"Petir mulai bergemuruh, membuat rintik hujan membasahi baju yang lusuh. Diri yang telah rapuh, sedikit kemungkinan untuk kembali utuh."
***
Kantor polisi dipenuhi penjahat-penjahat yang sedang menjalani hukuman atas tindakan yang telah mereka perbuat.
Seorang wanita setengah paruh baya dengan menggunakan masker dan kacamata hitam yang menutupi hampir seluruh bagian wajahnya.
Wanita yang telah meninggalkan County Hall Apartements beberapa waktu yang lalu, kini berada di dalam ruangan yang mempertemukannya dengan seorang penjahat yang ia kenal.
"Halo, Niall. Bagaimana? Apakah kau terkejut? Apa kau suka dengan hadiah yang kuberikan kepadamu?" tanya wanita itu kepada kepada laki-laki di hadapannya.
Tangan Niall mengepal kuat, menatap wanita di hadapannya dengan tajam. Rahangnya mengeras, napasnya naik tuun menahan emosi yang akan meluap.
"Kenapa Anda melakukan ini semua? Membuat seolah-olah saya adalah penyebab dari kejahatan yang telah Anda perbuat," balas Niall dengan nada dingin.
"Oho, kau memang sudah menjadi anak durhaka, ya. Aku ini Ibumu, Niall," ucap wanita itu terkekeh pelan. Sebut saja dirinya sebagai Mrs. Winston.
"Saya bukan anak Anda lagi! Saya merasa malu memiliki seorang ibu seperti Anda!" geram Niall dengan tetap merendahkan suaranya.
Ia tahu, jika ia berteriak atau membentak wanita di hadapannya, dirinya akan mendapatkan masalah kembali. Ia menahan semua amarahnya di kepalan tangan yang sedari tadi tergenggam kuat.
Mrs. Winston tertawa di balik masker yang menutupi sebagian wajahnya. "Aku juga tidak sudi memiliki anak pembangkang seperti dirimu!" balasnya.
"Saya sudah dapat membedakan antara mana yang baik dan buruk. Saya sangat menyayangimu, sebagai seorang wanita yang telah melahirkan saya di dunia. Akan tetapi, sangat disayangkan. Ego dan obsesi Anda mengalahkan cinta kasih itu," jelas Niall panjang lebar.
Mrs. Winston tersenyum miring, tangannya tergerak untuk melepas kacamata hitam yang sedari tadi bertengger di hidung mancungnya.
Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Kau memilih menurut kepadaku, atau aku akan kuhabisi semua orang yang kau sayang?" tanyanya penuh tekanan.
Niall mengumpat pelan, kepalan tangannya semakin menguat. Mungkin saja, kuku-kukunya sudah berhasil melukai telapak tangannya sendiri.
"Jangan melukai orang yang saya sayangi!" ancam Niall dengan penuh penekanan. "Apa yang Anda inginkan dari saya?" lanjutnya dengan bertanya.
"Kau hanya perlu tutup mulut dan membenarkan semua tuduhan yang diberikan kepadamu. Ikuti permainanku, mungkin mereka berdua akan selamat," jelas Mrs. Winston.
"Siapa yang Anda maksud?" tanya Niall.
"Siapa lagi jika bukan Celine dan ... Audrey," jawab Mrs. Winston.
Jantung Niall terasa berhenti berdetak sejenak di saat telinganya menangkap nama dua perempuan yang sangat ia sayangi dan ia tidak mau kehilangan mereka berdua.
"Saya akan melakukan apa yang Anda inginkan. Tetapi, jangan sakiti mereka berdua!" tegas Niall.
Mra. Winston mengembuskan napasnya pelan, mendorong kursinya ke belakang dengan berdiri dan menghampiri Niall. Tangannya tergerak untuk menepuk-nepuk pelan pundak Niall.
Ia mendekatkan wajahnya di telinga Niall, mulutnya mulai terbuka ingin mengucapkan sesuatu. "Anak baik," bisiknya kemudian melenggang pergi.
Mrs. Winston pergi dari kantor polisi dengan mengendarai mobil hitamnya. Melewati jalanan kota yang tampak ramai dengan lautan manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Celine (End)
Fiksi RemajaDunia semakin tua dan fana, merusak pemikiran suci manusia. Menenggelamkan asa, terlepas dari genggaman jiwa. Luka yang didapatkan, mengubah alur kehidupan. Cinta yang didapatkan, hanya menyisakan kenangan yang menyakitkan. Topeng palsu menghiasi se...