Hangat di Balik Dingin
———
Rendra, Nizar, Direy, Ega, dan Pak Surya tengah duduk berbincang di ruang tamu. Pak Surya baru saja pulang beberapa menit yang lalu dari masjid setelah mengajari anak-anak mengaji.
“Iska kok bisa sampai pingsan begitu? Kenapa?” tanya Pak Surya yang sudah tahu kondisi Iska sebelumnya.
“Tadi sih Iska bilang dia lagi puasa. Mungkin karena itu, dia belum makan.” Nizar yang menjawab.
“Kasihan. Nanti setelah dia sadar, jangan dulu pulang, ya. Ajak dia makan di sini, kalian juga,” ujar Pak Surya.
“Iya, Pak.” Ega menyahut.
Terdengar suara pintu terbuka. Dea keluar dari kamarnya dengan tergesa-gesa.
“Kak Rendraaa... Kak Iska udah bangun!” seru Dea heboh.
Rendra segera beranjak dari duduknya. Ia pergi menuju kamar Dea kemudian duduk di tepian ranjang di samping Iska.
“Iska...” ucap Rendra. Ia mengambil segelas air minum di atas nakas yang sebelumnya sudah Ega bawa. “Minum dulu.” Iska segera meminumnya.
“Lo udah baikan?” tanya Direy. Iska mengangguk lemah.
“Astagfirullah!”
Semuanya menatap Iska dengan bingung.
“Rendra, aku kan lagi puasa! Kenapa kamu kasih aku minum?!”
Raut wajah Rendra kembali mendatar seketika. Ia kira ada apa, ternyata hanya masalah itu.
“Ayo! Pak Surya ngajak kita makan bareng,” ajak Rendra tanpa menghiraukan keluhan Iska.
“Aku jadi batal puasa gara-gara kamu!”
“Lo bisa puasa lagi karena lo minum tanpa inget kalau lo lagi puasa. Tapi gue gak ngizinin lo puasa lagi!” ujar Rendra dingin.
“Kenapa?”
“Niat lo puasa sunnah aja udah bagus. Tapi lo gak perlu maksain diri lo kalau emang lo udah gak kuat. Allah juga gak mau lihat lo nyiksa diri lo sendiri. Sekarang ayo kita ke luar. Ibu udah nyiapin makanannya.”
Iska terdiam. Apapun yang Rendra katakan memang selalu benar. Ia tidak seharusnya menyiksa diri sendiri. Kalau memang sudah merasa tidak kuat, kenapa Iska harus memaksakannya? Tidak seharusnya juga ia marah kepada Rendra hanya karena Rendra membatalkan puasanya. Lagipula ia bisa kembali berpuasa karena minum tanpa sengaja.
“Langka, Bros. Jarang banget si Rendra ngomong panjang lebar,” kata Direy. Satu hari ini, cowok dingin yang biasanya irit bicara itu benar-benar lebih sering bicara banyak.
Mereka pun keluar dari kamar Dea, menuju ruang makan.
Baru saja mereka keluar dari kamar Dea, Pak Surya terlihat akan pergi meninggalkan rumah.
“Ah, Rendra... Semuanya, Bapak minta maaf, ya, Bapak gak bisa ikut makan bareng kalian. Bapak ada urusan,” kata Pak Surya.
“Ada apa, Pak?” tanya Nizar.
“Itu, barusan Bapak dapat kabar, katanya ada warga yang meninggal, jadi Bapak mau bantu urus jenazahnya.”
“Innalillahi wainnalillahi rojiun,” ucap semuanya hampir berbarengan.
“Ya udah, kalau gitu Bapak pergi dulu. Kalian semua makan aja, ya. Iska, kamu juga, ya. Gak apa-apa kalau puasa kamu batal. Memaksakan diri juga nggak baik, kan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY OF WINTER [END] - REVISI
Novela JuvenilTAMAT - Tahap REVISI... Jadi sorry kalau masih ada beberapa typo di dalamnya 🤙🏻 BOY OF WINTER (Judul awal The Coldest Boy) Genre: slice of life, drama, persahabatan "Sendiri itu kenyamanan... Dan Hening itu kedamaian." ~ Rendra Al Bahira. *** Blur...