Jam terus berdetak ketika malam mulai beranjak pagi, tapi mata sendunya masih belum mau terpejam. Menatap kosong langit-langit kamar, entah sudah berapa kali dirinya menarik napas berat. Suara debat di luar sana juga sudah tidak terdengar sejak satu jam yang lalu. Ia sudah memberitahukan Jimin tentang rencananya. Tidak menutup kemungkinan jika pria itu juga mendiskusikan permintaannya itu pada Kakaknya yang lain. Hoseok pasti yang paling keras melarang. Meski begitu, ia tidak akan gentar. Ia hanya akan melarikan diri dari satu masalah. Tapi untuk masalah yang lain, Yein selalu menghadapinya dengan baik. Semua ini dia yang memulainya. Maka ialah sepenuhnya yang akan bertanggung jawab.
Yein masih ingat betul bagaimana tatapan sedih dari ayah dan ibunya saat pertama kali memasuki rumah. Betapa kecewanya mereka mendengar kabar itu. Ia benar-benar menjadi anak yang paling buruk sekarang. Bukannya memberikan mereka kebanggaan, tapi namanya malah muncul ke publik dan menimbulkan kesulitan. Mencoreng nama baik keluarga yang sejak dulu ayahnya bangun.
Krieet.
Suara pintu terbuka pelan. Yein buru-buru memejamkan mata. Mengatur napas seteratur mungkin setelah ia menyadari siapa gerangan yang mengendap masuk ke dalam kamarnya. Seseorang duduk di pinggir ranjang tanpa menimbulkan suara. Setelahnya hanya isakan yang terdengar mati-matian ditahan. Tidak ada kata yang orang itu ucapkan.
"Yein-ah maaf," lirih suara itu.
Lalu setelahnya tubuh renta itu memeluknya lembut. Yein bertahan untuk tidak membuka mata dan membalas pelukan itu erat. Seharusnya ia yang meminta maaf dan bahkan bersujud di kaki orang itu. Bukan malah sebaliknya.
"Maaf karena telah membentakmu," bisiknya semakin lirih.
Yein merasa napasnya tercekat di tenggorokan hingga rasanya begitu sakit.
"Ini salah Ayah, maaf karena tidak bisa menjagamu dengan baik."
Yein menggigit bibirnya kuat untuk mempertahankan suara dan air matanya yang kapan saja siap meleleh.
"Ayah bersalah. Karena tidak bisa melindungimu. Kau putri Ayah yang paling baik, tidak ada yang boleh menghinamu sampai seperti itu."
Yein sudah terbiasa dengan hinaan. Ia sudah kenyang dengan semua hal itu. Yein bahkan sudah tidak peduli lagi. Tapi mendengar ayahnya menangis sampai seperti ini, membuat hatinya sangat sakit. Ayah yang selalu tersenyum, tampak berwibawa, bersahaja bahkan dihormati semua orang. Sekaligus ayah penyayang yang selalu mendukung semua kemauannya bahkan saat ia berat untuk melepaskan, kali ini terlihat begitu lemah dan rapuh.
"Ayah dan Ibu sangat mencintaimu. Jadi jangan khawatir, tidak akan ada yang bisa menyakitimu lagi. Kami tidak akan membiarkannya."
Masih dengan suara tercekat, pelukan itu akhirnya terurai. Air matanya ia hapus dengan cepat. Membelai halus kepala gadis kecilnya dan memberikan kecupan seringan bulu. Beberapa detik setelahnya pintu ditutup kembali dengan pelan.
Jung Yein membuka mata. Menatap daun pintu yang kini tertutup sepenuhnya. Ia menangis tanpa suara. Air mata pertama yang keluar setelah kabar buruk itu muncul.
Tekadnya semakin kuat untuk menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin.
***
"Istirahatlah. Kita akan bicarakan semuanya besok," putus Suga setelah akhirnya ia menemukan Jungkook yang telah menghilang sejak pagi hari tadi. Pria itu menyeret sang adik angkat untuk menginap di rumahnya, alih-alih membiarkan Jungkook pulang ke apartemennya sendiri.
"Banyak yang harus kuselesaikan," jawab Jungkook pelan. "Ayah pasti sangat kerepotan dengan masalah perusahaan."
"Dengan keadaan seperti ini?" Suga berdecih sinis. "Kupikir kau hanya akan mengacaukan semua."

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Mine [√]
FanfictionKami sedekat nadi, kami bersama, kami saling berbagi, kami saling menyayangi, Tapi Dia...bukan milikku