Dia...bukan milikku