The Coldest Boy 26

242 19 0
                                    

“Jadi gimana? Apa yang harus kita lakuin supaya kita tahu kalau Ferdi Wiyasa itu adalah orang yang tepat?” tanya Ega.

Saat ini mereka tengah duduk berkumpul di meja kantin sambil menunggu batagor pesanan mereka.

“Satu-satunya cara supaya kita tahu, sih, tanya sama mama lo, Ren. Pak Ferdi mana yang dimaksud mama lo. Jangan sampai kita nuduh Ferdi Wiyasa tanpa bukti. Seenggaknya kalau dia gak salah, buat apa kita labrak dia, kan?” ujar Nizar.

Ieu batagor spesialna, silakan.” Mas Budi penjual batagor di sekolahan meletakan empat piring batagor ke atas meja.

Nuhun, Mas Bud,” ucap Ega sopan.

Mas Budi tersenyum mengangguk, kemudian kembali ke tempat dagangnya.

“Jadi gimana, nih, soal Pak Ferdi itu?” tanya Ega lagi.

“Awas! Minggir, minggir... Minggir, pesanan sudah dataaang!” Direy heboh membawa satu nampan berisikan empat gelas air es teh manis yang biasa mereka pesan dari warung Teh Eka.

“Nih, es teh manis buatan Teh Eka yang manis!” ucapnya lebay. Direy meletakkan gelas itu di atas meja, membagikannya ke setiap orang masing-masing.

Direy duduk di bangku di samping Rendra. Mengambil piring batagornya siap menyantap. “Selamat makan!” ucapnya.

“Rey, bisa gak, sih, sehari aja lo gak usah ribet? Berisik, tahu gak?!” kata Ega jengah dengan sikap konyol Direy yang terkadang menyebalkan.

“Dih, ngatur,” balas Direy tak acuh. Ia memilih untuk fokus pada makanannya.

Mereka memutuskan untuk menunda diskusi. Saatnya menikmati makan siang dengan diam.

“Wihh... Rame, nih.” Seseorang datang dan mengambil duduk di samping Ega. “Mas, batagor satu, ya!” Rizal mengangkat tangannya untuk memesan.

“Siap!” balas Mas Budi segera menyiapkan pesanan.

“Ngapain lo ke sini?” tanya Direy sewot.

“Emang nih kantin punya lo? Bebas, kali, gue mau ke mana aja.”

“Tapi lo masuk grupan gue!” katanya tak suka.

“Yang lain juga gak ada masalah, tuh. kenapa lo ribet sendiri?”

Tak bisa menjawab lagi, Direy terdiam dengan memasang wajah kesal. Laki-laki itu tidak pernah suka ketika Rizal mendekati dia dan teman-temannya. Rizal tersenyum penuh kemenangan.

Direy mengalihkan pandangannya ke depan. Matanya menangkap sosok seorang gadis.

“Eh, ustadzah!” teriaknya. Gadis itu menoleh. Direy melambaikan tangannya agar gadis itu mendekat.

Iska yang merasa dipanggil pun segera mendekat, ditemani Annisa yang masih bersamanya setelah selesai sholat tadi.

“Kenapa?” tanya Iska ketika mereka sudah berada di meja yang Direy tempati dengan yang lainnya.

Hayu, gabung di sini. Duduk, duduk!” ujar Direy heboh sendiri. “Zar, Ega! Sini pindah! Iska sama temennya biar duduk di situ!” titah Direy.

Nizar dan Ega tak banyak bicara. Meski malas, namun mereka tetap melakukannya. Ega dan Nizar pindah ke bangku seberang, sejajar dengan Direy dan Rendra.

“Eh, Zalo! Minggir lo! Ustadzah Iska mau duduk di situ!”

“Ini kan masih luas kursinya.”

“Ustadzah gak mau duduk deket cowok, apalagi cowoknya kayak lo!” sinis Direy.

BOY OF WINTER [END] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang