Dering suara ponsel di atas ranjang berbunyi membuat sang pemilik yang baru saja keluar dari kamar mandi segera memeriksanya seraya menggosok rambut basahnya dengan handuk.
Tertera nama Rendra Albahira di sana. Nizar segera menerima panggilan sahabatnya itu.
“Halo. Kenapa, Ren?”
“Lo tahu orang bernama Ferdi?”
“Ferdi mana? Nama Ferdi kan banyak. Ferdi anaknya Mang Samsud tukang gorengan, Ferdi anak gang sebelah rumah gue yang masih SMP, sama si Baron Ferdiansyah anak kelas sebelah,” kata Nizar panjang lebar.
“Maksud gue, Pak Ferdi. Dia pengusaha. Tapi gue gak tahu dia kerja di perusahaan mana. Yang gue tahu, dia saingan bisnis mama gue di kantor,” ucap Rendra sabar.
“Pak Ferdi pengusaha? Gue cuma tahu satu orang, sih. Waktu meeting dan ketemu Pak Wisnu sama tunangannya itu, mereka juga nyebut nama Ferdi Wiyasa. Dia temen bisnis papa gue,” jawab Nizar.
“Gue perlu tahu di mana dia kerja.”
“Gue gak yakin seratus persen, sih. Tapi setahu gue dia pemilik perusahaan berlian FW Yasa Corps.”
“FW Yasa Corps?”
“Iya.”
“Oke, thanks.”
“Emang ada ap...—” Belum sempat Nizar menyelesaikan kalimatnya, sambungan telepon sudah diputuskan sepihak.
Nizar menatap ponselnya bingung sekaligus penasaran, ada apa Rendra menanyakan tentang Pak Ferdi? Dan untuk apa dia mencari orang itu? Nizar tidak seperti Rendra yang tidak pernah mau peduli dan mengurusi urusan orang lain. Ia ingin tahu. Karena pasti ada sesuatu yang terjadi.
Nizar segera mencari kontak kedua temannya, kemudian menekan tombol untuk memanggil. Ia memanggil mereka via video call.
“Kenape lu video call? Ganggu gue tidur aja, gue capek, nih!” oceh Direy setelah menerima panggilan dari Nizar. Cowok itu tidur tengkurap di atas kasur dengan mata masih terpejam.
“Ada apaan nich ngumpul-ngumpul?” Ega menyahut.
“Ada hal yang mesti gue bicarain sama kalian,” ucap Nizar.
“Soal apa, Zar? Kok cuma bertiga? Si Rendra gak diajak?”
“Parah si Nizar, udah gak dianggap si Rendra. Kasihan woy!” Direy mengoceh dengan mata masih terpejam. Cowok itu tidak memperhatikan, tapi masih menyimak.
“Diem dulu, gue belum selesai ngomong! Justru gue mau ngomongin soal si Rendra, makanya dia gak ikut.”
“Lo mau ngajak kita gibah? Skip, gue gak tertarik,” kata Direy.
Nizar tak mempedulikan ocehan Direy.
“Tadi si Rendra nelpon gue. Dia nanyain orang yang namanya Ferdi. Katanya saingan bisnis mamanya. Dan yang gue tahu, nama Ferdi pengusaha itu cuma Ferdi Wiyasa. Dia temen bisnis papa gue, makanya gue tahu. Yang jadi pertanyaan, kenapa si Rendra nanyain orang itu?”
“Udah deh, Zar. Lo itu jangan dibawa ribet. Mungkin aja si Rendra mau kenalan sama Pak Ferdi itu.” Direy yang bicara.
“Serius woy! Kalian udah berapa lama kenal si Rendra beruang kutub? Dia orangnya gak pernah nanyain hal-hal yang gak penting. Dan sekarang dia nanya orang ke gue. Itu pasti important banget buat dia. Apa nggak terjadi sesuatu?”
“Kita jangan dulu berprasangka,” ujar Ega.
Direy beranjak dari posisi berbaringnya dengan malas. Ia membuka mata menatap wajah kedua sahabatnya yang terpampang dengan jelas di layar ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY OF WINTER [END] - REVISI
JugendliteraturTAMAT - Tahap REVISI... Jadi sorry kalau masih ada beberapa typo di dalamnya 🤙🏻 BOY OF WINTER (Judul awal The Coldest Boy) Genre: slice of life, drama, persahabatan "Sendiri itu kenyamanan... Dan Hening itu kedamaian." ~ Rendra Al Bahira. *** Blur...