“Iska, kok diem aja, sih? Kamu marah, ya, karena aku cerita sama Rendra soal kejadian di masjid tadi?” tanya Annisa ketika Iska terlihat melamun dengan wajah ditekuk.
Kini keduanya sudah duduk manis di bangku mereka di dalam kelas.
“Nggak, kok. Aku gak masalah soal itu.”
“Terus kenapa?”
Sebenarnya Iska masih kepikiran dengan reaksi Rendra di kantin tadi yang begitu tenang ketika Annisa menceritakan semuanya. Masih tertanam dalam hati Iska. Gadis itu masih berharap Rendra akan membelanya. Tapi tidak mungkin ia berterus terang kepada Annisa meski ia adalah sahabatnya.
“Nggak, gak apa-apa. Aku cuma kepikiran aja, aku takut karena kejadian tadi. Gimana kalau Vian dan temen-temennya itu gangguin aku lagi?” jawab Iska beralasan. Namun ia tidak bohong. Hal itu juga yang Iska pikirkan.
Iska menoleh ke samping kanannya. Annisa malah melamun di sana.
“Heh!” Iska menyenggol Annisa dengan sikunya. “Kok jadi kamu yang bengong? Kenapa?”
“Ah, e-nggak, kok.”
Jantung Annisa kembali berdebar mengingat kejadian di masjid tadi ketika Risky membekapnya. Bukan hanya membekap mulutnya. Cowok itu juga... Memeluknya? Setidaknya itulah yang Annisa rasakan.
***
Ega, Nizar, Direy, dan Rendra kini tengah duduk berkumpul di depan kelas mereka sembari menunggu guru mata pelajaran yang akan mengajar di jam terakhir.
Sekedar mengobrol santai dan bercanda. Mereka tidak begitu memikirkan cerita Annisa di kantin tadi. Berbeda dengan Rendra yang melamun. Hal biasa baginya, namun kali ini Rendra benar-benar memikirkan hal itu.
Rendra bisa bersikap seakan tidak peduli dengan mengandalkan sikap santainya. Namun sebenarnya, ia sangat kepikiran.
Rizal menatap keempat orang itu dari pintu kelas. Ia memperhatikan Rendra lebih tepatnya.
“Ren...” Rishan datang menghampiri Rendra. “Gue mau ketemu, nih, sama orang yang mobilnya lo tabrak.”
Rendra mengangkat sebelah alisnya tak mengerti.
“Lo kan celaka gara-gara nabrak mobil orang. Orang itu kasih gue kartu namanya, katanya buat jaga-jaga, siapa tahu kita perlu bantuan atau pertanggung jawaban dia. Tapi gue rasa gak perlu karena lo yang salah. Makanya gue mau balikin kartu namanya dia,” jelas Rishan panjang lebar.
“Ya udah balikin!” ujar Rendra dingin.
“Lo gimana, sih! Ya lo ikut juga, lah!”
“Ngapain gue harus ikut?”
“Kan lo yang jadi korban. Sekalian juga biar dia percaya kalau lo udah baik-baik aja. Takutnya dia jadi ngerasa bersalah atau apa, ya kan?”
“Hm.” Rendra mengangguk paham.
“Ya udah, pulang sekolah langsung, ya, bareng gue!” ujar Rishan.
“Hm.”
“Oke, kalau gitu gue balik ke kelas.”
Rishan kembali ke kelasnya meninggalkan Rendra dan teman-temannya.
“Ren, kami ikut juga?” tanya Ega.
“Gak usah.”
“Apa salahnya, sih, kalau kami ikut lo?” sahut Direy. Rendra diam, malas untuk menjawab.
“Kalian pada kenapa, sih? Ngapain kita ikut Rendra? Dia cuma mau ketemu sama orang yang mobilnya dia tabrak. Ngapain kita rame-rame ke sana? Malu-maluin, tahu gak!” timpal Nizar.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY OF WINTER [END] - REVISI
Novela JuvenilTAMAT - Tahap REVISI... Jadi sorry kalau masih ada beberapa typo di dalamnya 🤙🏻 BOY OF WINTER (Judul awal The Coldest Boy) Genre: slice of life, drama, persahabatan "Sendiri itu kenyamanan... Dan Hening itu kedamaian." ~ Rendra Al Bahira. *** Blur...