• 29 | Winston •

70 9 0
                                    

"Bunga yang selama ini bermekaran, menjadi layu karena pengkhianatan. Setelah semua kebenaran terlihat di mata, lawan yang berpura-pura menjadi kawan."

***

Celine keluar dari mobil, diikuti Theo yang mengikutinya dari belakang. Mereka berdua menghampiri mobil hitam yang sebelumnya mengejar dan mencoba menghabisi mereka berdua.

Tangannya dilipat di depan dada, pandangannya terhenti di bagian depan mobil. Banyak darah bercucuran, keduanya bergidik ngeri saat melihat pria yang sudah tidak sadarkan diri dengan lubang di dahinya. Sepertinya peluru itu sudah bersarang di otaknya dan merenggut nyawanya.

"Pemandangan yang sangat mengerikan," gumam Celine dengan bergidik ngeri.

Pandangannya terhenti pada sang sopir yang sudah tidak sadarkan diri dengan besi yang menancap di bagian dadanya. Celine langsung membuang wajahnya ke arah lain.

"Perutku mulai mual," gumam Celine.

"Mereka hanya berdua?" tanya Theo. Kepalanya menyusuri bagian dalam mobil yang sudah berlumuran darah.

"Ada satu orang lagi," ucap Theo. Ia membalikkan badannya ke arah Celine yang menjauh darinya.

Seorang pria keluar dari dalam mobil hitam itu dengan pistol di tangannya, ia mendekati Theo yang menghadap ke arah Celine.

Pria itu menodongkan pistolnya ke arah kepala Theo. Celine yang tengah berbalik menghadap ke Theo, langsung menarik tubuhnya dan laki-laki di hadapannya untuk menghindar dari tembakan itu.

Pria itu mengumpat dengan kesal. Theo yang menyadari hal itu, langsung memukul pergelangan tangan pria itu hingga membuat pistol terjatuh dari genggaman tangan sang pria.

"Pertama," gumam Theo dengan menampakkan senyuman liciknya.

Ia melayangkan pukulan ke kepala pria itu hingga menulikan telinganya. Kemudian mencekik tenggorokannya untuk melumpuhkan pita suara. Ia mendorong tubuh kekar pria itu hingga menabrak badan mobil.

"Katakan kepadaku, siapa yang telah memerintahkan kalian melakukan hal ini kepada kami?" tanya Theo dengan tekanan di setiap kata yang ia lontarkan.

Pria itu tidak kunjung menjawab pertanyaan Theo, membuat dirinya harus memojokkannya supaya dapag membuka suara.

Theo kembali mengeratkan genggamannya pada leher pria itu, melayangkan tangannya dan menghentikannya tepat di tulang rusuknya, membuat sang empu meringis kesakitan.

"Aku bertanya sekali lagi, siapa yang telah memerintahkan kalian?" tanya Theo dengan tegas. Ia mencengkeram kuat kerah baju pria itu.

"Jawab atau mati?!" sarkas Theo. Ia sudah tidak dapat menahan amarahnya lagi.

"W-Winston," jawab pria itu dengan terbata-bata.

Celine membalikkan tubuhnya, menghampiri Theo dan pria itu dengan kerutan di dahi. "Siapa?" tanyanya.

"Winston," jawab pria itu.

"Winston." Theo mengulangi apa yang dikatakan pria itu, kemudian membenturkan kepalanya ke badan mobil dengan keras hingga tidak sadarkan diri.

"Aku belum puas," gumam Theo.

Laki-laki jangkung itu melepaskan kedua tangannya, berhenti sejenak menatap kepala pria di hadapannya mulai mengeluarkan darah segar. Satu detik kemudian, ia melepaskan kedua tangannya dan menendang dengan keras lutut pria itu.

Setelah dirasa cukup, Theo menepuk-nepuk telapak tangannya kasar, menghilangkan debu yang tidak terlihat. Pandangannya terhenti pada Celine yang tengah diam mematung, pandangannya juga kosong dengan mulut yang terus bergerak mengucapkan sesuatu.

Celine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang