NERD Cafe
.
“Nanti sore sebelum pulang gue mau ajak kalian ke suatu tempat,” ujar Rendra tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop yang sedari tadi ada di pangkuannya. Cowok itu tengah mengerjakan tugas sekolahnya, sementara yang lain hanya bersantai-santai saja.
“Ke mana?” tanya Nizar yang duduk di samping Rendra, membantunya mengerjakan tugas.
“Ikut aja!”
“Eh, Ren... Lo itu udah misterius, jangan sok tambah misterius gitu, deh,” sahut Direy yang sedang tiduran di atas tikar. Mereka tengah bersantai di halaman belakang rumah Pak Surya, di bawah pohon, tempat biasa mereka berkumpul.
“Pokoknya kalian ikut aja. Ada sesuatu yang mau gue tunjukin sama kalian.”
Direy bangkit dari posisi berbaringnya. Ia duduk menghadap Rendra. “Lo bikin penasaran aja, deh. Ya udah, yuk, sekarang aja!”
“Gak bisa. Dea masih belum tidur.”
“Ajak aja sekalian.” Ega yang bersuara. Cowok itu duduk di sisi lain Rendra, menyandarkan punggungnya di pohon.
“Gue pengen nunjukin itu sama kalian, cuma kalian. Gak ada yang lain,” ucap Rendra tak terbantahkan.
Hal yang biasa ketika Rendra sudah bersikeras dengan keputusannya tanpa bisa diganggu gugat. Tapi rasanya seperti hal yang baru ketika Rendra mengajak mereka ke suatu tempat. Dan apa katanya tadi? Ada sesuatu yang ingin dia tunjukkan? Rendra biasanya selalu pergi begitu saja tanpa ada niat untuk mengajak teman-temannya. Hanya saja mereka yang selalu mengikuti Rendra, ke manapun cowok itu pergi. Terkecuali jika Rendra melarang mereka untuk ikut.
Tanpa mau memikirkan hal itu, Nizar kembali dengan buku tulisnya. Rendra masih sibuk mengetik di laptopnya. Direy kembali membaringkan tubuhnya, sementara Ega masih dengan posisi yang sama. Duduk bersandar pada pohon sambil memainkan ponsel, berpetualang di sosial media.
“Kaaakkk...” teriak Dea panjang.
Keempat laki-laki itu menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Dea berjalan menghampiri mereka dengan membawa piring berisi cemilan.
“Dea bawa apa?” tanya Direy bangun dari pembaringannya, duduk bersila. Pertanyaannya sudah terjawab sebelum anak itu menjawabnya.
“Singkong rebus,” kata Dea.
Bu Yanti datang dari arah pintu belakang rumahnya, menghampiri anak-anak itu. Wanita itu membawa nampan dengan empat gelas air teh di atasnya.
“Ya ampun, Bu, kenapa repot-repot?” tanya Nizar tak enak. “Kami kan udah biasa ngambil sendiri ke dalem.”
“Gak apa-apa. Sekali-sekali dong Ibu layanin kalian kayak tamu.”
“Kami bukan tamu, Bu,” ujar Rendra dingin.
Bu Yanti tersenyum tipis mendengar ucapan Rendra. Benar. Mereka bukan tamu. Bukan lagi orang asing. Mereka sudah seperti keluarga baginya. “Tapi gak ada salahnya, kan, kalau Ibu melayani anak-anak Ibu sendiri?”
Mereka terdiam tanpa mampu menjawab lagi. Terdengar suara cekikikan di dekat mereka. Itu suara Dea yang tertawa karena menyuapi Direy terus menerus dengan singkong rebus yang tadi ia bawa.
Direy yang merasa terintimidasi, menoleh ke arah teman-temannya. “Kenapa pada lihatin gue?” tanya Direy dengan mulut penuh.
“Doyan lo, Rey?” tanya Ega yang duduk di belakang punggung Direy.
“Enak ini... Cobain, nih!” Direy menyuapkan singkong rebus pada Ega, dengan sedikit paksa. Hal itu tak luput dari penglihatan semua orang, membuat Dea tertawa melihat ekspresi Ega yang disumpal oleh teman laknatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY OF WINTER [END] - REVISI
Ficção AdolescenteTAMAT - Tahap REVISI... Jadi sorry kalau masih ada beberapa typo di dalamnya 🤙🏻 BOY OF WINTER (Judul awal The Coldest Boy) Genre: slice of life, drama, persahabatan "Sendiri itu kenyamanan... Dan Hening itu kedamaian." ~ Rendra Al Bahira. *** Blur...