Iska. Gadis bercadar itu tengah berjalan kembali menuju kelasnya setelah selesai melaksanakan pertemuan di ruang rohis. Di tikungan, tak sengaja ia menabrak seseorang sehingga orang itu terpeleset karena trotoar yang berpasir sehingga kepalanya membentur tembok.
Rendra meringis kesakitan ketika kepala bagian belakangnya membentur tembok. Getaran yang dihasilkan akibat benturan tersebut membuat kepalanya kembali merasakan sakit.
Ini kedua kalinya mereka bertabrakan.
“Aduh... Maaf, maaf... Aku gak sengaja,” ucap Iska panik. Ia ingin membantu Rendra berdiri, namun ia ragu untuk menyentuh cowok itu.
Bukan apa-apa. Gadis seperti Iska ini memang anti jika harus bersentuhan dengan lawan jenis, terlebih yang bukan mahramnya.
“Rendra, aku bener-bener minta maaf. Kamu gak apa-apa, kan?” Iska terlihat panik.
Rendra bangkit dengan memegangi kepala bagian belakangnya. Berharap rasa sakitnya akan segera hilang dan gadis di hadapannya ini berhenti meminta maaf.
“Sakit, ya? Aku beneran minta maaf,” ucap Iska lagi, masih merasa bersalah.
Rendra mengangguk sebagai jawaban bahwa ia baik-baik saja. Namun tetap saja Iska masih sangat merasa bersalah.
Dengan kepala yang sebenarnya masih sakit dan semakin sakit, Rendra berjalan kembali menuju UKS.
“Eh, Rendra...” panggil Iska menyusul Rendra, mensejajarkan langkahnya dengan langkah besar cowok itu.
“Balik ke kelas lo!” ucap Rendra.
“Tapi kamu beneran gak apa-apa?” tanya Iska kembali memastikan.
“Gue gak lemah.”
“Tapi aku takut kamu kenapa-kenapa. Aku anter kamu ke UKS, ya.”
Rendra menghentikan langkahnya yang membuat Iska pun ikut berhenti. Rendra menatap gadis bercadar itu. Keduanya saling menatap selama beberapa saat.
“Lo khawatir sama gue?” ucap Rendra.
“Iihh... Geer banget, sih! Aku cuma ngerasa bersalah aja tadi kamu jatuh gara-gara aku!” sangkal Iska mengalihkan tatapannya.
Tak peduli, Rendra pun melangkahkan kembali kakinya menuju UKS.
Tak butuh waktu lama, kini keduanya berada di UKS. Ruangan itu sedang sepi, tak ada siapapun di sana. Sepertinya hari ini tidak ada anggota PMR yang berjaga. Tidak ada orang yang sakit juga. Biasanya setiap hari ruang UKS ini selalu terisi oleh orang-orang sakit atau pun yang berpura-pura sakit, walau hanya satu atau dua orang saja.
Iska tampak ragu ketika ia akan memasuki ruang UKS jika hanya ada mereka berdua, dirinya dan Rendra. Jika perempuan lain pasti akan sangat senang bisa berduaan dengan Rendra yang notabene-nya adalah seorang idola sekolah. Tapi tidak dengan Iska. Tidak baik bukan, jika laki-laki dan perempuan hanya berduaan?
Rendra yang melihat raut wajah Iska pun langsung paham dengan keraguan gadis itu. Ia tahu betul seperti apa Iska ini.
“Setan gak akan ganggu kita kalau iman kita kuat,” ucap Rendra tiba-tiba, namun Iska paham maksud dari perkataan cowok itu.
Ya, Rendra pernah mengatakan kalimat itu ketika ia mengajak Iska untuk ikut jalan bersamanya.
“Dan lo berdo'a aja supaya iman gue cukup kuat.”
Iska melotot mendengar penuturan Rendra, walau ia tahu cowok itu pasti hanya bercanda. Namun kata-katanya cukup sukses membuat Iska semakin ragu untuk masuk. Tapi ia juga merasa bertanggung jawab karena Rendra tadi jatuh karena bertabrakan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY OF WINTER [END] - REVISI
JugendliteraturTAMAT - Tahap REVISI... Jadi sorry kalau masih ada beberapa typo di dalamnya 🤙🏻 BOY OF WINTER (Judul awal The Coldest Boy) Genre: slice of life, drama, persahabatan "Sendiri itu kenyamanan... Dan Hening itu kedamaian." ~ Rendra Al Bahira. *** Blur...