Berjalan memasuki rumahnya, Rendra melangkahkan kakinya ke lantai atas menuju kamarnya. Namun suara seseorang yang memanggilnya membuat ia harus menghentikan niatnya saat hendak menaiki tangga.
“Ndra...” Bi Harum berjalan mendekati cowok itu. “Dari mana kamu, jam segini baru pulang?”
“Main,” jawab Rendra sekenanya.
“Main tuh ya inget waktu!”
Rendra berdehem, mengiyakan saja perkataan ibu angkatnya itu. “Mama udah tidur, Bi?” tanya Rendra lirih.
“Udah. Tadi siang mama kamu pergi ke luar, katanya mau ketemu sama teman bisnisnya. Sampai rumah dia bilang capek, mau istirahat. Ya, kondisi mama kamu kan juga masih belum sepenuhnya pulih, malah pergi tadi. Kayaknya kelelahan banget,” cerita bi Harum.
“Tapi Mama gak apa-apa, kan?” Rendra cemas.
“Enggak, gak apa-apa.”
Rendra mengangguk syukur. Namun tiba-tiba...
Prang
Suara benda jatuh terdengar dari arah kamar Reva. Keduanya saling menatap kemudian pergi memeriksanya.
Rendra berjalan cepat dan memasuki kamar Reva tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Reva sudah terduduk di lantai dengan pecahan kaca yang berserakan.
“Mama!” Rendra berjalan menghampiri Reva kemudian merengkuh tubuh ibunya, hendak membantu wanita itu berdiri dan duduk ke atas kasur.
Reva diam saja sambil memejamkan matanya. Namun di detik berikutnya, Reva mendorong tubuh Rendra sekencang mungkin hingga cowok itu tersungkur ke belakang. Reva pikir yang membantunya adalah Rishan. Namun ketika ia membuka matanya, dilihatnya sosok laki-laki yang selama ini ia benci. Sangat ia benci.
“Pergi kamu! Berani-beraninya kamu menyentuh saya! Jangan bersikap sok perhatian sama saya! Saya tidak butuh bantuan kamu!” kata Reva kejam.
Kata-kata Reva jauh lebih menusuk sakit ke dalam hatinya, mengalahkan rasa sakit di telapak tangannya yang tanpa sengaja menekan pecahan beling di lantai ketika dia terdorong menahan tubuhnya.
“Rendra, tangan kamu...” Bi Harum yang melihat cairan merah mengucur dari telapak tangan Rendra, segera menghampirinya.
Melihat itu, Reva sedikit terkejut. Ia merasa bersalah. Apa ia sudah keterlaluan?
“Aku gak apa-apa, Bi. Bibi bantu Mama aja, ya. Mama mau minum?” tanya Rendra mengabaikan luka di tangannya, juga luka di hatinya.
Sementara Reva terdiam tak bersuara. Dirinya masih merasa shok melihat telapak tangan Rendra yang berdarah. Dirinya merasa bersalah, namun tak mampu berkata apa-apa.
“Ada apa ini?” Rishan datang memasuki kamar Reva. Cowok itu menatap satu per satu orang di sana. Reva, Bi Harum, dan Rendra.
Netranya menatap cairan merah yang mengucur dari tangan adiknya. “Ren, tangan lo kenapa?” Rishan menghampiri Rendra dengan khawatir.
“Gue gak apa-apa,” jawab Rendra setenang mungkin. “Bi, tolong ambilin minum buat Mama, ya. Sekalian bersihin ini,” pinta Rendra lembut. Bi Harum mengangguk kemudian beranjak pergi menuruti kata Rendra.
“Shan, lo bantu Mama.”
“Tapi tangan lo...”
Rendra menggeleng. “Gue gak apa-apa.”
“Sini, Ma. Biar Rishan bantu." Rishan mengangkat tubuh Reva, membantunya naik ke atas ranjang.
“Mama kenapa? Kok bisa sampai jatuh kayak gini?” tanya Rishan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY OF WINTER [END] - REVISI
Roman pour AdolescentsTAMAT - Tahap REVISI... Jadi sorry kalau masih ada beberapa typo di dalamnya 🤙🏻 BOY OF WINTER (Judul awal The Coldest Boy) Genre: slice of life, drama, persahabatan "Sendiri itu kenyamanan... Dan Hening itu kedamaian." ~ Rendra Al Bahira. *** Blur...