BAB 2: MAMA

1.2K 52 0
                                    

Rishan langsung berlari kecil memasuki rumahnya setelah keluar dari mobil dan memberikan kunci mobilnya pada seorang pelayan untuk memasukkannya ke dalam garasi. Dengan langkah besar, Rishan berjalan masuk dengan wajah gembira.

“Ma... Mama!” teriak Rishan memanggil mamanya.

Reva segera menghampiri putranya yang berteriak memanggilnya. “Ada apa, Sayang? Kok teriak-teriak?”

“Ma, grup band aku kepilih buat ikut kontes musik mewakili sekolah,” ucap Rishan girang, tidak mempedulikan keluhan sang mama karena teriakannya tadi.

“Wahh... Bagus, dong, Sayang. Selamat, ya. Semoga berhasil. Buat Mama bangga!” ujar Reva antusias.

“Pasti, dong, Ma!”

“Kapan acaranya?”

“Lusa.”

“Wah... Sebentar lagi, dong.”

“Itu dia, Ma. Makanya aku mau izin sama Mama, nanti malam aku mau keluar buat latihan sama temen-temen. Boleh, kan?” kata Rishan meminta izin. Walaupun ia tahu, mamanya akan selalu mengizinkan apa pun yang ingin ia lakukan selama itu adalah hal yang baik. Namun tetap saja, sebagai seorang anak ia harus tetap meminta izin orang tuanya sebagai bentuk rasa hormat.

“Boleh, dong, Sayang,” jawab Reva mengizinkan.

“Makasih, Ma.” Rishan memeluk mamanya senang.

Di tengah kemesraan ibu dan anak itu, tanpa mereka ketahui, seseorang yang merupakan anggota keluarga mereka mengintip di balik dinding pembatas antara ruang tamu dengan ruang tengah. Ada rasa bahagia di hatinya, melihat senyum bahagia sang mama yang terpancar dengan begitu indahnya. Namun di saat yang bersamaan, ada juga rasa perih yang menusuk hatinya karena cemburu melihat kedekatan mereka.

“Ren... Gak seharusnya lo merasa kayak gini! Lo harus sadar diri!” batin Rendra berucap.

Rendra meremas dadanya keras, berharap rasa sakit yang menyerang hatinya akan hilang. Namun percuma. Rasa itu tak akan hilang begitu saja dengan mudahnya. Bahkan rasa sakitnya melebihi rasa sakit pada luka yang ada pada tubuh dan wajahnya.

Awalnya Rendra ingin menunggu sampai Rishan dan mamanya pergi, baru ia akan melangkah menuju kamarnya. Namun rasa pusing pada kepalanya tak bisa ia tahan lagi. Ia tidak ingin pingsan di tempat yang malah akan membuat orang lain kerepotan. Mau tidak mau, Rendra pun terpaksa melangkahkan kakinya menuju kamar.

Belum sempat Rendra menaiki tangga menuju lantai dua letak kamarnya, langkahnya terhenti ketika suara sang kakak terdengar memanggil namanya.

“Ren... Lo baru pulang?” tanya Rishan yang tak dibalas oleh Rendra.

Rendra hanya menundukkan wajahnya tanpa berani menatap Rishan. Menatap Reva lebih tepatnya. Wajah Reva pun berubah ketus ketika melihat Rendra. Senyum bahagia yang sebelumnya terukir indah menghiasi wajah wanita itu seketika sirna begitu saja setelah melihat sosok laki-laki yang selama ini ia benci.

Rishan melangkah mendekati Rendra. “Lo dari mana aja?” Rishan memutar tubuh Rendra agar menatapnya. “Ren, lo...” Perkataannya terhenti ketika melihat wajah babak belur Rendra. “Rendra, lo kenapa?!” tanya Rishan terkejut sekaligus khawatir.

Rendra langsung memalingkan wajah, masih dengan ekspresi datarnya. “Gue gak apa-apa,” jawabnya dingin, tenang, santai, seakan semuanya memang baik-baik saja. Padahal jauh di dalam hati kecilnya, terdapat serpihan duri kecil yang menancap sangat dalam.

“Gak apa-apa gimana? Muka lo luka-luka gitu! Lo habis berantem?” tanya Rishan yang cemas dengan keadaan adiknya itu. Rendra tak menjawab pertanyaannya.

BOY OF WINTER [END] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang