Jam istirahat, di mana kebanyakan murid akan memadati kantin sekolah. Lain halnya dengan keempat orang yang memilih untuk pergi ke masjid. Hal itu membuat beberapa orang melihatnya heran. Pasalnya, mereka jarang sekali terlihat pergi ke masjid kecuali pada hari Jum'at.
“Lo Iska bukan?” tanya Direy pada siswi bercadar yang lewat hendak ke masjid. Gadis itu hanya menggeleng sebagai jawaban.
“Lo Iska?” Di sisi lain, Ega melakukan hal yang sama. Bertanya pada setiap siswi bercadar yang mereka temui.
Sebenarnya hanya ada sedikit siswi yang mengenakan cadar di sekolah mereka ini. Hanya saja entah kenapa menemukan satu orang gadis bercadar akan sesulit ini karena mereka belum pernah melihat wajahnya.
Berbeda dengan kedua temannya itu, Rendra dan Nizar memilih untuk duduk santai di teras masjid menunggu Direy dan Ega berhasil menemukan Iska.
“Lo Iska bukan?” tanya Direy lagi pada siswi bercadar yang melintas di dekatnya.
“Bukan!“ jawab gadis itu dengan nada sedikit ditekan.
“Oh, lo mah cewek yang tadi,” ucap Direy. Kemudian gadis itu pergi.
Direy dan Ega mulai memasang raut wajah lelah. Beberapa kali mereka bertanya pada setiap gadis yang memakai cadar di sana, tak ada satupun yang bernama Iska.
Direy datang mendekat kemudian mengambil duduk di samping Nizar. Sekarang Nizar berada di tengah-tengah antara Direy dan Rendra.
Tak berselang lama, Rendra menatap ke depan. Ditemukannya satu gadis berjilbab lebar dengan memakai cadar tengah berjalan bersama satu gadis lainnya tanpa cadar. Rendra dengan segera mengambil tasbih yang sedari tadi dipegang Nizar, kemudian berjalan dengan langkah besar menuju ke arah dua gadis itu.
Nizar dan Direy yang melihat pergerakan mendadak dari sahabatnya itu, segera mengikutinya. Ega yang melihatnya pun ikut mengekori teman-temannya.
Rendra berhenti di hadapan kedua gadis itu. “Ini punya lo?” tanya Rendra pada gadis bercadar itu.
Kedua bola mata gadis yang Rendra tanya itu bergerak ke arah tangan Rendra yang terjulur ke arahnya.
“Astagfirullah... Iya, ini punya aku.” ujarnya sambil menerima tasbih yang Rendra pegang.
“Lo Iska?“ tanya Direy yang sedari tadi sudah berdiri di samping Rendra dan yang lainnya.
Gadis yang merasa dirinya diberi pertanyaan pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
“Gila...” gumam Ega. “Ren, kok lo bisa langsung tahu, sih? Padahal kita dari tadi tanya satu-satu cewek gak ketemu-ketemu,” tambahnya.
“Umm... Kayaknya lo udah kenal banget sama Iska, ya,” sambung Direy dengan nada menggoda. Rendra hanya diam, tak peduli dengan apa yang dilontarkan oleh sahabatnya itu.
“Lo mau ke masjid, ya?” tanya Nizar, Iska hanya mengangguk. Lagi.
“Dari tadi kami nungguin lo di masjid, cuma mau balikin tasbih itu ke lo sih, soalnya kami gak tahu kelas lo di mana. Jadi kami nunggu lo di sini. Gue nemu itu di mobil gue kemarin. Kayaknya ketinggalan, deh, pas kami anterin lo pulang waktu itu,” jelas Nizar.
“Oh, gitu ya? Aku juga udah cari ini ke mana-mana. Ternyata ada sama kalian. Makasih, ya. Jadi ngerepotin,” ucap Iska tak enak.
“Santai aja kali,” sahut Ega.
“Ya udah, kalau gitu kami pergi dulu, ya,” pamit Direy. “Ayo, guys, kita ke kantin. Laper nih gue,” ajaknya pada yang lain.
“Ya udah, yuk!” balas Ega setuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY OF WINTER [END] - REVISI
Novela JuvenilTAMAT - Tahap REVISI... Jadi sorry kalau masih ada beberapa typo di dalamnya 🤙🏻 BOY OF WINTER (Judul awal The Coldest Boy) Genre: slice of life, drama, persahabatan "Sendiri itu kenyamanan... Dan Hening itu kedamaian." ~ Rendra Al Bahira. *** Blur...